BAGAIMANA tjara merubah tahjul, barangkali pernah muntjul
dikepala Pater J.Prennthaler SJ. Pada udjung tahun 1929, pater
ini mendjadikan Sendangsono sebagai tempat ziarah untuk
menghormat "Bunda Maria Terkandullg Tak Bernoda". Adapun
Sendangsono adalah satu kompleks dimana terdapat mata-air dcngan
nama tcrsebut, berdjarak 16 kilometer sebelah barat-daja
Muntilan.
Tak heran. Sendang atau mata-air itu sendiri memang sudah sedjak
kuno di anggap keramat. Konon dahulu kala para biksu Budha jang
mengadakan perdjalanan pulang-balik antara Borobudur dan Biara
Kidul didesa Boro dengan meliwati perbukitan Menoreh biasa
membelok kekiri dan mengaso di sendang ini. "Namun bagi penduduk
setempat", demikian Broeder Mateus Tirtosumarto dari Pasturan
Promasan berkisah, "sumber air itu sendiri tak ada hubungannja
dengan agama Budha. Sebab mereka masih animistis
kepertjajaannja"
Den Bagus. Dan kepertjajaan jang animistis itu dibuktikan antara
lain dengan anggapan, bahwa pada kedua pohon sono jang berdiri
dikiri-kanan mata-air dikolam itu berdiam dua roh halus jang
harus dihormati, dan jang biasa dimintai apa-apa oleh penduduk:
Dewi Lantansari dan puteranja Den Bagus Samidjo. Anehnja sang
dewi ini jang sebenarnja isteri dari seorang suami jang tinggal
djauh di putjuk Gadjah Mungkur dan jang djelas sudah melahirkan
putera tunggal itu. oleh penduduk dipanggil dengan sebutan Den
Rara, pangilan perawan, dan bukan Den Adjeng atau Den Aju.
Inilah satu tahjul jang -- minus perkara suami tepat sekali
dengan kejakinan terutama agama-agama Kristen. "Agak lutju
memang", kata pastor Paroki Promasan kepada koresponden TEMPO C.
Junus Aditjondro. "Dulu disini dipudja Dewi Lantansari jang
disapa sebagai anak perawan. Sekarang dihormati ibu Gusti Jesus,
Perawan Maria Terkandung Tak Bernoda" .
Tapi tiba-tiba disitulah terletak beda antara Maria dan
Lantan-sari: Maria ini adalah dewi jang terkandung (batja: di
bikin mengandung) tapi tidak bernoda. sedang jang kedua dibikin
mengandung dan tentu sadja ada nodanja. Tak tahulah apakah noda
ini noda pertjampuran suami-isteri -- seperti jang didjauhi para
biarawan dan biarawati -- namun Maria jang terkandung itu
sekarang memang benar terkandung dimulut sebuah gua terletak
disendang itu, diantara kedua pohon jang dulu didiami sang Dewi
dan puteranja. Dilihat sepintas lalu bagai patung Dewi
Kemerdekaan dimulut pelabuhan New York (seandainja sang Perawan
mengatjungkan tangall dan membawa obor, patung Maria dalam gua
buatan jang konon didatangkan dari mantjanegara itu berdiri
dalam sikap nudhra anjani dan membajangkan kembali peristiwa
adjaib Penampakan Maria kepada Santa Bernadetta di Lourdes
Perantjis, konon terdjadi pertengahan abad jang lalu. Karena
itulah kalangan Katolik biasa menamai Sendangsono sebagai
Lourdes Indonesia.
Anak tiri. Tambahan lagi, pembanguuan Sendangsono sendiri
dilakukan Pater Prennthaler tepat pada ulangtahun ke75 dogma
Vatikan (8 Desember 184) jang meresmikan Maria sebagai Perawan
jang terkandung dan sebagainja itu. Di berkati pada 8 Desember
1929, Sendangsono merupakan bukti utjapan terima kasih atas
diperkenankannja ummat atolik dipulau Djawa hidup dan berkembang
terus sampai sekarang. Sebab memang terdapat saat-saat dimana
missi20Katolik Jang dibanding zending-zending Cristen njaris
merupakan anak tiri pemerintah Hindia-Belanda, menghadapi
saat-saat jang kritis.
Itu terdjadi pada hari-hari pertama abad 20 ini. Ketika itulah
tatkala pembesar-pembesar Katolik hampir sadja menutup projek
pekabaran mereka, Tiba-tiba sebuah kegembiraan didapat oleh
Pater F.van Lith SJ: didekat Sendangsono ia berhasil membaptis
173 orang dari desa Kalibawang dan dusun-dusun sekitar sumber --
jang selandjutnja di ikuti 300 warga lainnja. Sedjak waktu itu
perkembangan djumlah umat Katholik meningkat setjara tetap.
Tahun 1951 pada peringatan setengah abad penbaptisan di
Sendangsono plus satu abad dogma Maria, dimana diadakan Mia Pon
tifikal oleh Mgr. Alb. Soegiopranoto Sj dan dihadiri
Mgr.Alibrandi Dubes Vatikan di Djakarta umat Katolik Kali bawang
semuanja tertjatat 7.118 orang. Sedang pada 1967, satu tahun
setelalah ribut-ribut perkara Gestapu, diseluruh Kalibawang
terdapat 10 ribu umat Kato- lik atau separoh dari djumlah
seluruh penduduk. Demikian taksiran Pater Miehel Sugito Pr
pastor Paloki Pro Islam.
Piknik. Sekarang Sendingsono sudah menjadi tempat ziarah.
Disebelah sendang berdiri sebuah kapel, sebagai udjung djalan
jang disebut dengan nama djalan Djerussalem: Via Dolorosa. Di
mana terletak geredja paroki Promasan tiap 20 Mei dilakukan
Prosesi Djalai Salib. Perajaan keagamaan djuga diselenggarakan
pada 30 Mei dan bula Agustus, bulan-bulan Maria pada penanggalan
Geredja Katolik. Akan tetapi tidak hanja pada waktu-waktu itu
sadja tempat ini ramai dikundjungi. Pada hari-hari Minggu biasa
para pengundjung kadang melimpah sampai kebukit-bukit
disekitar-nja. Menurut taksiran pembantu TEMPO S.Sandjaja tidak
kurang dari 100 kendaraan jang mengantarkan para peziarah dan
mereka jang sekedar piknik. Apa jang mereka tjari'? Selain bisa
menginap pada malam-malam minggu di tiga buah tempat penginapan
ataupun diudara bebas ditepi sendang, orangpun bisa mengikuti
kebaktian tiap Sabtu sore dan selain itu, bersi di didepan
patung Sang Budha. Disinilah orang melepaskan kaul, nazar,
ataupun memohon agar satu harapan terpenuhi: permintaan naik
pangkat, lekas kawin, dapat kelapangan hidup, atau lulus udjian,
sambil berebut-rebut mengambil air sendang dan membawanja.
pulang kerumah.
Betapapun, tahjul jang menghinggapi Sendangsono sudah berganti.
Dewi Lantansari tak diingat lagi, sementara orang sekarang
mengalihkan permohonannja kepada Perawan Maria Terkandung Tak
Bernoda. Tentu sadja jang terachir itu bukan tahjul, setidaknja
begitulah menurut orang Katolik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini