Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dai Diminta Berceramah Bahaya Terorisme

Masyarakat diminta tidak menelan informasi mentah-mentah.

18 Mei 2018 | 00.00 WIB

Dai Diminta Berceramah Bahaya Terorisme
Perbesar
Dai Diminta Berceramah Bahaya Terorisme

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

JAKARTA – Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), As’ad Said Ali, menyarankan agar bulan Ramadan dimanfaatkan para dai untuk memberikan ceramah tentang bahaya radikalisme dan terorisme yang dilakukan orang-orang fasik atau jahat. Menurut As’ad, Ramadan adalah waktu yang tepat bagi masyarakat untuk memerangi ujaran kebencian serta penyebaran paham radikal dan terorisme. "Bulan ini kita diwajibkan bisa menahan diri dari segala macam yang membatalkan puasa, utamanya bicara ngelantur, hoax, dan menjelekkan orang. Dan satu lagi, menahan diri untuk melakukan tindakan terorisme yang mengatasnamakan agama," kata As’ad di Jakarta, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Selain menyarankan para dai memberikan ceramah tentang bahaya terorisme, As’ad meminta seluruh masyarakat untuk bertabayun atau cek dan ricek berita yang bertebaran. Sebab, kelompok radikal sering menggunakan media, baik konvensional maupun sosial, untuk menyebarkan hoax guna mengadu domba sehingga terjadi keributan dan keresahan dalam masyarakat. "Tidak boleh menelan informasi apa adanya. Harus dikonfirmasi dan dipikir apakah sisinya sesuai dengan ajaran agama atau sebaliknya, ingin menghancurkan agama," kata lulusan Universitas Gadjah Mada ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

As’ad menilai teror bom di Surabaya beberapa hari lalu sengaja dilakukan oleh kelompok radikal untuk mengganggu kedamaian dan kekhusyukan umat Islam menyambut Ramadan. Mantan Wakil Ketua Umum PBNU ini menyebutkan teror yang dilakukan kelompok Jamaah Ansharud Daulah (JAD) itu bukan termasuk ajaran Islam.

Teror menjelang Ramadan bermula dari kerusuhan di Rumah Tahanan Salemba cabang Markas Komando (Mako) Brimob, Depok, Selasa pekan lalu. Kerusuhan itu menewaskan lima polisi dan seorang narapidana anggota teroris. Sehari setelah kerusuhan reda, seorang anggota intelijen Mako Brimob ditusuk orang tak dikenal. Teror merembet ke Surabaya. Kali ini serangan bom bunuh diri terjadi di tiga gereja, di depan Mapolres Surabaya, dan di Rusunawa Wonocolo. Bom di Jawa Timur tersebut mengakibatkan 28 orang tewas dan 57 orang luka-luka.

Serangan teror juga terjadi di Markas Kepolisian Daerah Riau di Pekanbaru, dua hari lalu. Lima orang dari kelompok teroris anggota Negara Islam Indonesia menyerang menggunakan pedang samurai. Serangan kelompok yang terafiliasi dengan JAD ini menewaskan seorang polisi dan melukai dua wartawan. Empat pelaku penyerangan tewas tertembak.

Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi Paramadina, Ihsan Ali Fauzi, menyampaikan bahwa penyebaran paham radikalisme mudah dilakukan dalam lingkungan keluarga. Itu yang menjelaskan pelaku pengeboman di Surabaya melibatkan anak dan istri. Menurut Ihsan, keamanan yang makin meningkat mendorong rekrutmen berbasis keluarga dianggap lebih aman. Penularan paham radikalisme di dalam keluarga juga sulit dideteksi. "Ikatan keluarga mempercepat radikalisasi, bukan lagi pertimbangan politik atau ideologi, tapi ikatan keluarga," kata Ihsan. REZKI ALVIONITASARI | MAYA AYU PUSPITASARI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus