Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - DPR RI membahas rencana revisi sejumlah undang-undang pada masa sidang V tahun sidang 2023/2024 yang berlangsung sejak dibuka pada 14 Mei lalu hingga 11 Juli 2024 mendatang. Pembahasan sejumlah peraturan itu bertepatan dengan akan berakhirnya masa jabatan anggota dewan periode 2019-2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masa jabatan anggota DPR periode ini akan berakhir pada Oktober 2024. Hanya tersisa satu masa sidang lagi setelah masa sidang kali ini sebelum anggota parlemen masa jabatan selanjutnya dilantik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pakar hukum tata negara, Herdiansyah Hamzah, mengatakan proses legislasi yang tengah dilakukan DRP begitu memasuki masa sidang kali ini amat buruk. Proses itu melabrak semua prinsip dan cenderung memaksakan kehendak guna merealisasikan kepentingan politik sepihak.
Karena basisnya kepentingan politik, Herdiansyah menilai, tidak sulit untuk menyatakan agenda revisi masif terhadap sejumlah undang-undang ini kental nuansa politis ketimbang penguatan hukum. "Ini seperti proses menyandera undang-undang guna memuluskan syahwat politiknya," kata Herdiansyah saat dihubungi, Kamis, 16 Mei 2024.
Ada sejumlah rencana revisi undang-undang yang menjadi sorotan dalam satu minggu pertama masa sidang kali ini. Adapun sejumlah revisi undang-undang yang sedang dalam pembahasan adalah sebagai berikut:
1. Revisi UU Mahkamah Konstitusi
Pemerintah dan DPR telah menyepakati untuk merevisi Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi atau UU MK. Kesepakatan tersebut diambil pada 13 Mei 2024, saat DPR masih dalam masa reses.
Perubahan keempat UU MK menjadi dasar recall (penarikan kembali) hakim konstitusi dengan mekanisme evaluasi per lima tahun oleh lembaga pengusul. Pengaturan ini dikhawatirkan sejumlah pegiat hukum dapat mengancam independensi dan imparsialitas kewenangan konstitusional MK.
Sementara itu, pasal 87 perubahan keempat UU MK menjadi aturan peralihan yang akan mempengaruhi hakim konstitusi petahana. Yaitu, dengan mengatur perlunya persetujuan lembaga pengusul bagi hakim konstitusi untuk melanjutkan masa jabatannya.
2. Revisi UU Kementerian Negara
Ada tiga materi yang diubah dalam penyusunan revisi UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, mulai dari jumlah menteri hingga status wakil menteri. Pertama, penghapusan Pasal 10 UU Kementerian Negara mengenai pengangkatan wakil menteri.
Kedua, perubahan Pasal 15 UU Kementerian Negara mengenai jumlah kementerian paling banyak 34 kementerian. Artinya, presiden bisa bebas menetapkan berapa jumlah kementeriannya.
Ketiga, penambahan ketentuan mengenai tugas pemantauan dan peninjauan undang-undang Undang-undang Kementerian Negara. Adapun materi ini ada di ketentuan penutup.
3. Revisi UU Penyiaran
Sejumlah pasal dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran atau UU Penyiaran menuai polemik. Dokumen tertanggal 27 Maret 2024 itu dikritik karena ada pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers.
Beberapa pasal yang dianggap dapat menghambat kebebasan pers di Indonesia, yakni larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Kemudian revisi UU Penyiaran juga berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI dengan Dewan Pers soal sengketa jurnalistik.
4. Revisi UU Polri dan UU TNI
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan DPR mendapatkan permintaan untuk merevisi UU Polri dan UU TNI. Permintaan itu datang setelah DPR sebelumnya melakukan revisi Undang-Undang Kejaksaan pada 2021. Revisi itu salah satunya mengubah usia pensiun dan usia jabatan fungsional jaksa, yang kini juga diminta untuk Polri dan TNI.
"Ada permintaan untuk melakukan revisi UU Polri dan UU TNI agar dapat sama dengan UU Kejaksaan tentang masa pensiun dan masa berakhirnya jabatan fungsional," kata Dasco usai Rapat Paripurna DPR RI Ke-17 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung DPR, Senin, 20 Mei 2024.