Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SYAMSUDDIN Haris tersenyum kecut ketika melihat deretan angka di hadapannya. Jatah anggaran Rp 1 miliar dari pemerintah tahun ini jelas sangat kurang untuk menjalankan kegiatan di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang ia pimpin.
Padahal sudah ada sembilan proposal penelitian yang mampir di mejanya. Semua membutuhkan dana cukup besar. Di antara proposal tersebut yang sudah siap jalan adalah penelitian tentang pemekaran wilayah, otonomi daerah, dan pemilihan umum.
Dengan anggaran yang hanya sebesar itu, Syamsuddin pesimistis. Ia mencontohkan, satu penelitian dengan metodologi survei sederhana saja membutuhkan biaya Rp 200 hingga Rp 300 juta. Sedangkan untuk skala nasional, seperti survei pemilihan umum hasil kerja sama dengan Center for Strategic and International Studies (CSIS), Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), dan LIPI menghabiskan dana sekitar Rp 1 miliar.
”Biaya penelitian memang tak murah,” kata Syamsuddin di Jakarta dua pekan lalu. ”Anggaran yang ada hanya cukup untuk memenuhi anggaran operasional pusat penelitian dalam satu tahun, tak cukup untuk pendanaan penelitian.”
Akibat minimnya anggaran, beberapa peneliti harus kreatif mencari sumber dana di luar LIPI. Biasanya mereka menjalin kerja sama dengan lembaga swasta untuk membiayai penelitian. Ada sekitar 50 peneliti yang kini ”sibuk ngantor” di tempat lain. ”Kalau tak begitu, tak bisa ke lapangan,” tutur Syamsuddin.
Namun cerita menyedihkan itu segera berakhir. Tahun ini rekening LIPI bakal membengkak. Dana segar Rp 50,5 miliar segera menjadi milik lembaga penelitian ini. Sumbernya Departemen Pendidikan Nasional dan bersifat hibah.
Menurut Sekretaris Jenderal LIPI, Rohadi, inilah untuk pertama kalinya mereka mendapat dana penelitian melalui Departemen Pendidikan Nasional. Suntikan dana tersebut, kata Rohadi, sangat signifikan. Terlebih anggaran rutin LIPI tahun ini dipangkas sekitar 3,9 persen. Dana tersebut nantinya akan digunakan untuk berbagai bidang penelitian, antara lain penelitian bidang pangan, pertanian, kesehatan, ilmu sosial dan politik, serta industri teknologi informasi dan telekomunikasi.
Dana hibah penelitian yang dikucurkan Departemen Pendidikan Nasional ini merupakan bagian dari anggaran penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Rp 255 miliar. Dana ini dicomot dari realisasi anggaran pendidikan Rp 207,4 triliun atau 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang mencapai Rp 1.037 triliun.
Menurut Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional Dodi Nandika, alasan pemerintah memberikan dana hibah lewat Departemen Pendidikan Nasional karena pengembangan penelitian dianggap sebagai bagian dari pendidikan. ”Penelitian akan berguna untuk pendidikan tingkat menengah dan tinggi,” katanya.
Penyaluran dana penelitian tak hanya untuk LIPI, tapi juga disalurkan ke lembaga pemerintah non-departemen di bawah Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Antara lain Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, dan Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, serta Badan Sertifikasi Nasional juga kebagian dana hibah ini. Anggaran penelitian juga menyentuh lembaga penelitian di kampus, termasuk untuk penelitian tingkat pendidikan tinggi. Total anggaran untuk penelitian di kampus mencapai Rp 2 triliun.
Menurut Koordinator Divisi Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch Ade Irawan, seharusnya anggaran pendidikan itu murni untuk kepentingan sektor pendidikan yang terpisah dengan gaji pendidikan dan kedinasan. ”Seharusnya anggaran departemen lain tak dibebankan lewat Departemen Pendidikan,” katanya.
Menurut Ade, penyaluran dana penelitian ke departemen lain lewat Departemen Pendidikan merupakan bentuk utak-atik untuk memperbesar komposisi anggaran pendidikan. ”Seolah-olah realisasi anggaran pendidikan 20 persen dari APBN berjalan mulus.” Ia menambahkan, seharusnya dana penelitian disalurkan langsung ke lembaga pemerintah terkait.
Pemerintah, kata Ade, mendapat legitimasi untuk mengutak-atik anggaran pendidikan sejak putusan Mahkamah Konstitusi memasukkan gaji pendidik sebagai biaya pendidikan. Karena itu, pemerintah memasukkan gaji pendidik dalam anggaran pendidikan 20 persen tersebut.
Dari anggaran pendidikan Rp 207,4 triliun, komposisi gaji pendidik mencapai Rp 80 triliun. Sisanya dialokasikan untuk anggaran Departemen Pendidikan Nasional, anggaran pendidikan Departemen Agama, dana alokasi khusus, dan dana alokasi umum non-gaji.
Komposisi anggaran seperti ini, kata Ade, menggerus kepentingan pembiayaan untuk pendidikan. Akibatnya, anggaran pendidikan tak menyentuh langsung ke kebutuhan masyarakat, sehingga biaya pendidikan menjadi tetap mahal.
Berdasarkan penelitian ICW tahun lalu, program wajib belajar sembilan tahun, misalnya, belum sepenuhnya meringankan orang tua. Mereka masih mengeluarkan biaya yang seharusnya menjadi tanggungan pemerintah. Penelitian ICW tersebut mencakup DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Garut, Kota Padang, dan Kota Banjarmasin, dengan jumlah responden 1.500 orang tua murid. Hasilnya, sepanjang 2007 orang tua murid harus menanggung biaya pendidikan rata-rata Rp 4,7 juta.
Sebagian besar biaya tersebut untuk pendidikan tak langsung yang mencapai rata-rata Rp 3,2 juta, sebagian lain untuk biaya tambahan di luar sekolah. Sisanya untuk menanggung beragam pungutan sekolah dengan rata-rata Rp 1,5 juta.
Wakil Ketua Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat dari PDI Perjuangan, Heri Akhmadi, mengatakan bahwa sebenarnya bila gaji pendidik tak masuk komponen, persentase anggaran pendidikan hanya meningkat 12 persen dari anggaran 2008 sebesar Rp 55 triliun. ”Klaim anggaran pendidikan 20 persen dari APBN itu perlu diperjelas,” kata Heri.
Yuliawati
Peruntukan Anggaran Pendidikan
Pemerintah merealisasikan anggaran pendidikan Rp 207,4 triliun atau 20 persen dari APBN. Uang sebesar itu dipakai antara lain untuk:
- Gaji pendidik: Rp 80 triliun
- Departemen Pendidikan Nasional: Rp 62 triliun
Dana ini antara lain dikeluarkan untuk:- Anggaran penelitian dan pengembangan iptek (Rp 255 miliar, disebarkan ke lembaga-lembaga penelitian pemerintahan dan menjadi dana hibah penelitian).
- Penelitian dan pengembangan pendidikan (Rp 915,7 miliar, disebarkan untuk penelitian di bidang pendidikan).
- Wajib belajar pendidikan sembilan tahun (Rp 31 triliun).
- Peningkatan pengawasan akuntabilitas aparatur negara (Rp 132 miliar).
- Anggaran pendidikan Departemen Agama: Rp 25 triliun
- Dana alokasi khusus: Rp 8 triliun.
- Dana alokasi umum non-gaji: Rp 7 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo