Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) memberikan respons mengenai kebijakan pemerintah yang memotong anggaran dana desa sebesar Rp 2 triliun. Sehingga, dana desa yang semula Rp 71 triliun menjadi Rp 69 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum DPP Apdesi Asep Anwar Sadat mengatakan organisasinya tidak masalah dengan pemangkasan dana desa itu. Menurut Asep, kebijakan itu demi kepentingan strategis, yaitu menjaga stabilitas ekonomi nasional. “Asalkan efisiensi dilakukan demi pembenahan dan efektivitas perencanaan pembangunan, saya kira tidak jadi masalah (anggaran dipangkas),” kata dia saat dihubungi, Kamis, 6 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asep juga yakin desa masih dapat melakukan pembangunan meski ada pengurangan anggaran. Namun, dia meminta pemerintah pusat untuk memberikan keleluasaan untuk perencanaan pembangunan ekonomi desa. Sebab, menurut Asep, banyak regulasi yang selama ini menganggu kedaulatan pimpinan di desa. “Hambatan regulasi itu di sektor ekonomi hingga pemberdayaan. Padahal, itu semua kebutuhan masyarakat,” kata dia.
Asep mencontohkan salah satu contoh regulasi yang menghambat itu. Selama ini, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) kurang diberdayakan sehingga hasilnya tidak untuk kepentingan desa. Dia pun berharap ada sebuah regulasi untuk memaksimalkan peran BUMDes.
Dalam usaha pupuk misalnya, Asep mengatakan perlu ada regulasi supaya BUMDes diberikan ruang menjadi distributor. Menurut dia, keadaan itu akan memudahkan para petani untuk mendapatkan pupuk. Ini juga bisa memutus mata rantai para pihak yang selama ini menyebabkan kelangkaan pupuk.
Selain itu, Asep meminta pemerintah pusat melibatkan BUMDes dalam program makan bergizi gratis (MBG). BUMDes perlu diberikan ruang untuk menyiapkan bahan baku. “Memberikan ruang juga mengakomodir hasil-hasil dari para petani di tingkat desa itu,” kata Kepala Desa Cibeber Kecamatan Kiarapedes Kabupaten Purwakarta itu.
Menurut Asep, hal itu mampu membuat perputaran ekonomi bisa berjalan baik di desa. Sebab, hasil pertanian, perkebunan, maupun perkebunan memiliki pasar yang jelas. “Jangan sampai membuat sebuah kebijakan efisiensi, tapi ruang-ruang yang mempunyai muatan ekonomi ditinggalkan,” kata dia.
Sebelum revisi UU Desa disahkan pada 28 Maret 2024, Apdesi merupakan salah satu organisasi perangkat desa yang getol menyuarakan kenaikan dana desa. Dalam catatan Tempo, Apdesi pernah meminta kenaikan dana desa dari Rp 1 miliar menjadi Rp 2 miliar pada 2023. Apdesi juga pernah meminta anggaran dana desa harus 10 persen dari APBN.
Anwar mengatakan, Apdesi akan terus memperjuangkan hal itu. Namun, dalam kondisi saat ini, dia mengajak para kepala desa untuk bisa mengoptimalkan anggaran dana desa saat ini. Dia berharap upaya itu bisa membuat dana desa mandiri dan produktif sehingga menghasilkan pendapat asli desa.
Presiden Pabowo mengeluarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang meminta anggaran pemerintah pada APBN dan APBD TA 2025 dipangkas sebesar Rp 306,69 triliun. Rinciannya, anggaran K/L diminta untuk efisiensi sebesar Rp 256,1 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp 50,59 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lantas menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 29 Tahun 2025 yang merinci pemangkasan anggaran dana transfer ke daerah (TKD) senilai Rp50,59 triliun. Beleid itu menetapkan penyesuaian pencadangan transfer ke daerah dalam pelaksanaan APBN dan APBD 2025 sebagaimana arahan efisiensi anggaran dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025. Pemangkasan dilakukan terhadap enam instrumen, di antaranya dana desa, kurang bayar dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK) fisik, dana otonomi khusus (otsus), dan dana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Anggaran dana desa dipangkas sebesar Rp 2 triliun dari pagu Rp 71 triliun. Maka, alokasi dana desa menjadi Rp 69 triliun. Untuk kurang bayar dana bagi hasil, dilakukan pemangkasan sebesar Rp 13,90 triliun dari pagu awal Rp 27,81 triliun. Alokasi DAU dipangkas sebesar Rp15,68 triliun dari pagu Rp 446,63 triliun. Maka, nilai yang akan ditransfer nantinya menjadi sebesar Rp 430,96 triliun. DAK fisik mulanya dianggarkan sebesar Rp 36,95 triliun, namun dipangkas sebesar Rp 18,31 triliun sehingga menjadi Rp 18,65 triliun Pemangkasan itu dilakukan terhadap DAK fisik bidang konektivitas sebesar Rp 14,6 triliun, bidang irigasi Rp 1,72 triliun, bidang pangan pertanian Rp 675,33 miliar, dan bidang pangan akuatik Rp 1,31 triliun.
Dana otsus dipangkas sebesar Rp 509,46 miliar dari pagu awal Rp 14,52 triliun, menjadi Rp 14,01 triliun. Rinciannya, dana otsus Papua menjadi sebesar Rp 9,7 triliun dan otsus Aceh Rp 4,31 triliun. Sementara itu, dana keistimewaan DIY dipangkas sebesar Rp 200 miliar dari pagu awal Rp1,2 triliun, sehingga total alokasi menjadi Rp 1 triliun.
Diktum kedelapan KMK tersebut menyatakan pemangkasan anggaran yang disebut sebagai cadangan itu akan digunakan untuk mendanai kebutuhan prioritas pemerintah. KMK berlaku sejak tanggal ditetapkan pada 3 Februari 2025.