Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Di antara cangkul, kapak dan gergaji

Menteri tenaga kerja, sudomo, meresmikan proyek padat karya, dimaksudkan untuk menyediakan lapangan kerja bagi lulusan SMA yang tak tertampung dan menganggur. (pdk)

11 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PELUHNYA membasahi seragam kausnya yang berwarna kuning. Celananya yang digulung sebatas dengkul, merah kecipratan tanah. Sambil mengayunkan cangkul, Endi Sahri, pemuda itu sebentar-sebentar menyibakkan rambutnya yang tertutup topi pandan, menyeka keringat. "Beginilah kami kerja, seperti kerja bakti saja," katanya. Endi Sahri adalah salah satu dari 75 pemuda yang tengah melaksanakan proyek padat karya, membangun jalan baru sepanjang 2,5 km di Kelurahan Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Proyek yang untuk pertama kali buruhnya seluruhnya lulusan SMA itu, Senin pekan lalu diresmikan Menteri Tenaga Kerja Sudomo. "Agar lulusan sekolah menengah sejak dini sudah siap mental untuk bekerja kasar," katanya. Proyek padat karya -- biasanya mempekerjakan buruh dengan latar belakang pendidikan macam-macam -- itu memang merupakan proyek rintisan penggunaan tenaga lulusan sekolah menengah. Menurut Sudomo, proyek padat karya gaya baru itu dimaksudkan untuk menyediakan lapangan kerja bagi lulusan SMA yang semakin hari semakin bengkak. Banyak di antaranya yang tak kebagian bangku kuliah, dan tak bekerja. "Kalau tak ditampung segera, bisa berkembang menjadi masalah kejahatan," kata bekas Pangkopkamtib itu. Dengan honor hanya Rp 800 per hari yang dibayarkan setiap minggu, proyek yang memang mengutamakan tenaga kerja lebih banyak daripada modalnya itu berhasil mengumpulkan ke-75 tamatan SMA tadi. Bekerja setiap hari selama 5 jam, para lulusan SMA antara tahun 1977-1983 itu -- di antaranya ada yang sudah di perguruan tinggi tingkat III -- harus menyelesaikan proyek yang akan makan waktu 4 bulan. Selama ini mereka memang tidak menjalani program sekolah. "Kami hanya diberi alat cangkul, parang, kapak, dan gergaji, langsung bikin jalan. Dan kami dianggap sudah bisa menggunakan alat-alat itu," ucap Endi Sahri yang lulus SMA tahun 1980 dan dua kali gagal tes proyek perintis. Lantas apa yang menarik tamatan SMA itu dari proyek padat karya ini? "Mengisi kesibukan, meringankan beban orangtua dan mudah-mudahan menambah keterampilan," kata pemuda berumur 21 tahun itu yang lamaran kerjanya ke berbagai kantor belum satu pun berhasil. Alasan serupa juga datang dari Suyati Samian, satu dari dua wanita yang bekerja di proyek itu. Lulusan SMA tahun lalu yang berumur 22 tahun itu malah mengaku turut proyek ini karena dorongan orangtua. "Mereka menganjurkan saya bekerja di sini," katanya. Anak guru SD yang beradik delapan itu tidak keberatan bekerja kasar. Sebab mencari lowongan di perusahaan, katanya, perlu pengalaman kerja. "Untuk kerja saja susah bagaimana saya cari pengalamannya," ujar Suyati lagi, "karena itu di sini saya tidak cari uang". Sekalipun begitu, Suyati tidak berharap banyak dari proyek yang honornya kecil itu. "Saya sendiri belum jelas mau diapakan nantinya setelah proyek ini selesai," katanya. Depnaker sendiri memang tidak menjanjikan apa-apa. Kecuali seperti yang dikatakan Sudomo, akan memberi prioritas untuk masuk Balai Latihan Keterampilan (BLK). Soal nanti dapat pekerjaan atau tidak, tetap tergantung kepada usaha para pemuda itu masing-masing. "Proyek ini memang tidak memberi pekerjaan, tapi sekadar mempersiapkan mental dan sedikit keterampilan," kata I Wayan Oka dari proyek padat karya Ditjen Bina Guna, Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus