Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

BPOM Sebut Hasil Uji Klinis Kombinasi Obat Covid-19 Unair Belum Valid

BPOM menyatakan review uji klinis kombinasi obat Covid-19 belum bisa dilakukan karena Unair harus memperbaiki sejumlah koreksi.

19 Agustus 2020 | 16.28 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala BPOM Penny K. Lukito (tengah) saat memberikan keterangan mengenai polemik susu kental manis (SKM) di gedung BPOM, Jakarta, 9 Juli 2018. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengatakan hasil uji klinis kombinasi obat Covid-19 yang dikembangkan Universitas Airlangga masih belum valid. “Status yang kami nilai adalah masih belum valid jika dikaitkan dengan hasil inspeksi kami,” kata Penny dalam konferensi pers, Rabu, 19 Agustus 2020.

Ada tiga kombinasi obat yang dihasilkan Unair dan telah mengikuti uji klinis. Pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.

Penny mengatakan review terhadap uji klinis kombinasi obat Covid-19 belum bisa dilakukan karena tim peneliti Unair harus memperbaiki sejumlah koreksi yang diberikan BPOM saat melakukan inspeksi pada 28 Juli lalu. “Penilaian kami di dalam inspeksi belum direspons.”

Dalam inspeksi dan monitoring, Penny mengatakan, ada gap atau temuan kritikal terhadap hasil uji klinis kombinasi obat Covid-19. Temuan kritis yang pertama terkait pengacakan atau randomisasi. Penny mengatakan bahwa subyek penelitian kombinasi obat Covid-19 ini belum merepresentasikan keberagaman yang sesuai protokol. Misalnya demografi dan derajat keparahan.

Penny mengatakan bahwa kombinasi obat ini diberikan kepada orang tanpa gejala (OTG). Padahal, sesuai protokol, OTG tidak perlu diberikan obat. “Kita harus mengarah pada penyakit ringan, sedang, dan berat dengan keterpilihan masing-masing, representasi masing-masing harus ada,” ujarnya.

Temuan lainnya, riset Unair yang bekerja sama dengan BIN dan TNI AD itu belum menunjukkan perbedaan siginifikan berbeda dengan terapi standar. Sehingga, aspek efikasi (kemampuan obat menghasilkan efek) perlu ditindak lanjut lebih jauh.

Selain itu, karena kombinasi obat Covid-19 ini merupakan obat keras, Penny menilai, penting untuk melihat dampak pemberian dosis yang dirancang dalam riset. “Dikaitkan dengan side effect, resistensi terhadap antiviral. Sehingga betul-betul ketaatan pada aspek validitas dari hasil riset ini,” katanya.

Menurut Penny, TNI AD sebagai sponsor penelitian Universitas Airlangga bersedia memperbaiki koreksi kritikal agar uji klinis bisa dilanjutkan dan mendapatkan proses dan hasil yang valid.

Baca juga: Ini Temuan Kritis BPOM saat Inspeksi Uji Klinis Kombinasi Obat Covid-19 Unair

FRISKI RIANA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Friski Riana

Friski Riana

Reporter Tempo.co

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus