Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tangan kanan Carina Amagia, 22 tahun, menggerus cabai dan bawang di atas ulekan batu. Sementara tangan kirinya berusaha mencegah hasil ulekan Tumpah keluar dari wadahnya. Sebagai Tunanetra, menghaluskan bumbu bukan perkara mudah. Seringkali bumbu yang sudah dihaluskan berhamburan dari wadahnya, dan Tunanetra akan kesulitan mengumpulkan hasil ulekan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga:
Tunanetra Nonton Film, Ikuti 3 Program Berikut
Kaiden, Orang Indonesia Pertama Pembuat Tongkat Tunanetra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya perlu belajar masak karena tak ingin selalu bergantung kepada ibu di rumah. Tapi untuk mengulek dan menggoreng masih sulit saya lakukan," ujar Carina dalam kegiatan kelas memasak untuk Tunanetra yang diadakan Yayasan Mitra netra, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu 21 Juli 2018.
Siang itu, delapan orang Tunanetra mengikuti kelas memasak yang rutin diadakan yayasan setiap bulan. Di kelas tersebut, Tunanetra diajarkan cara memasak, mulai dari memilih bahan makanan yang baik sampai mengolahnya menjadi makanan yang siap dihidangkan. Pengajar kelas memasak ini adalah pengusaha katering sekaligus pastry berlabel Yun Cake, Yun Yuniasih. "Teknik memasak Tunanetra tidak jauh beda dengan yang tidak Tunanetra. Hanya tidak menggunakan tanda-tanda visual sama sekali," ujar perempuan 63 tahun itu.
Yun Yuniasih mengajarkan Tunanetra memasak dengan meraba bahan olahan. Misalnya ketika ingin memotong bawang, dia akan membimbing tangan Tunanetra meraba keseluruhan bentuk bawang. Kemudian Yun menunjukkan titik awal sampai teruju bawang yang wajib dikupas. "Namun demi keamanan, saya awasi ketika mereka memotong bawang dan supaya hasilnya tidak terlalu tipis," ujar Yun.
Tantangan terbesar Yun Yuniasih adalah saat mengajarkan teknik menggoreng. Beberapa Tunanetra takut bersentuhan dengan kompor dan wajan berisi minyak panas, apalagi sampai memasukkan bahan ke dalam wajan. "Belum ada selangkah dekat kompor malah balik badan dan tak jadi menggoreng," ujar dia. Namun, ada pula Tunanetra yang berani mendekat ke kompor dan memasukan bahan ke wajan, tapi tidak bisa membolak-balik bahan makanan.
Tunanetra lainnya, Hadiyanti Ramadhani, 29 tahun, menyatakan ingin mengetahui tekstur makanan matang dari kelas memasak ini. Sebab, menurut dia, salah satu kelemahan Tunanetra ketika memasak adalah tidak dapat menakar tingkat kematangan masakan. "Ketika di rumah, ibu mengajarkan saya dengan menggunakan indikator visual, seperti misalnya warna makanan matang itu agak kecoklatan. Untuk saya yang low vision cara menakar seperti itu menyulitkan," ujar Hadiyanti.
Bagi Tunanetra, menakar kematangan makanan hanya dapat dilakukan melalui penciuman dan perabaan tekstur dengan spatula. Yun Yuniasih memberikan solusi menakar tingkat kematangan untuk Tunanetra, misalnya ketika menggoreng tempe tidak ada lagi bahan tempe yang menempel di wajan. Sebab, tanda Tempe yang sudah matang adalah tekstur yang kering dan tidak mudah hancur.
Jenis kesulitan lain yang dialami Tunanetra ketika memasak adalah mengolah bahan dengan tekstur yang agak tipis. Seperti misalnya telur dadar, atau bakwan. Seorang Tunanetra yang ingin belajar menggoreng telur adalah Andira Pramatyasari, 25 tahun. Pada sesi kelas memasak sebelumnya, Andira kesulitan membalik telur ketika mulai matang. "Saya khawatir begitu dibalik, masih ada bahan yang menempel di atas wajan dan tidak tepat masuk ke dalam wajan," ujar Andira.
Menurut Andira, penting bagi Tunanetra untuk belajar memasak. "Karena ini keterampilan dasar dan diterapkan untuk bertahan hidup,” ujar pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika ini.
Berdasarkan kebutuhan Tunanetra dalam mengolah makanan itulah, Kepala Bagian Administrasi dan Kerumahtanggaan Yayasan Mitra Netra, Tri Winarsih menyediakan fasilitas peralatan memasak, gas, dan beberapa bahan dasar untuk memasak. "Kami mengalokasikan dana sebesar Rp 250 ribu, untuk satu kali sesi kelas memasak," ujar Tri.
Selain memenuhi kebutuhan Tunanetra yang ingin belajar memasak, kelas ini merupakan bagian dari program rehabilitasi Tunanetra agar lebih mandiri. Memasak juga memiliki dampak positif bagi psikologi karena biasanya saat-saat seperti ini sesama Tunanetra bisa saling berbagi cerita atau curhat.