Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KILLING Me Softly mengalun di ruang besuk Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur, Rabu pekan lalu. Berasal dari keyboard yang dimainkan seorang narapidana di pojok ruangan, lagu beken awal 1970-an itu menghangatkan hari pertama Lebaran—atau hari kedua bagi sejumlah kalangan.
Adalah Sofyan Usman, politikus Partai Persatuan Pembangunan, yang berinisiatif meminjam keyboard dari gereja penjara. "Biar tambah ramai," kata Sofyan, yang dihukum 16 bulan dalam perkara cek pelawat pada pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, kepada sejumlah tahanan.
Lebaran di Rumah Tahanan Cipinang itu terasa istimewa. Sejak pagi, keluarga para tahanan tak henti mengalir datang berkunjung. Ruang besuk yang lebih besar, biasa digunakan tahanan pidana umum, dipakai menjadi tempat temu kangen dan kumpul-kumpul keluarga terpidana yang mayoritas terlibat kasus korupsi. "Biasa begini. Kalau tidak, ruangannya tak akan cukup," kata seorang petugas rumah tahanan.
Sejumlah tahanan bergabung di meja yang ditempati SofÂyan. Di antaranya mantan Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jakarta Journal Effendi Siahaan. Ia terlibat perkara korupsi pengadaan filler iklan layanan masyarakat. Belakangan, Gayus Tambunan, terpidana perkara mafia pajak, ikut meriung di tempat sama. Mereka bersama-sama menikmati lagu demi lagu yang dimainkan.
Gayus, yang siang itu terlihat segar dengan baju putih lengan panjang, rupanya enggan bernyanyi solo. Meskipun bibirnya komat-kamit mengikuti lirik Ku Tak Bisa milik grup Slank, ia menolak mikrofon yang disodorkan kepadanya. Ketika Danial Tandjung, terpidana perkara cek pelawat Bank Indonesia, duduk di sebelahnya, Gayus segera merangkul kakek 77 tahun itu dan menyapanya.
Di meja lain, sejumlah terpidana menikmati santapan yang dibawa keluarga. Beberapa malah bertukar lauk dengan terpidana lainnya. Ahmad Hafiz Zawawi, mantan anggota Fraksi Golkar Dewan Perwakilan Rakyat, yang juga terlibat skandal cek pelawat, terlihat berbincang dengan keluarganya. Beberapa kali berdiri, ia lalu memandangi dan sesekali tersenyum menatap mereka.
Tak semua terpidana korupsi mendapat kunjungan. Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta tak terlihat di ruang besuk siang itu. "Istrinya sedang di Australia. Dia tak mau ke luar kamar," kata seorang tahanan. Seperti halnya Hafiz, Danial, dan Sofyan, Paskah adalah terpidana kasus cek pelawat dengan vonis 16 bulan penjara.
Yang juga tak tampak adalah mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, terpidana 20 bulan dalam kasus impor sapi serta pengadaan sarung dan mesin jahit. Politikus Partai Persatuan Pembangunan ini ditahan di Cipinang sejak 5 Agustus tahun lalu, dan mestinya tak lama lagi akan mulai menjalani masa asimilasi.
Pada hari Lebaran itu, ruang besuk terlihat lebih bergairah—lain dari hari biasa, yang suasananya lebih kaku, ketika kunjungan lebih banyak dilakukan pengacara atau mereka yang berkaitan dengan perkara. Kipas angin memang tak mampu mengatasi panasnya ruangan. Tapi itu, sama sekali tidak mengurangi kegembiraan para tahanan muslim merayakan hari kemenangan.
Ketika instrumentalia sendu Menghitung Hari—lagu Krisdayanti, yang juga menjadi judul buku pengalaman Arswendo Atmowiloto menghuni penjara Cipinang—mengalun, mereka tetap sumringah.
MEJA berkapasitas 12 orang itu terletak di depan sel Wali Kota Tomohon nonaktif Jefferson Soleiman Montesqieu Rumajar. Di meja itu sering berkumpul para tahanan Blok Tipikor. Menurut Jefferson, sejumlah politikus, seperti Paskah, Hafiz, Bobby Suhardiman—juga politikus Golkar yang terlibat kasus cek pelawat—Sofyan Usman, mantan Wali Kota Manado Jimmy Rimba Rogi, Bupati Boven Digoel nonaktif Yusak Yaluwo, dan mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno, sering kongko di situ.
Di meja itu, para tahanan sering berdiskusi tentang perkembangan politik. Sejumlah pejabat yang ditahan memang berlangganan surat kabar dan majalah sehingga tak pernah ketinggalan berita. Mereka kerap nonton bareng televisi yang diletakkan di aula blok penjara. Acara favorit mereka: Jakarta Lawyers Club di TV One, acara bincang-bincang yang sering menghadirkan perdebatan politik dan hukum.
"Trending topic" yang mereka diskusikan selama tiga bulan terakhir apa lagi kalau bukan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. "Diskusinya seru, kadang banyak joke," kata Jefferson. Mereka mengibaratkan Nazaruddin seperti tokoh "Joni Blakblakan" dalam sebuah iklan operator seluler.
Dalam diskusinya, para politikus yang ditahan sering mencela partai penguasa dan pemerintah. Mereka bersorak akhirnya ketika ada kader Partai Demokrat terkena perkara korupsi. Sejumlah politikus yang terjerat kasus cek pelawat juga kadang mencela Agus Condro Prayitno, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Agus adalah orang yang pertama kali membuka kasus suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004, yang akhirnya menyeret para politikus itu ke penjara.
Kompletnya latar belakang dan jabatan mereka yang ditahan juga memberi suasana unik di Cipinang. Tak jarang mereka berbagi informasi dan pengetahuan. Hari Sabarno—ditahan dalam kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran—dan para kepala daerah, misalnya, berbagi informasi soal kondisi pemerintahan di daerah. "Kami jadi lebih pintar di sini," kata Jefferson.
Saking lengkapnya komposisi penghuni Cipinang ini dari sisi jabatannya, dalam kesempatan pertemuan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dengan sejumlah tahanan, Ahad dua pekan lalu, seorang tahanan sampai berkelakar: "Pak Ical, di sini isinya lengkap, dari kepala daerah sampai menteri. Tinggal presiden dan wakil presiden yang belum ada."
Rasa senasib di balik sel tahanan juga mengajarkan hal lain kepada para politikus ini: berbagi. Tahanan yang dijenguk keluarganya selalu membagi makanan yang dibawakan untuknya. Saat Idul Fitri, misalnya, Jefferson mendapati nasi kotak di depan pintu selnya ketika bangun pagi. Lontong dan opor ayam pun mengisi perutnya pagi itu.
Tak jarang, para terpidana berbagi saran dalam menghadapi kasus korupsi. Jika ada tahanan yang divonis berat, para politikus mengunjungi selnya dan menghibur.
Jefferson, yang divonis sembilan tahun penjara karena diduga mengkorup Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tomohon 2006-2008 sebesar Rp 33,4 miliar, mengaku mendapat banyak dukungan dari Wali Kota Manado Jimmy Rimba Rogi. Jimmy divonis lima tahun pada 2009 karena diduga menilap anggaran daerah sebesar Rp 70,3 miliar.
Hakim Syarifuddin Umar, yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi saat menerima suap di rumahnya, termasuk yang paling sering dikerubungi tahanan lain untuk berkonsultasi hukum. Dalam kunjungan sebelumnya, Tempo juga sempat melihat vokalis Kangen Band, Andika, yang terjerat kasus pemilikan ganja, datang dan mencium tangan Bachtiar Chamsyah. Ia pun manggut-manggut mendengarkan wejangan mantan menteri ini.
Bachtiar pernah bercerita, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam tampak sangat terpukul pada masa awalnya ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Salat subuh saja ia tak pernah menyisir dulu rambutnya, jadi tampak acak-acakan," katanya. Melihat Wafid acak-acakan, Bachtiar memberi "kuliah subuh" setiap kali habis salat. "Wafid, jangan kautanggung semua penderitaan itu sendirian," ia menuturkan kembali "kuliah"-nya buat Wafid.
Menurut Jefferson, penjara membuat para politikus jadi lebih manusiawi. Kata dia, "Dulu, teman sendiri saja saya curigai. Sekarang, di sini semua adalah kawan."
Dari ruang tunggu tahanan, Killing Me Softly menghangatkan suasana.
Strumming my pain with his fingers
Singing my life with his words
Killing me softly with his song…
Pramono, Y. Tomi Aryanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo