Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), untuk mempertimbangkan beberapa hal sebelum menggelar kembali Ujian Nasional atau UN tahun ajaran 2025/2026.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri mengatakan terdapat tiga hal yang harus menjadi pertimbangan Kemendikdasmen sebelum menggelar kembali UN. Pertama, tentang asesmen standar bagi murid yang menurut Iman harus memiliki kejelasan dari faktor tujuan, fungsi, anggaran pembiayaan, kepesertaan, instrumen, gambaran teknis, hingga dampak yang ditimbulkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jika UN digunakan sebagai penentu kelulusan siswa, ini jelas harus ditolak. Karena bersifat high-stakes testing bagi murid," kata Iman dalam keterangan resminya pada Sabtu, 4 Januari 2025.
Menurut dia, kementerian yang dipimpin Abdul Mu'ti ini juga harus memperhatikan berbagai asesmen bagi murid yang bertujuan untuk mengevaluasi sistem pendidikan. Di antaranya asesmen dibentuk sesuai tujuan sistem pendidikan, penilaian bersifat tidak memberikan resiko apapun terhadap capaian akademik murid, serta asesmen harus memuat informasi komprehensif dari input, proses, hingga output pembelajaran.
Kemudian, pertimbangan kedua yakni fungsi UN yang sebelumnya mencampurkan penilaian evaluasi akhir bagi murid, formatif bagi sekolah. Iman mengatakan, kala itu asesmen ini menjadi alat untuk menyeleksi murid untuk masuk ke jenjang pendidikan di atasnya, dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang menggunakan nilai Ujian Nasional.
"UN pada masa lampau sangat tidak adil, hanya berorientasi kognitif, mendistorsi proses pendidikan itu sendiri, dan mengkotak-kotakan mana mata pelajaran penting dan yang tidak," tutur dia.
Pada pertimbangan ketiga, Iman membandingkan saat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih dijabat oleh Anies Rasyid Baswedan serta Muhajir Effendy. Menurut dia, kala itu UN tetap diadakan namun tidak digunakan sebagai penentu kelulusan para murid.
Iman menuturkan, jika UN kembali diadakan oleh Kemendikdasmen harus memiliki tujuan yang jelas hingga teknis implementasi pengadaan Ujian Nasional ini. "Apakah ujiannya berbasis mata pelajaran, apa saja? empat mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran pilihan untuk SMA atau SMK atau MA? Atau justru semua pelajaran yang di UN kan?," ujar Iman.
Menurut dia, skema Ujian Nasional menggunakan tiga mata pelajaran wajib serta satu mata pelajaran peminatan, merupakan bentuk diskriminasi terhadap mata pelajaran wajib lainnya. Seperti Pendidikan Pancasila, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK), Seni Budaya, dan Pendidikan Agama yang pernah dilakukan pada jenjang SMA, SMK, serta MA.
Dia menyaran agar Ujian Nasional untuk mengevaluasi implementasi kurikulum harus meliputi semua mata pelajaran dalam standar isi yang diujikan. Sementara itu, Iman memprediksi penggunaan anggaran jika Ujian Nasional menggunakan semua mata pelajaran mencapai Rp 500 miliar.
"APBN untuk Kemendikdasmen tahun 2025 saja hanya Rp 33,5 triliun. Rasanya anggaran UN yang besar itu akan mengganggu program prioritas pendidikan yang lain," ucap dia.
Pilihan Editor: Alasan PGRI Dukung Penerapan Kembali Ujian Nasional