Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dana Desa Rawan Disandera Inkumben

"Indikasi pemanfaatan dana desa demi kepentingan kepala daerah terjadi merata di seluruh Indonesia."

14 September 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dana Desa Rawan Disandera Inkumben

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mensinyalir adanya potensi pemanfaatan dana desa untuk kepentingan pemilihan kepala daerah. Menurut dia, kepala daerah bisa menahan penyaluran dana desa demi alat tawar-menawar untuk memenangi kontestasi pada 9 Desember nanti.

"Saya mengimbau kepala daerah segera menyalurkan dan tidak menyandera dana desa," kata Tjahjo di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, kemarin.

Tjahjo menegaskan, dana desa hanya digunakan untuk pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa. "Jangan dijadikan alat politis menjelang pemilihan kepala daerah serentak," ujar dia.

Sebanyak 261 daerah dipastikan mengikuti pilkada serentak. Komisi Pemilihan Umum mencatat, 173 orang dari 799 pasangan peserta pilkada merupakan inkumben. Artinya, mereka adalah kepala daerah atau wakil di wilayah yang dipimpin kini atau di wilayah lain.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar juga menyampaikan kerisauan serupa. Ia mengatakan ada kepala daerah yang menahan dana desa untuk menjamin pemenangan saat pilkada. Dana desa, kata dia, akan terus disandera sampai para kepala desa menyanggupi keinginan kepala daerah tersebut.

Menurut Marwan, indikasi pemanfaatan dana desa demi kepentingan kepala daerah terjadi merata di seluruh Indonesia. "Menjelang pilkada yang tinggal hitungan bulan, para kepala daerah makin getol melakukan hal tersebut," kata dia dalam acara diskusi dengan kepala desa dan kepala kelurahan se-Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Sabtu lalu.

Marwan mengatakan indikasi itu menguat karena dana desa dari pemerintah pusat ke kabupaten dan kota sudah terdistribusi seratus persen. Total dana yang dikucurkan tahun ini mencapai Rp 20,77 triliun untuk 74.093 desa. Namun masih ada lebih dari 40 ribu desa yang belum menerima dana tadi. Mayoritas desa yang belum menerima berada di luar Pulau Jawa.

Komisioner Badan Pengawas Pemilu Daniel Zuchron mengatakan calon inkumben berpotensi mempolitisasi birokrasi, salah satunya kepala desa, melalui penyaluran dana desa. Potensi pelanggaran ini semakin tinggi karena selama September sampai November bertepatan dengan masa kampanye. "Kegiatan pemerintah dan kampanye pilkada bertemu dalam satu lokus, yaitu kepala desa," ujar dia.

Menurut Daniel, politisasi birokrasi kepala desa lewat dana desa ini mirip modus penyalahgunaan dana bantuan sosial, yang marak menjelang pilkada. Padahal dana desa tak ada sangkut-pautnya dengan pilkada. "Jangan sampai pilkada menjadi lahan politisasi program pemerintah, dalam hal ini dana desa," katanya.

Wakil Ketua Komisi Pemerintahan DPR, Arif Wibowo, tak memungkiri kemungkinan adanya kepala daerah yang sengaja menahan penyaluran dana desa demi kepentingan politisnya. "Mungkin ada beberapa. Tetapi itu kan tidak banyak," ujar dia.

Arif mengatakan kepala daerah dilarang menahan penyaluran dana desa. Namun, menurut dia, lambatnya pencairan dan penyaluran dana desa tak semata karena ulah nakal kepala daerah. "Sebagian juga karena kesiapan desa yang tidak memadai." REZA ADITYA | BADAUNI A.P. (MAROS) | MAHARDIKA


Tak Semua Daerah Siap

Lebih dari 60 persen dari jumlah desa di Indonesia belum menerima dana desa. Padahal pemerintah pusat telah menganggarkan duit negara sebesar Rp 20,77 triliun. Bahkan tahun depan angkanya ditingkatkan menjadi Rp 46,98 triliun.

Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Ahmad Erani Yustika, mengatakan penyaluran dana desa tahun ini lambat karena merupakan pengalaman pertama bagi para kepala daerah dan aparat desa. Mereka, kata Erani, masih meraba dan menyesuaikan diri dengan aturan baru. "Persoalannya, kemampuan desa dan bupati itu berbeda-beda," kata dia saat dihubungi, kemarin.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah pusat tengah merampungkan surat keputusan bersama antara Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. "Peraturan ini mencoba menyederhanakan agar kebingungan desa dan bupati tidak menjadi kendala," kata Erani.

Wakil Ketua Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat, Arif Wibowo, mengatakan faktor kesiapan desa memang menjadi problem tersendiri. Aparat desa, misalnya, belum merampungkan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, indikator rencana kerja pemerintahan desa, serta rencana pembangunan jangka menengah desa. Padahal, kata Arif, "Semua itu adalah syarat-syarat ketika dana desa dicairkan."

Kondisi ini diperparah dengan belum rampungnya pemilihan pendamping desa. Menurut Arif, pendamping desa berperan penting untuk mengawasi pengelolaan dana desa. Tanpa pendamping desa, banyak kepala desa yang khawatir dalam mengelola dana desa.

"Ini sesuatu yang baru dan uangnya besar," kata Arif. "Kalau tidak managable atau melanggar peraturan, dia (kepala desa) bisa dituding melakukan tindakan kriminal alias korupsi."

Di luar persoalan kesiapan desa, Arif tak menutup kemungkinan adanya kepala daerah yang memang sengaja tak menerbitkan peraturan bupati/wali kota yang menjadi dasar pencairan dana desa. Langkah itu diduga sebagai salah satu upaya memenangi pemilihan kepala daerah. "Itu ditransaksikan untuk memperoleh dukungan dari para kepala desa," kata dia.MAHARDIKA | PRU

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus