Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Demi Emas dan Wanita Cantik

Di Merauke, Irian Jaya, belasan orang kelompok Sigosigo ditahan, karena mencoba melakukan makar dengan membentuk negara baru yang disebut Babua Nugumti. Pimpinannya, Henricus Rumatokoi diperiksa.

19 September 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK seperti biasanya, lampu masih menyala terang di gereja St. Michael di Desa Kuda Mati, Merauke, Irian Jaya, 20 Agustus lalu. Padahal, sudah tengah malam. Belasan orang masih tampak berada dalam gereja berukuran sekitar 12 x 7 meter tersebut. Hal itu jelas kelihatan dari luar karena separuh dinding gereja itu tidak sepenuhnya tertutup. Mendadak sejumlah petugas datang. Buntutnya, 15 orang yang malam itu ada di gereja dibawa oleh petugas. Esoknya, kabar itu pun menyebar ke seantero Merauke: belasan orang itu -- yang dikenal sebagai kelompok Sigo-Sigo -- ditahan karena mencoba melakukan makar dengan membentuk negara baru yang disebut Babua Nugumti. Negara baru? Hampir semua penduduk Merauke kaget dan geleng-geleng kepala. Selama ini mereka cuma mengenal Sigo-Sigo sebagai salah satu kebiasaan orang Muyu -- salah satu suku di Merauke selain Asmat, Yagai, Maren, atau Mandabo. Sigo-Sigo ini tak ada hubungannya dengan adat. Mereka berpangkalan di Kuda Mati, yang terletak di pinggiran Kota Merauke, dekat dengan lapangan terbang Mopah. Kampung yang berpenduduk sekitar 600 orang ini terkenal rawan. "Jarang orang berani masuk di waktu malam," kata seorang sopir taksi. Penduduk Kuda Mati sebagian besar dari suku Muyu. Rata-rata hidup mereka lumayan, dengan berkebun dan berburu -- daerah ini terkenal sebagai penghasil dendeng rusa. Orang paling berpengaruh di desa itu adalah Henricus Rumatokoi, yang berasal dari suku Mandabo. Henricus, 37 tahun, ternyata menganggap dirinya seorang "guru". Ajarannya tergolong aneh. Dasar pijakannya ajaran Kristen, tapi dicampur aduk dengan berbagai kepercayaan lokal. Henricus, yang aktif mulai 1983 itu, antara lain mengajarkan bahwa Yesus akan menitis kembali pada salah seorang dari kelompok mereka. Itu sebabnya, mereka pernah menaruh uang di kuburan anggota yang meninggal, dengan harapan tiga hari kemudian ia akan hidup kembali. Ada lagi ajaran lain. "Jika kita sudah 'merdeka' kelak, hanya dengan mengetuk tanah nanti akan muncul emas," ujar seorang keponakan Henricus. Selain emas, nanti juga akan muncul wanita-wanita cantik setiap kali dibutuhkan. Kepercayaan bahwa Yesus akan menitis malah pernah dilaksanakan dengan semacam uji-coba. Persis pada 17 April silam -- hari Paskah -- salah seorang anggota kelompok disalibkan, dengan harapan ia akan bangkit kembali tiga hari kemudian, seperti Yesus. Celakanya, "Bukannya bangkit tapi mayatnya malah dimakan gagak," kata Mesakh, salah seorang penduduk. Meski hal itu sebenarnya sudah merupakan tindakan kriminal, pihak yang berwajib tampaknya tak bisa bertindak. "Sulit mengusut mereka. Solidaritas mereka sangat kuat. Tapi mereka kami awasi terus," kata seorang sumber TEMPO. Menurut ajaran Sigo-Sigo, ada suatu saat yang disebut "merdeka". Entah bagaimana, 20 Agustus lalu dianggap Henricus sebagai "hari kemerdekaan". Maka, pada tengah malam hari itu, mereka mengadakan pertemuan di gereja kampung. Di situlah mereka memproklamasikan negara Babua Nugumti (yang artinya tidak jelas, bahkan di kalangan suku Muyu sendiri). Henricus menjadi presiden sedang sang wapres adalah Andreas Wanewop. Malam itu juga ditentukan susunan kabinet dan bendera negara. Menurut seorang pejabat setempat, susunan itu kacau. "Ya, jelas acak-acakan, karena yang bikin orang yang tak tamat SD," ujarnya. Henricus Rumatokoi, yang masih lajang itu, memang cuma sekolah sampai kelas III SD. Hingga pekan lalu sebagian besar dari kelompok itu masih diperiksa. Kabarnya, pihak yang berwajib sulit memeriksa mereka. "Jawaban mereka memusingkan dan ngawur," kata sebuah sumber. Suatu contoh, ketika ditanya akan bikin bendera di mana, mereka menjawab akan minta dari Pak Harto. Yopie Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus