Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahmad Fuad Lubis menjadi batu sandungan pengacara Afrian Bondjol merekayasa kasus korupsi yang melibatkan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan pengacara Otto Cornelis Kaligis. Fuad membongkar permainan Afrian untuk membebaskan dua orang itu dari jeratan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis pekan lalu. Sidang ini merupakan sidang lanjutan kasus dugaan suap dengan terdakwa Kaligis. "Afrian menerapkan skema memutus mata rantai," kata Fuad.
Afrian menyusun skenario ini menyusul operasi tangkap tangan tim KPK pada 9 Juli yang meresahkan Kaligis dan Gatot. Maka disiapkan skenario agar keduanya lolos dari jerat hukum. KPK mencokok anak buah Kaligis, M. Yagari Bhastara alias Gerry, serta tiga hakim dan satu panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan yang menerima duit suap Rp 250 juta dari Gerry.
Suap itulah yang kemudian diduga membuat majelis hakim PTUN Medan mengabulkan sebagian gugatan Kaligis. Putusan itu menggugurkan surat panggilan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara terhadap Fuad atas perkara dugaan korupsi dana bantuan sosial pemerintah Sumatera Utara. Adapun Gatot risau karena sumber uang suap berasal dari dia dan istrinya, Evy Susanti. Dalam perkara bantuan sosial dan hibah, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan Rp 308,94 miliar yang belum dipertanggungjawabkan dan Rp 43,71 miliar penggunaan belanja bantuan sosial tidak sesuai dengan ketentuan.
Operasi yang dirancang Afrian untuk membebaskan dua orang itu terjadi di Bandar Udara Kualanamu, Medan, pada 13 Juli lalu. Ahmad Fuad Lubis, yang menjabat Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, mengingat betul peristiwa itu. Afrian, menurut Fuad, menggambarkan kondisi Gatot dan Kaligis ibarat kanker yang telah masuk stadium IV, yang artinya dekat dengan kematian. "Namun dia bilang masih bisa diselamatkan," kata Fuad.
Ketika itu Fuad belum tahu orang yang membuat skenario tersebut bernama Afrian Bondjol. Fuad tahu belakangan. Ketika diperiksa penyidik KPK pada 28 Juli lalu, kepadanya diperlihatkan foto seorang laki-laki untuk memastikan kebenaran orang si pembuat skenario kasus. "Ya betul, itu orangnya," ujar Fuad. Di balik foto itu, tertera nama Afrian Bondjol alias Boy.
Fuad menceritakan, ketika menyusun sandiwara kasus, Afrian menggambarkan posisi tiap orang lewat catatan di atas selembar kertas. Ada sejumlah nama dalam coretan itu, yakni Kaligis serta empat anak buahnya yang bernama Julius Irawansyah alias Iwan, Yurinda Tri Achyuni alias Indah, Gerry, dan sekretaris Kaligis bernama Yenny Octarina Misnan. Selain itu, ada nama Gatot dan istrinya, Evy Susanti, serta Fuad sebagai bawahan. Para hakim dan panitera penerima suap digabung dan masuk kelompok terakhir.
Di atas kertas, nama Gatot berada di bagian kiri atas, disambung menggunakan garis ke nama Evy di sebelah kanannya. Garis masih menyambung ke nama Yenny di ujung kanan atas kertas. Garis yang menyinggung Evy disebut "garis aliran dana". Awalnya garis dari Evy menyambung ke Gerry—karena Evy memang menyetorkan uang agar Gerry memberikannya kepada hakim PTUN Medan. "Garis aliran dana ini hendak dipotong sehingga tidak ada peran Evy," kata Fuad menirukan Afrian.
Garis yang dipotong bukan cuma itu. Dari nama Gatot, awalnya ada garis langsung ke nama Kaligis yang berada di bawah kiri kertas. Sebab, politikus Partai Keadilan Sejahtera itu memang sudah lama menggunakan jasa Kaligis sebagai pengacara pemerintahannya. Garis Gatot-Kaligis dipotong dengan cara memasukkan nama Ahmad Fuad Lubis di tengah-tengahnya. Artinya, dalam kasus suap, Kaligis bukan dibayar oleh Gatot, melainkan oleh Fuad. Argumen ini bisa diperkuat dengan memperlihatkan surat kuasa Fuad yang menunjuk Kaligis sebagai penasihat hukum.
Ada satu garis lagi yang dipotong, yaitu garis yang menghubungkan Kaligis dengan tiga anak buahnya secara berurutan dari Iwan, Indah, Gerry, hingga para hakim penerima suap. Garis dihilangkan sehingga hanya Gerry yang punya garis menyambung dengan kelompok hakim. "Gerry dijadikan tumbal," ujar pengacara Gerry, Haeruddin Massaro. Jika skenario berhasil, Kaligis bakal lepas dari jerat kasus suap tersebut lantaran peran bekas politikus Partai NasDem itu seolah-olah hilang.
Fuad mengisahkan, perlu satu jam bagi Afrian menjelaskan skenarionya. Semua disampaikan di dalam mobil Toyota Innova hitam yang berputar-putar di sekitar Kualanamu. Selain Afrian dan Fuad, ada empat orang lain di mobil: kolega Afrian bernama Vincencius Tobing alias Ando, Gatot, serta dua bawahan Gatot bernama Safruddin dan Pandapotan. Fuad hanya terdiam sampai Afrian selesai dan turun dari mobil untuk kembali ke Jakarta.
Sebenarnya pada awalnya Afrian Bondjol tak ikut-ikutan dalam urusan Kaligis dengan Gatot. Afrian memang pernah bekerja sepuluh tahun di kantor pengacara Kaligis. Namun, sejak 2012, ia tak lagi bekerja di situ. Setelah ditangkap pada 12 Juli lalu, Kaligis meminta tolong Afrian untuk menjadi pengacaranya. Kaligis meminta Afrian menyatakan kepada Gatot bahwa ia tidak menyuruh Gerry untuk memberi suap. "Kaligis minta saya bilang ke Gatot agar menyatakan tidak ada pembayaran dari Gatot ke Kaligis dalam penanganan perkara di PTUN Medan," ujar Afrian ketika diperiksa penyidik.
Mendapat perintah dari bekas bosnya, Afrian bergerak cepat. Malamnya, ia menemui Gatot dan Evy di restoran Seafood Terrace Hotel Grand Hyatt, Jakarta. Afrian mengumpulkan keterangan tentang dugaan suap tersebut. Evy menolak kemauan Kaligis yang meminta Gatot mengaku tak ada uang untuk pembayaran jasa pengacara. "Saya tak mungkin mengaku seperti itu karena sering membayar lawyer fee," kata Evy seperti ditirukan Afrian.
Merasa skenario itu tak bakal berhasil tanpa didukung Fuad, Gatot meminta Afrian ke Medan esok harinya, yaitu pada 13 Juli lalu, untuk bersama-sama menemui Fuad. Afrian menyanggupi dan terjadilah penyusunan skenario kasus di Kualanamu itu. Pada 14 Juli, Kaligis meminta Afrian menemuinya di Hotel Borobudur, Jakarta. Namun, sebelum pertemuan terjadi, KPK lebih dulu menangkap Kaligis.
Belakangan, usaha keras Afrian sia-sia. Fuad melawan karena paham hendak dikorbankan. Ketika diperiksa KPK pada 27 dan 28 Juli lalu, Fuad justru mengungkap permainan itu. Ia juga meminta perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban karena merasa terancam. Pengacara Fuad, Zulkarnain Nasution, membenarkan seluruh cerita ini. "Begitulah yang diceritakan Fuad," ujar Zulkarnain. Kaligis menyatakan tak tahu siasat yang disusun Afrian. "Saya tidak tahu sama sekali," kata Kaligis dalam persidangan.
Ketika dihubungi Tempo, Afrian Bondjol menolak berkomentar dan menyerahkan urusan fakta ke persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, tempat Kaligis disidang. Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo belum memastikan apakah lembaganya memperkarakan Afrian dengan tuduhan menghalang-halangi penyidikan. "Kami harus menguji dulu apakah penyidikannya benar-benar terganggu atau tidak," ujarnya.
Muhamad Rizki, Rezki Alvionitasari
Mediasi Berujung Tersangka
Patrice Rio Capella bak ditelan bumi. Setelah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi pada 23 September lalu, Sekretaris Jenderal Partai NasDem ini tak pernah muncul lagi. Dia absen dalam berbagai rapat di Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Ruang kerjanya di lantai 23 Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, pun tak pernah dia sambangi. "Sudah berhari-hari tak pernah ke sini," kata seorang anggota staf NasDem, Kamis pekan lalu.
Rio Capella terseret kasus dugaan pengaturan penyelidikan kasus penyimpangan bantuan sosial pemerintah Sumatera Utara di Kejaksaan Agung. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan anggota Komisi Hukum DPR ini sebagai tersangka dugaan suap dalam kasus itu, Kamis pekan lalu. Selain Rio, Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti, menjadi tersangka dalam kasus yang sama dengan tuduhan pemberi suap.
Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo mengatakan Rio diduga bertugas mengamankan kasus di Kejaksaan yang mengancam Gatot. Untuk "jasa"-nya ini, Gatot memberikan hadiah kepada Rio. Johan tak bersedia merinci berapa duit yang dialirkan Gatot untuk Rio. Pengacara Rio, Maqdir Ismail, mengakui kliennya pernah menerima uang sebesar Rp 200 juta. "Itu diberikan bukan oleh Gatot, melainkan orang lain," kata Maqdir. Menurut Maqdir, uang ini pun sudah dikembalikan Rio kepada pemberinya. Jaksa Agung M. Prasetyo membantah keterlibatan lembaganya dalam kasus suap Rio ini.
Kasus ini bermula ketika Kejaksaan Agung menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana bantuan sosial pemerintah Sumatera Utara 2009-2013 dan bantuan daerah 2013. Pada April 2015, Kejaksaan Agung memeriksa dua anak buah Gatot, yakni Ahmad Fuad Lubis dan Sabrina. Khawatir pemeriksaan Fuad dan Sabrina bakal menyeretnya, Gatot pun mencari siasat dengan mendekati politikus Partai NasDem.
Nama Rio Capella pertama kali terendus dalam rekaman pembicaraan telepon antara Gatot dan istrinya pada 4 Juni lalu. Dalam rekaman itu, Evy menyerahkan teleponnya kepada Siska, pengacara di kantor O.C. Kaligis sekaligus teman dekat Rio. Kepada Siska, Gatot menyatakan heran mengapa kasus penyelidikan dugaan penyimpangan bantuan sosial tak selesai di lingkup NasDem. Dia merujuk pada wakilnya, Tengku Erry Nuradi, dan Jaksa Agung M. Prasetyo, yang berasal dari NasDem.
Kegusaran Gatot beralasan mengingat sebulan sebelumnya sebuah pertemuan digelar di kantor NasDem, Jalan R.P. Soeroso, Gondangdia, Jakarta Pusat. Pertemuan itu dihadiri Ketua Umum Surya Paloh, Ketua Mahkamah Partai O.C. Kaligis, dan Tengku Erry. Surya kemudian mendamaikan Gatot dengan Tengku Erry.
Pertemuan tersebut tak membuat Gatot dan istrinya lega. Sebulan setelah islah di Gondangdia, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali memanggil anak buah Gatot untuk diperiksa. Dari Siska, Gatot mendapat kabar bahwa yang bisa berkomunikasi langsung dengan Prasetyo adalah Rio. "Saya dan istri saya membangun komunikasi dengan Rio Capella," ujar Gatot kepada penyidik.
Dalam dokumen pemeriksaan, Gatot menuturkan, upaya Rio memediasi penyelidikan kasus dana bantuan sosial diketahui Surya Paloh. Bos Media Group ini kemudian memarahi anak buahnya itu. Teguran Surya membuat Rio marah dan menuding upayanya menyelesaikan kasus dengan damai bocor ke mana-mana.
Sebelum dan setelah diperiksa KPK pada September lalu, Surya sempat memanggil Rio. Dia menasihati anak buahnya itu agar kooperatif. Surya juga menyampaikan ancaman, "Begitu kamu tersangka, kamu selesai di partai ini." Ucapan itu terbukti beberapa saat setelah Rio secara resmi menjadi tersangka. Satu setengah jam sebelum jumpa pers pada Kamis pekan lalu, Rio berbicara dengan Surya dan menyampaikan pengunduran diri sebagai anggota partai. Dalam pernyataan di website resmi NasDem, Rio menuturkan, "Saya mengundurkan diri sebagai anggota DPR dan Sekjen NasDem yang ikut saya besarkan."
Wayan Agus Purnomo, Hussein Abri Yusuf
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo