Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bintang Kejora yang Terserak

Dokumen TNI soal Organisasi Papua Merdeka yang bocor memetakan dengan terperinci kekuatan gerakan Papua Merdeka. Belasan ribu simpatisan diawasi.

5 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN takzim, Lambertus Pekikir mengenang Kelly Kwalik, pemimpin Organisasi Papua Merdeka yang tewas ditembak pada 2009. "Kelly punya nama besar," katanya, dari tempat persembunyiannya di Papua, dua pekan lalu. "Jika ada sepuluh orang Kelly di Papua, kami sudah bisa bertaruh dengan Republik Indonesia."

Sebagaimana Kelly, Lambert aktivis Organisasi Papua Merdeka. Tapi keduanya berbeda kiblat. Lambertus berasal dari faksi "Markas Victoria"—nama kota di perbatasan Papua Nugini, tempat kemerdekaan Papua dideklarasikan pada 1 Juli 1971. Sedangkan Kelly dari faksi "Pembela Keadilan" atau ada juga yang menyebutnya "Pemu­lihan Keadilan". Di "Markas Victoria", Lambertus didapuk sebagai salah satu panglima operasi di wilayah Mamberamo Tani.

Sabermula kedua faksi berada di bawah satu komando. Pemimpinnya Seth Jafeth Roemkorem dan Jacob Hendrik Prai. Merekalah yang mengibarkan bendera Bintang Kejora pada 1971 di Victoria itu. Pada 1976, mereka pecah kongsi. Roemkorem memimpin faksi "Markas Victoria" atau "Marvic", yang berbasis di pesisir. Adapun Prai mengepalai pasukan "Pembela Keadilan" atawa "Pemka", yang beroperasi di pegunungan dan perbatasan.

Di luar kedua faksi itu, ada kelompok "Arfai 1965", yang berkiblat ke pemberontakan OPM di Pantai Arfai, Manokwari, pada 1965. Ada juga kelompok "1 Desember 1961", yang meyakini kemerdekaan Papua diraih pada tanggal itu. Belakangan, muncul kelompok Melanesia Barat atau Bintang 14, pengikut Thomas Wanggai. Faksi-faksi ini tak begitu bergaung.

Dalam dokumen berjudul Anatomi Separatis Papua yang diduga milik Tentara Nasional Indonesia, faksi yang diperhitungkan cuma Marvic dan Pemka. Dokumen berformat Microsoft Powerpoint setebal 97 lembar itu menyebutkan faksi Marvic memiliki 11 kelompok dengan kekuatan 403 orang. Mereka memiliki 53 senjata api dan sebutir granat. Komandan faksi Marvic adalah Hans Uri Joweni alias Hans Richard Joweni.

Adapun faksi Pemka berkekuatan lebih besar. Dokumen berklasifikasi sangat rahasia yang kemudian bocor di media Australia pada awal Agustus lalu itu juga menyebutkan faksi Pemka memiliki 20 kelompok dengan jumlah anggota 1.129 orang. Senjata mereka ada 131 pucuk ditambah granat empat butir. Faksi ini dipimpin Mathias Wenda. Kelly Kwalik adalah anak buah Wenda yang beroperasi di sekitar Kali Kopi.

Namun, menurut data intelijen polisi per Januari 2011, untuk wilayah Puncak Jaya saja, jumlah personel OPM mencapai 1.880 orang. Senjata mereka 40 pucuk, terdiri atas AK-47, SS1 V1, SS1 V3, M-16, Mouser, dan revolver. Ada juga granat lima butir. Pentolan kelompok ini antara lain Goliat Tabuni, Marunggen Wonda, Titus Murib, dan Manase Telenggen.

Menurut Maxi Qhebe Tabuni, yang mengaku sebagai juru bicara Tentara Pembebasan Nasional, pada 2007, faksi Marvic dan Pemka, ditambah Arfai 1965, sepakat meleburkan diri di bawah komando Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat. Pertemuan di Victoria itu juga menyepakati keputusan tertinggi Tentara Pembebasan ada di tangan Dewan Militer. Pada 2008, di Port Vila, Vanuatu, Hans Joweni, yang mengklaim berpangkat brigadir jenderal, ditunjuk sebagai Ketua Dewan Militer. "Sekarang tak ada faksi-faksian," ujar Maxi.

Di bawah Dewan Militer, menurut dokumen tadi, komando ada di tangan dua orang: Joweni dan Wenda. Joweni membawahkan Angkatan Darat, Angkatan Laut, Pusat Pendidikan dan Latihan, dan sejumlah badan militer lain. Adapun Wenda membawahkan 10 Komando Daerah Perang atau Kodap. Sebelum tewas, Kelly Kwalik menjabat Panglima Komando Daerah Perang III di wilayah Pegunungan Jaya dan sekitarnya.

Pada 10 September ini, Tentara Pembebasan bakal menghelat konferensi nasional di Port Vila. Menurut Maxi Tabuni, dalam konferensi yang diha­diri semua petinggi organisasi, termasuk semua Panglima Komando Daerah Perang di 10 wilayah, Tentara Pembebasan bakal merombak organisasi. "Termasuk mengganti pejabatnya," katanya. Sejak 2008, sejumlah posisi di organisasi lowong lantaran pejabatnya meninggal.

Meski diklaim tak ada lagi faksi di Tentara Pembebasan, Lambertus Pekikir, yang disebut Maxi anggota Komando Daerah Perang I di wilayah Mamberamo Tami, belakangan justru menyatakan diri sebagai Ketua Dewan Tertinggi Revolusi OPM. Pada 18 Juni, organisasi ini menerbitkan surat pengangkatan para pejabat organisasi. Sebagaimana Tentara Pembebasan faksi Joweni, pasukan Lambertus memiliki garis komando. Di bawah dewan tertinggi revolusi ada komando pertahanan, juga panglima teritorial untuk angkatan laut dan darat.

Di bawahnya lagi ada enam batalion pertahanan. Nah, berbeda dengan Joweni, Lambertus menyebut komando daerah hanya komando daerah militer, bukan komando daerah perang. Ada 11 komando daerah militer yang masing-masing dipimpin seorang panglima. Lambertus juga mengklaim sedikitnya tiga panglima komando daerah perang di bawah komando Joweni sebagai panglima daerah militernya. Mereka adalah Tadius Yogi, Benny Hara, dan Kabor Awom.

Lambertus mengklaim anggota pasukan di bawah komandonya langsung berjumlah lebih dari 50 orang dengan senjata puluhan pucuk. "Tak usah disebutkan berapa jumlahnya," ujarnya. "Cukup tahu saja kami ada senjata." Sebagian pasukannya adalah bekas narapidana. Ia juga mengklaim pengikutnya tersebar di Serui, Keerom, dan Jayapura. Kendati menyebut dirinya Ketua Dewan Tertinggi Revolusi OPM dan punya pasukan, nama Lambertus tak tercatat dalam analisis separatis Papua itu.

Sementara Tentara Pembebasan Nasional Joweni dalam dokumen itu disebut Gerakan Separatis Papua/Bersenjata, organisasi-organisasi yang dibentuk masyarakat Papua disebut sebagai Gerakan Separatis Papua/Politik. TNI mencurigai Dewan Adat Papua, Dewan Adat Wilayah, Satuan Tugas Papua, Pemerintahan Adat Papua, hingga Lembaga Penjaga Dusun Adat Papua tetap memperjuangkan kemerdekaan Papua lewat jalan politik.

Dalam dokumen itu tertulis ada 16.867 orang Papua yang dipelototi pemerintah karena tindakannya selalu menyerempet "kemerdekaan", "referendum", "hak adat", atau demonstrasi. Mereka adalah mahasiswa, pegawai negeri, hingga agamawan. Nama yang tak asing di telinga antara lain Tom Beanal, Edison Waromi, Agus Alue Alua, dan Pendeta Socrates Sofyan Oman. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Golkar, Yorrys Raweyai, juga masuk daftar.

Dimintai konfirmasi mengenai dokumen bocor itu, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono menjawab pendek, "Dokumen berbahasa Inggris itu bukan berasal dari Komando Pasukan Khusus." Ketika disebutkan bahwa ada dokumen yang ditulis dalam bahasa Indonesia, ia menjawab tak tahu. "Tolong, saya minta?" ujarnya.

Anton Septian, Tito Sianipar, Fanny Febiana (Jakarta), Jerry Omona (Jayapura)


Bersatu Tambah Mutu

Setelah pecah pada 1976, Organisasi Papua Merdeka faksi Markas Victoria dan faksi Pembela Keadilan bersatu lagi pada 2007. Dengan struktur organisasi yang baru, mereka lantas menamakan diri sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat dan bermarkas di Port Vila, Vanuatu.

Dewan Militer
Ketua: Hans Richard Joweni

Panglima Tertinggi "Marvic"
Hans Richard Joweni

Panglima Tertinggi "Pemka"
Mathias Benda

10 Komando Daerah Perang (Kodap)

Kodap I
Wilayah: Mamberamo Tami
Panglima: Yan Ferari

Kodap II
Wilayah: Baliem
Panglima: Yanto Tabuni

Kodap III
Wilayah: Nemangkawi
Panglima: Kelly Kwalik (almarhum)

Kodap IV
Wilayah: Enarotali
Panglima: Tadius Yogi

Kodap V
Wilayah: Sorong
Panglima: Benny Hara

Kodap VI
Wilayah: Manokwari
Panglima: Mesak Bamay

Kodap VII
Wilayah: Merauke
Panglima: Bonifasius Yiren

Kodap VIII
Wilayah: Biak Numfor
Panglima: Jhoni Ifada

Kodap IX
Wilayah: Yapen Waropen
Panglima: Isak Marani

Kodap X
Wilayah: Wamena
Panglima: Titus Murib

Naskah: Anton Septian
Sumber: Wawancara dan sejumlah dokumen

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus