Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bandung Hampir tiap malam, selama dua pekan terakhir ini, kelompok masyarakat yang menamakan diri Forum Masyarakat Bandung Bersatu (FMBB) menyatroni bar, diskotek, dan tempat hiburan lainnya yang ada di seputar Bandung. Aksi antijudi, prostitusi, narkotik, dan obat-obatan itu dimotori pemimpin pesantren Daarut Tauhid, Ustadz Abdullah Gymnastiar. Salah satu sasaran mereka adalah Diskotek Laguna, yang berada di Jalan Gardujati, Bandung, yang disatroni Senin pekan lalu. Ustadz Abdullah bersama massanya yang mengenakan seragam hitam-hitam ala ninja dan mengendarai 100-an sepeda motor bergerak menuju Diskotek Laguna. Tempat prostitusi yang berkedok kamar musik itu diminta agar ditutup. Jika tidak, massa mengancam akan menutup paksa. Ternyata permintaan itu tak diacuhkan. Maka, massa mencoba merangsek maju. Akibatnya, dua orang anggota FMBB, Indra dan Kuswara, babak-belur dihantam batangan besi oleh preman penjaga diskotek. Massa bergerak lagi. Kali ini sasarannya percetakan kupon toto gelap di Jalan Rajawali. Sebelumnya, tempat itu diobrak-abrik kelompok serupa, Gerakan Bandung Peduli (GBP), pimpinan Rusman dan Hendrik. Namun, percetakan yang berkedok supermarket mini itu tetap mencetak kupon judi. Bahkan membentuk lembaga tandingan, Forum Anti Hukum Rimba (Fahri). Usai itu, massa FMBB menyatroni tiga tempat judi di Bandung. Bandar judi ini ternyata dibekingi Ketua Angkatan Muda Siliwangi (AMS) dan Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), Johny Hidayat. Tempat judi itu sempat tutup, tapi tak lama kemudian dibuka lagi. Bahkan Johny mengecam cara FMBB, yang dianggapnya melanggar batas kewenangan masyarakat sipil. "Kewenangan itu kan ada pada polisi,'' ujarnya. Sebaliknya, polisi menilai positif aksi FMBB dan GBP itu. "Aksi itu cukup efektif memberantas perjudian,'' kata Kepala Polisi Wilayah Kota Besar Bandung, Kolonel Yusuf Mangga Sibarani.
Tegal Akhirnya, bekas wali kota Tegal, Kolonel M. Zakir, dihukum dua tahun penjara. Zakir, menurut Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tegal, Jawa Tengah, Agustinus Ramelan, terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Bekas Komandan Kodim Tegal itu menilap uang negara Rp 73 juta selama lima tahun menjabat. Ia, antara lain, menjual tanah Departemen Pertanian, membuat berita acara fiktif untuk memperoleh dana APBD, dan menyelewengkan dana Gerakan Sayang Ibu. Putusan hakim ini lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Yusuf Supardi, yang hanya menuntut hukuman satu setengah tahun penjara. Putusan hakim ini disambut gembira ribuan masyarakat Tegal yang menyaksikan persidangan, berbeda dengan Kolonel Zakir, yang tampak lemas mendengar putusan itu. "Saya tak menerima putusan ini. Putusan itu lebih banyak dipengaruhi oleh politik daripada rasa keadilan," katanya seusai sidang.
Purwokerto Ketua DPRD Banyumas, Jawa Tengah, Dokter Tri Waluyo Basuki, Minggu dua pekan lalu diperiksa Polres Banyumas. Ia dituduh menghalangi eksekusi tanah seluas 1.494 meter persegi yang terletak di Jalan Ahmad Yani, Purwokerto. Peristiwa itu menyebabkan Soeprowo, panitera Pengadilan Negeri Purwokerto, cedera kena lemparan asbak di wajahnya. Kejadiannya berlangsung saat Soeprowo dan pasukannya akan mengeksekusi tanah dan bangunan rumah kayu yang sudah 42 tahun dihuni oleh Sumardjo dan tiga keluarga lainnya yang terdiri dari 28 jiwa itu. Tanah itu, dulu, dikenal milik Ny. Kaliyem, istri Marta Maurist, warga Belanda yang meninggal pada 1951. Karena kosong, rumah tersebut ditinggali empat anak-beranak itu sejak 1952. Segala pajak yang berkaitan dengan rumah/tanah itu dibayar Sumardjo dkk. Akhirnya, timbul sengketa dengan ahli waris Ny. Kaliyem. Dua pekan lalu sang ahli waris, Ny. Syamsinah, diputus menang oleh Mahkamah Agung. Saat eksekusi, tiga pimpinan DPRD Banyumas ikut hadir bersama puluhan warga yang melakukan aksi protes. Menurut Ketua DPRD Banyumas, kehadirannya di tempat itu karena permintaan warga yang tereksekusi. "Kehadiran kami tidak untuk menghalangi ekskusi. Kami hanya ingin tidak terjadi ekses yang lebih luas. Sebab, massa sedang marah," ujarnya. Namun, bagi panitera, hadirnya ketiga wakil rakyat itu dituduh mencampuri eksekusi. Akhirnya, panitera Soeprowo bersitegang dengan Dokter Tri. Saat itulah tiba-tiba asbak beling melayang ke muka Soeprowo dan melukainya. Panitera itu mengadukan perlakuan yang diterimanya ke ketua pengadilan, yang meneruskannya ke polisi. "Saya tidak tahu yang melempar asbak ke muka Soeprowo," kata Tri mengelak dari tuduhan. Senin pekan lalu, sehari setelah Tri diperiksa, polisi menangkap Suratman, di rumah dinas Ketua DPRD Banyumas. Lelaki inilah kini yang dituduh melempar asbak itu. Lalu kenapa Suratman ada di rumah Tri? "Saya tidak tahu bahwa Suratman yang melempar asbak. Lagi pula, rumah saya terbuka 24 jam buat siapa saja," ujarnya.
Lombok Pekan lalu polisi menangkap lima orang yang diduga mengedarkan uang palsu di Lombok, Nusatenggara Barat (NTB). Para pengedar itu sudah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi NTB. Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), Suharto A. Satari, uang palsu yang tengah diusutnya mencapai puluhan juta rupiah. "Kami menduga, peredaran uang palsu ini berasal dari jaringan pengedar di Jakarta,'' katanya. Uang palsu yang beredar di Lombok dalam bentuk pecahan Rp 20 ribuan dan Rp 50 ribuan bergambar Soeharto. Biasanya, peredarannya dilakukan pada malam hari, dengan cara belanja di warung-warung. Seorang tersangka pengedar uang palsu, Mahakim, warga Selag Alas, Mataram, mengaku membeli uang palsu seharga Rp 2 juta dari Amin asal Jember, Jawa Timur. Namun, yang dituduh kini masih dalam pencarian polisi. "Kami akan melakukan tuntutan hukum seberat-beratnya dengan pidana penjara 15 tahun untuk kasus uang palsu ini,'' kata Kajati.
Tomohon, Minahasa Sejumlah peralatan di tempat ibadah Gereja Katolik Hati Kudus Yesus Tomohon, Minahasa, dirusak Rabu pekan lalu. Padahal, Sidang Raya Dewan Gereja se-Asia yang diikuti 18 negara, mewakili 108 gereja, baru saja dibuka Gubernur Sulawesi Utara, A.J. Sondakh. Perusakan itu, menurut Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Josef Suwatan, disengaja untuk memancing umat Kristen bereaksi. "Saya bersyukur umat tidak terpancing. Saya punya firasat, ada yang mau meneror dan memancing kemarahan di gereja," katanya. Sebaliknya, Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Utara, Brigadir Jenderal Erald Dotulong, menyatakan bahwa perusakan di se-Asia ke-11 yang berlangsung selama sepekan. "Orang yang Minahasa tidak ada kaitannya dengan Sidang Raya Dewan Gereja merusak gereja itu sudah mabuk. Awalnya, dia minum anggur dulu. Setelah mabuk, dia masuk gereja," ujar Kapolda.
Ternate Perang kembali pecah di Maluku, Senin pekan lalu. Kali ini terjadi di Desa Mamuya, perbatasan Galela dan Tobelo, Maluku Utara. Akibatnya, 52 orang tewas dan lebih dari 100 luka berat. Pihak gereja menuduh kelompok Islam yang memulai pertikaian ini lagi. Pasukan jihad yang rumahnya dibakar habis orang Kristen pada Desember lalu menyerang desa Kristen di Mamuya dengan senjata organik. "Kami mendengar bunyi rentetan peluru yang tak henti-henti,'' ujar Thomas, aktivis gereja di Galela. Serangan itu menewaskan 24 orang Kristen, 52 orang luka-luka, 150 rumah dan 1 rumah ibadah dibakar. Tapi pihak Kristen segera membalas, dan korban pun jatuh di pihak seberang. Namun, ribuan orang yang tidak mau menjadi korban perseteruan yang tak jelas ini lari mengungsi ke Manado dan Halmahera. Jumat pekan lalu pasukan keamanan dari Kompi Senapan C 732 Tobelo diterjunkan untuk menghentikan pertikaian itu. Tapi masih terjadi serangan di beberapa tempat secara sporadis, yang diduga dilakukan oleh aparat keamanan yang membela keluarganya yang menjadi korban. Panglima Daerah Militer XVI/Pattimura, Brigadir Jenderal Max Tamaela, mengaku belum tahu penyebab awal meletusnya petikaian itu lagi. "Saya telah memerintahkan aparat agar menembak di tempat perusuh-perusuh itu," katanya. Ahmad Taufik (laporan dari daerah-daerah)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo