Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dalam Amuk Sungai Cimanuk

Banjir bandang menerjang tujuh kecamatan di Kabupaten Garut. Dipicu alih fungsi hutan.

26 September 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAJANG mendapat firasat buruk dua jam sebelum gelombang bah menerjang rumahnya di Kampung Sindangheula, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa pekan lalu. Rasa khawatir dia lontarkan saat berbincang dengan Endan, adik iparnya, di teras rumah. Ketika itu, hujan besar tengah mengguyur kampungnya.

Jajang dan Endan tinggal bersebelahan di bangunan permanen berpetak. Sungai Cimanuk berada sekitar sepuluh meter di depan rumah mereka. Jajang merasa belakangan ada yang tidak beres dengan sungai itu karena, kalau hujan turun, air kerap meluap. "Perasaan saya saat itu enggak enak," ujar Jajang, Kamis pekan lalu.

Benar saja, setelah perbincangan itu selesai, tiba-tiba terjadi kegaduhan di luar rumah. Teriakan "Allah Akbar" bergema di mana-mana. Penasaran, Oneng, istri Jajang, bergegas ke luar rumah. Tapi, begitu dia membuka pintu, air dengan cepat masuk dan menggenangi rumah hingga setinggi 30 sentimeter. "Dari luar, air cukup deras terus masuk ke dalam rumah," kata perempuan 34 tahun itu.

Genangan air semakin lama semakin tinggi. Tanpa pikir panjang, Jajang dan Oneng menumpuk meja dan kursi serta menjebol eternit dan genting untuk mencapai atap rumah. Cara ini juga dilakukan Endan dan istrinya, Aneu, serta dua anak mereka, Jaka, 14 tahun, dan Salwa, 6 tahun, di rumah sebelah. Begitu pula Rizal dan istrinya, Sinta, 21 tahun, serta anak mereka, Rizki, 4 tahun.

Dengan cepat, air bah meninggi hingga tiga meter dan hampir mencapai atap rumah mereka. Jajang mengajak istri dan saudara-saudaranya berenang menuju sejumlah pohon kemiri di samping rumah.

Puluhan orang berupaya menyelamatkan Jajang dan keluarganya. Mereka tinggal tak jauh dari rumah Jajang, tapi di tanah yang lebih tinggi. Rizal, Sinta, Rizki, Jaka, dan Salwa dapat dievakuasi menggunakan ban dalam mobil. Tapi Endan dan Aneu tak sempat ditolong. "Rumah roboh dihantam air sebelum mereka dievakuasi," ujar Jajang. "Mereka hanyut terbawa arus."

Sedangkan Jajang dan Oneng hampir tiga jam menahan arus air dengan memeluk pohon. Ketika mereka hampir putus asa, sebuah potongan atap rumah berbahan kayu sepanjang lima meter yang terbawa arus tiba-tiba mendekat. Pelan-pelan Jajang dan Oneng merangkak di atas kayu itu. Mereka akhirnya berhasil meraih jendela sebuah rumah yang terendam hampir satu meter. Di situ, mereka bertahan dan menunggu pertolongan. Tak lama kemudian, penduduk mengevakuasi keduanya. "Saya dan istri langsung pingsan setelah dievakuasi," kata Jajang. Keduanya baru sadar pada Rabu siang pekan lalu di Rumah Sakit Guntur Garut.

Kini Jajang dan beberapa anggota keluarganya mengungsi di Markas Komando Resor Militer 062/Tarumanagara, Garut. Mereka menunggu kabar dari tim search and rescue gabungan yang tengah mencari Endan dan Aneu. Keduanya masuk daftar 23 warga yang hilang dalam bencana banjir bandang di Kabupaten Garut pada Selasa itu. Hingga Kamis pekan lalu, tercatat pula 27 korban tewas, puluhan korban luka ringan dan berat, serta lebih dari 800 orang mengungsi akibat bencana ini.

Banjir bandang ini melanda tujuh kecamatan di Kabupaten Garut, yakni Bayongbong, Garut Kota, Tarogong Kidul, Tarogong Kaler, Banyuresmi, Karangpawitan, dan Samarang. Sebanyak 633 rumah terendam, 57 hanyut, dan 7 roboh akibat bencana ini. Kerusakan paling parah dan korban jiwa paling banyak terjadi di Garut Kota dan Tarogong.

Banjir bandang terjadi akibat meluapnya Sungai Cimanuk. Banjir diduga disebabkan oleh alih fungsi hutan di kawasan hulu Sungai Cimanuk, yakni di Kecamatan Cisurupan, Cigedug, dan Cikajang. Wakil Bupati Garut Helmi Budiman mengatakan alih fungsi lahan terjadi karena Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat tak berjalan sesuai dengan harapan. "Kami sudah lama memberikan peringatan," ujarnya.

Prihandoko (Jakarta), Sigit Zulmunir (Garut)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus