Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan Bela Negara Menuai Kritik
Kementerian Pertahanan merancang program pembentukan kader bela negara di semua kabupaten/kota di Indonesia. Kesepakatan awal program ini dituangkan dalam nota kesepahaman dengan sejumlah kementerian pada Kamis dua pekan lalu. Namun kebijakan ini langsung dikritik Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon. "Urgensinya apa? Menangani asap saja belum beres, apa yang harus dibela?" kata Fadli pada Selasa pekan lalu. Menurut dia, pemerintah semestinya berfokus pada persoalan ekonomi.
Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR Tubagus Hasanuddin mempertanyakan dasar hukum program ini. Apalagi pemerintah belum mengajukan rancangan undang-undang tentang bela negara. Menurut dia, DPR baru bisa menyiapkan anggaran jika undang-undang sudah terbentuk. "Termasuk mengatur siapa saja yang wajib memberikan pelatihan bela negara," ujarnya.
Direktur Bela Negara Kementerian Pertahanan Laksamana Pertama M. Faisal mengatakan program bela negara dikerjakan bersama sepuluh kementerian lain. Menurut Faisal, Kementerian sudah membuat pedoman pembentukan kurikulum pendukung bela negara. "Inisiatif Kementerian Pertahanan ini adalah bagian dari revolusi mental," ujarnya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan membantah anggapan bahwa program ini sama seperti wajib militer di Korea Selatan dan Singapura. "Kebijakan ini bertujuan meningkatkan kedisiplinan anak muda," katanya.
Kisah Lama Bela Negara
Undang-Undang Nomor 66 Tahun 1958 tentang Wajib Militer
Pasal 1 huruf a: Wajib militer ialah kewajiban warga negara menyumbangkan tenaganya dalam angkatan perang.
Pasal 2 ayat 1: Setiap warga negara menjadi pewajib militer mulai pada tahun takwim ia mencapai umur 18 tahun sampai pada tahun takwim ia mencapai umur 40 tahun.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
Pasal 9 ayat 1: Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.
Pasal 9 ayat 2: Keikutsertaan bela negara meliputi empat hal, yakni pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai anggota TNI, dan pengabdian sesuai dengan profesi.
Draf RUU Komponen Cadangan menyatakan setiap warga negara wajib menjadi komponen tentara cadangan.
Pasal 8 dan 9 menyatakan pegawai negeri sipil, warga negara berusia 18 tahun, dan mantan prajurit TNI wajib menjadi komponen cadangan.
Sepuluh Tersangka Pembakar Gereja
Kepolisian Republik Indonesia menetapkan sepuluh tersangka pembakaran Gereja Deleng Lagan di Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, pada Selasa pekan lalu. Sedangkan terkait dengan penembakan dalam kerusuhan di wilayah itu, polisi belum menetapkan tersangka. Tiga tersangka sudah ditahan dan tujuh masih buron.
"Kami sudah mengantongi nama provokatornya," kata juru bicara Polri, Inspektur Jenderal Anton Charliyan, Kamis pekan lalu. Kepolisian sudah memeriksa 45 saksi yang berada di lokasi saat pembakaran gereja terjadi. Kepolisian menyatakan situasi di Singkil sudah semakin kondusif.
Selasa pekan lalu, Gereja Huria Kristen Indonesia Deleng Lagan dibakar kelompok intoleran. Seorang tokoh agama setempat, Pendeta Erde, bercerita bahwa awalnya sekitar 700 penduduk mendatangi Gereja Deleng Lagan dengan berbagai kendaraan.
Massa kemudian membakar gereja tersebut. Setelah pembakaran ini, massa bergerak ke gereja di Danggurun, Kecamatan Simpang Kanan, yang berjarak sepuluh kilometer dari Gereja Deleng Lagan. Pembakaran ini bisa dicegah dengan blokade tentara dan kepolisian. Namun bentrokan antarkelompok tak terhindarkan. "Saya mendengar informasi ada satu orang meninggal," ujar Pendeta Erde.
Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti menuturkan, awalnya ada kesepakatan penertiban 21 gereja yang tak berizin pada 19 Oktober. Namun kesepakatan ini buyar karena pada Selasa pekan lalu masyarakat sudah berkumpul di Masjid Libat Simpang Kanan, Singkil. Mereka kemudian membakar sebuah gereja. Badrodin menduga pembakaran ini sudah direncanakan.
Pasal Kretek Dihapus
Komisi Kebudayaan dan Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat bersepakat menghapus pasal tentang kretek dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kebudayaan. Ketua Komisi Kebudayaan Teuku Riefky Harsya mengatakan kesepakatan ini diambil melalui rapat internal Komisi pada Rabu pekan lalu. "Rapat dihadiri semua fraksi," ujarnya.
Riefky menuturkan, keputusan diambil setelah setiap perwakilan fraksi diberi waktu berkonsultasi dengan fraksi masing-masing selama dua pekan. Sebanyak sembilan fraksi di DPR setuju ketentuan mengenai kretek dihapus karena menimbulkan polemik di masyarakat. Hanya satu fraksi yang masih berkukuh kretek tetap diatur dalam RUU Kebudayaan, yakni Golkar.
Wakil Ketua Badan Legislasi Firman Soebagyo mengatakan rapat Komisi Kebudayaan yang mencabut aturan mengenai kretek melanggar Tata Tertib Dewan. Politikus Partai Golkar ini beralasan, penghapusan pasal itu dilakukan sepihak tanpa rapat di Badan Musyawarah Dewan. "Kenapa sebelum dibawa ke Badan Musyawarah sikap Komisi malah berubah? Ini aneh," ujar pengusul pasal kretek tersebut.
Riefky menampik tudingan Firman. Menurut dia, penghapusan ini sesuai dengan mekanisme di lingkup internal Dewan terkait dengan penarikan rancangan undang-undang. Penasihat Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Kartono Mohamad, mengapresiasi langkah Komisi Kebudayaan menghapus ketentuan tentang kretek.
Revisi Undang-Undang KPK Hanya Ditunda
Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah bersepakat menunda pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi hingga masa sidang Dewan berikutnya. Dewan memasuki masa reses pada 31 Oktober mendatang. Masa sidang berikutnya akan dibuka pada pertengahan November.
"Kami menghitung, lebih nyaman berkonsentrasi dulu pada perbaikan ekonomi," ujar Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan seusai pertemuan Presiden Joko Widodo dengan pimpinan DPR, Selasa pekan lalu. Adapun Ketua DPR Setya Novanto mengatakan pembahasan revisi Undang-Undang KPK bakal dilakukan pada masa sidang selanjutnya.
Revisi ini menuai kontroversi karena hendak memangkas sejumlah kewenangan komisi antikorupsi. Dalam pembahasan di Badan Legislasi, dua pekan lalu, ada sejumlah pasal yang berpotensi melemahkan KPK. Misalnya pembatasan usia KPK selama 12 tahun, fungsi sebatas pencegahan, batas kerugian negara dalam kasus yang ditangani diperbesar menjadi Rp 50 miliar dari semula Rp 1 miliar, penghapusan kewenangan penuntutan, keharusan penyelidik KPK dari kepolisian dan kejaksaan, serta penyadapan yang harus seizin pengadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo