Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sepanjang tahun 2022, Indonesia tak lepas dari berbagai bencana alam. "Sebagai negara yang sering menjadi langganan bencana alam, upaya mitigasi di Indonesia masih tergolong rendah," kata Mohammad Sapari Dwi Hadian, akademisi Fakultas Teknik Geologi (FTG) Universitas Padjadjaran (Unpad). Tidak semua masyarakat di seluruh daerah nusantara paham dengan apa yang harus dilakukan ketika dihadapkan pada situasi bencana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut adalah beberapa hal yang dapat diperhatikan sebagai upaya persiapan dan pengurangan dampak jika terjadi bencana menurut Mohammad Sapari Dwi Hadian manajer riset dan inovasi di Fakultas Teknik Geologi Unpad kepada Tempo.co.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Mengenali tipe wilayah dan waktu rawan
Dalam wawancara Kamis, 29 Desember 2022, Sapari menyebutkan bahwa mengetahui karakteristik wilayah tempat tinggal beserta ancaman bencananya sangat penting untuk dilakukan. “Misalnya di Bandung, tipe bencana apa saja sih yang akan terjadi? Kita harus paham seperti itu,” kata dia.
Selain wilayah, waktu rawan bencana seperti akhir tahun saat cuaca ekstrem mulai melanda Indonesia juga perlu diwaspadai. Jika sudah bisa mengenali wilayah dan potensi bencananya, maka antisipasi mitigasi dan penanganan pasca bencana pun dapat lebih mudah dilakukan.
2. Penetapan aturan tentang karakteristik bangunan
Menurut Manajer Riset dan Inovasi FTG Unpad tersebut, mendirikan bangunan yang kuat adalah salah satu upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi bahaya akibat bencana. Ketika terjadi bencana seperti gempa bumi, tsunami, banjir bandang, dan lainnya, bangunan yang tidak kokoh akan runtuh da nada kemungkinan menimpa korban.
“Perlu digarisbawahi bahwa earthquake doesn't kill people, faulty buildings do. Jadi intinya gempa bumi itu tidak akan membunuh. Tapi yang akan membunuh itu adalah bangunan yang rubuh,” ujar Sapari.
Untuk mengurangi efek buruk yang mungkin ditimbulkan, maka diperlukan ketetapan mengenai karakteristik bangunan yang saklek, setidaknya dalam peraturan lokal daerah.
3. Simulasi bencana
Meskipun telah ada pendidikan siaga bencana sejak lama, tetapi belum ada yang mewajibkan kegiatan simulasi bencana. Sapari berharap sosialisasi kebencanaan tidak hanya berbentuk imbauan, tetapi juga simulasi.
“Misalnya sekolah wajib melakukan simulasi. Yang ada sekarang hanya imbauan saja, hanya dari surat edaran menteri atau pejabat lainnya. Mungkin di beberapa tempat (simulasi kebencanaan) sudah dilakukan, tapi belum menyeluruh di seluruh Indonesia,” tuturnya.
4. Peta mitigasi
Melihat gempa Cianjur pada akhir November lalu, Sapari berharap Indonesia memiliki peta sebaran bencana yang terjadi dari tahun ke tahun di seluruh daerah. Hal ini ditujukan agar kewaspadaan terhadap bencana dan upaya mitigasi bisa disiapkan dengan baik.
“Perlu adanya peta mitigasi yang dibutuhkan apabila terjadi bencana. (jika terjadi suatu bencana) SOP apa sih yang perlu dilakukan?”
Selain itu, diperlukan juga peta mengenai daerah mana saja yang berpotensi terjadi suatu bencana, lalu bagaimana cara dan jalur evakuasi korban serta regu penyelamat.
5. Peninggalan bencana sebagai pembelajaran
Adanya peninggalan seperti Museum Gunung Api Merapi menurut Sapari sangatlah diperlukan. Selain untuk mengenang kejadian bencana, peninggalan ini juga dapat dijadikan sumber pembelajaran tentang apa saja yang terjadi saat bencana, bagaimana dampaknya, serta upaya yang harus dilakukan ketika dihadapkan pada kejadian serupa.
Menurut Sapari, gempa di Cianjur serta bencana-bencana lainnya juga perlu dibuat yang serupa dengan museum, tidak perlu museum, cukup sesuatu yang dapat mengingatkan dan memberi pelajaran.
6. Penggalakkan mitigasi bencana
Aturan dan upaya mitigasi bencana yang sudah ada perlu disosialisasikan lebih lanjut kepada masyarakat dan pemangku kepentingan. Jika mitigasi dapat diajarkan dengan baik, maka ini akan berdampak pada kebijakan yang lebih produktif terhadap kegiatan mitigasi bencana.
7. Implementasi Mitigasi
Menurut Sapari, mitigasi bencana harus diimplementasikan secara program dan kegiatan masyarakat sehari-hari. “Masyarakat harus dibiasakan dengan mitigasi bencana, contohnya adalah hidup teratur dan terukur seperti mengenakan pakaian yang safety saat bekerja,” ujar Sapari.
Implementasi ini kemudian dapat dijadikan bagian dari gaya hidup dan perilaku, sehingga pencegahan dan pengurangan bahaya akan lebih baik.
Unpad, menurut Sapari telah mengadakan upaya sosialisasi mengenai mitigasi bencana, baik secara langsung maupun tidak langsung. Upaya secara langsung dilakukan dengan kegiatan seperti melakukan pendekatan kepada stakeholder pemerintah daerah melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang telah diadakan di sekitar lokasi yang pernah terjadi bencana seperti Sukabumi, Ciamis, dan Pangandaran.
Sedangkan upaya tidak langsung yang telah dilakukan akademisi dan mahasiswa Unpad antara lain melakukan riset kebencanaan dan mempublikasikannya, kuliah lapangan, membuat literatur digital, serta sosialisasi melalui media sosial.
PUTRI SAFIRA PITALOKA
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.