Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Bukan Tempat Buangan

Keberhasilan Politeknik Mekanik Swiss (PMS-ITB) mendorong Ditjen Pendidikan Tinggi menggalakkan penyelenggaraan program diploma bidang politeknik mekanik. Tenaga pengajarnya dari PPPAT. (pdk)

17 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI tahun ke tahun, tak kurang dari puluhan ribu tamatan SLTA tak tertampung di perguruan tinggi dan institut negeri. Tentu sebagian bisa pula ditampung di perguruan tinggi swasta. Itu pun kalau otak cukup mampu atau dompet orangtuanya padat. Kalau tidak? Nah, kepada mereka barangkali bisa diperkenalkan program studi yang disebut Program Diploma, sebagai salah satu dari 4 program pendidikan tinggi. Yaitu program diploma atau disebut strata O, program sarjana (strata I), program pasca sarjana (strata II) dan program doktor (strata III). Program Diploma yang lebih mengutamakan mendidik tenaga menengah yang trampil ini tidak memberikan gelar. Bisa diikuti para tamatan SLTA, tapi juga mahasiswa atau bahkan sarjana muda yang tak bisa melanjutkan studi karena kekurangan biaya. Pendidikan ini akan menghasilkan tenaga yang bisa menjembatani lulusan SLTA kejuruan dan sarjana ahli. Tenaga seperti itu semakin dirasakan perlunya, bukan saja karena banyaknya tamatan SLTA yang tak tertampung dan mahasiswa drop out, tapi juga lantaran permintaan tenaga seperti itu memang banyak. "Industri kita banyak membutuhkan tenaga ahli menengah seperti itu. Banyak bidang pekerjaan yang kurang bisa ditangani tenaga lulusan STM misalnya tapi terlalu rendah untuk pekerjaan seorang insinyur," kata Dirjen Pendidikan Tinggi Doddy Tisna Amijaya pekan lalu. Dengan dasar pikiran seperti itu, Ditjen Pendidikan Tinggi terdorong lebih menggalakkan penyelenggaraan Program Diploma bidang politeknik mekanik. Dengan bantuan Bank Dunia, prasarana pendidikan politeknik kini sedang dibangun di 6 perguruan tinggi: USU, Unsri UI, ITB, Undip dan Universitas Brawijaya. Penggalakan itu tampaknya setelah belajar dari keberhasilan Politeknik Mekanik Swiss (PMS) yang diselenggarakan sejak Maret 1977 di ITB. Dengan bantuan Swiss, politeknik itu membuka 3 jurusan: membuat alat-alat presisi, ahli perawat mesin, ahli perencana gambar dengan lama pendidikan 3 tahun. Dan kabarnya akan dibuka 3 jurusan lagi: sipil, mesin, elektro. Menurut Direktur PMS-ITB, Hadi Waratama, jaminan masa depan lulusan politeknik lebih pasti. Alumninya hampir semua bisa bekerja. "Kalau sarjana muda bisa menjadi pegawai negeri dengan golongan II B, tamatan politeknik II C," katanya. Dengan begitu gajinya pun lumayan besar. "Sebagai pegawai negeri bisa mendapat sekitar Rp 90.000, tapi di swasta ada yang Rp 125.000, lebih tinggi dari gaji insinyur," tambah Hadi Waratama. Bisa dimaklum, sebab seperti kata Doddy Tisna Amijaya, mereka lebih trampil. "Kurikulumnya 60% kerja tangan, selebihnya teori," kata Doddy lagi. Menurut Pj. Asisten PMS-ITB, Suharsono, kini sudah 18 perusahaan yang memesan calon tamatan politeknik. Padahal tenaga yang dihasilkannya baru 22 orang. Setiap tahun terdapat 500 peminat, daya tampung politeknik ini cuma 50 orang. "Keinginan menampung lebih banyak memang ada, tapi fasilitas dan sarana perbengkelannya masih terbatas," kata Suharsono kepada Hasan Syukur dari TEMPO. Bukan itu saja, tenaga pengajarnya pun kurang mencukupi. Itulah sebabnya, di Bandung juga didirikan Pusat Pengembangan Pendidikan Ahli Teknik. Direktur Pembinaan Sarana Akademis, S. Pramoetadi, berharap di tahun 1981 nanti dari pusat pengembangan tersebut akan bisa dihasilkan sejumlah tenaga pengajar yang dimaksud. Akan halnya PMS-ITB sendiri, menurut Pramoetadi, di awal penyelenggaraannya memang agak seret "menjual tenaga di pasaran kerja." Mengapa Sebab semula yang diprioritaskan para mahasiswa ITB yang drop out, hingga timbul kesan sebagai "tempat buangan". Tapi kata Pramoetadi lagi, "kelak bila masyarakat sudah menyadari pentingnya peranan mereka memenuhi permintaan berbagai jenis kerja, kesan itu akan terhapus." Pasaran Kerja Niat menghapus kesan itu juga ada pada Suharsono, Pj. Asisten PMS-ITB, terutama karena pendidikan ini tidak memberikan gelar. "Pendidikan ini ingin mendobrak kesan seolah-olah hanya yang bergelar saja yang bisa bekerja," katanya. Pendidikan diploma, tampaknya memang akan semakin digalakkan. Beberapa perguruan tinggi negeri sudah lama menyelenggarakannya. Bukan hanya meliputi bidang teknologi seperti di ITB, tapi juga bidang lain misalnya pendidikan bahasa asing, seperti yang sejak tahun lalu diselenggarakan FS-UI. Menurut Pramoetadi, kelak perguruan tinggi swasta pun diberi kesempatan membuka Program Diploma. Untuk menyelenggarakannya, perguruan tinggi harus mengajukan rencana yang akan disyahkan oleh Ditjen Pendidikan Tinggi. Selain juga memerlukan SK Dirjen, persyaratan lainnya harus dipenuhi. Misalnya tersedia tenaga pengajar, fasilitas yang memadai, dan kebutuhan masyarakat sekitar yang akan menyerap tenaga yang dihasilkan. Penggalakan Program Diploma ini tampaknya juga mengingat kemampuan yang berbeda dari masing-masing perguruan tinggi. Sebuah perguruan tinggi di luar Jawa misalnya, barangkali kelak, hanya diizinkan membuka strata O alias Program Diploma atau strata I saja. Pramoetadi mengambil contoh: Universitas Nusa Cendana pernah mengajukan rencana mendirikan Fakultas Pertanian dengan spesifikasi tanah kering. Setelah diteliti kemampuannya, Dirjen menganjurkan agar Nusa Cendana menyelenggarakan Proram Diploma dulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus