BANYAK peristiwa terjadi pekan lalu: Pergantian pucuk pimpinan
angkatan, penyerahan jabatan Kas Kopkamtib dan pemecatan empat
hakim senior oleh Presiden. Yang terakhir, mengenai diri bekas
ketua Pengadian Tinggi Jakarta D.J. Staa, bekas ketua
Pengadilan Negeri Jak-Pus dan Hakim Tinggi H.M. Soemadijono, dua
bekas hakim di Pengadilan Negeri Jak-Pus, J.Z. Loudoe dan Hanky
Izmu Azhar.- Ke-empat hakim senior itu dinilai. telah betbuat
tidak sesuai dengan martabat dan jabatannya kata Men-Keh Ali
Said, Kamis pekan lalu.
Empat hakim itu telah dirumahkan sejak Opstib menggebrak pintu
pengadilan awal tahun silam. Alkisah, adalah Hakim Heru Gunawan
yang tertangkap basah sewaktu menerima pungli sebanyak Rp 10
juta dalam suatu perkara penipuan. Maka terungkaplah beberapa
nama lain. Kontan saja Menteri Kehakiman Mudjono waktu itu, kini
ketua Mahkamah Agung (MA), telah memperhentikan sementara
Soemadijono, Loudoe dan Hanky, 28 Januari tahun lalu. Menyusul
kemudian D.J. Staa, yang ketika itu disebut-sebut sebagai calon
kuat untuk menjabat kursi hakim agung.
Apa yang kemudian terjadi sungguh suatu kejutan: pembersihan
dalam tubuh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Bebcrapa hakim lain
dimutasikan, dua panitera dipecat. Tapi yang diadili cuma dua
orang, Hetu Gunawan dan Loudoe. Heru kena 7 bulan penjara karena
dituduh telah makan suap tadi.
Loudoe, yang sudah berdinas 25 tahun dan dikenal aktif itu,
disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya. Ketika menjabat hakim
di Kota Buaya itu Loudoe dituduh telah melakukan pungli. Untuk
itu dia diganjar hukuman 1 tahun penjara. Keduanya naik
banding. Proses perkara Loudoe sampai sekarang masih di tangan
MA. Dan Loudoe selama itu pula kehilangan pekerjaan, dan
menumpang di rumah adiknya di Surabaya.
Kasus pungli yang terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu
sendiri sudah hampir dua tahun tak ada kabar beritanya. Baru
pekan lalu Menteri Kehakiman Ali Said menjelaskan status para
tertuduh. Pemberhentian itu, kata Ali Said, terbatas pada
jabatan mereka sebagai hakim. Jadi, tidak sebagai pegawai
negeri. Tapi yang menarik dari ucapan Men-Keh Ali Said adalah
ini Keempat orang itu tidak akan diadili dalam tuduhan hakim di
Jakarta, seperti tuduhan ketika mereka diskors (dirumahkan).
Kok? Ali Said menggelengkan telunjuknya. Saya terikat kepada
etik dan jabatan, sehingga tidak bisa mengungkapkan isi
pertimbangan itu, katanya ia lalu menunjuk dua lembaga yang
memeriksa para hakim itu: Opstib dan majelis kehormatan hakim.
Kedua lembaga itu, menurut Ali Said, paling berwenang untuk
menjelaskan latar-belakang perubahan tuduhan tersebut. Namun
ketua majelis kehormatan itu, Hakim Poerwoto S. Gandasoebrata,
ketika ditanya sama mengelak, itu bukan wewenang saya.
Setelah kena sodok Opstib, awal tahun ini berkas perkara empat
hakim senior itu diserahkan kepada majelis kehormatan hakim.
Ketua MA Mudjono lalu membentuk suatu tim majelis, diketuai
wakil ketua MA Poerwoto S Gandasoebrata, 24 Juli lalu.
Selama sebulan tim bekerja, antara lain memeriksa kembali empat
hakim tadi. Hasilnya, menurut sebuah sumber, majelis itu tak
menemukan buktibukti kuat. Majelis pun akhirnya mengusulkan
kepada menteri kehakiman agar tidak mengajukan para tertuduh ke
pengadilan. Namun pemberhentian terhadap mereka rupanya
berlangsung Juga.
JOHANNES Zinto Loudoe, 56 tahun, kelahiran Flores, awal minggu
ini mengatakan, belum menerima surat keputusan pemberhentian
itu. Kalau itu benar, sebagai abdi hukum saya akan mematuhinya,
kata Loudoc lewat telepon kepada TEMPO. Sedang Hanky Azhar
mengaku baru mengetahui keputusan itu dari koran-koran. Selain
telah diperiksa Opstib, dia membenarkan telah diperiksa kembali
oleh mejelis kehormatan hakim. Tuduhan nya sama seperti yang
dikenakan oleh Opstib, katanya. Hanky, seperti juga tiga hakim
lainnya, masih menerima gaji sebagai pegawai negeri. Selama
dirumahkan saya tak punya pekerjaan apa-apa, kata Hanky.
Ketiganya adalah tamatan FH Universitas Airlangga (Surabaya),
dan Soemadijono, bekas atasan Hanky, juga mengaku tak punya
kegiatan lain. Ia juga tak berminat pindah pekerjaan, misalnya
ke bidang bisnis Itu bukan bilang saya, katanya. Soemadiiono 43
tahun, kelahiran Purwokerto/kini hanya ingin mencari
ketenangan. Ia menolak untuk memberi komentar atas pemecatan itu
Sedang Loudoe, ayah dari tujuh anak, berharap, semoga kami
merupakan hakim pertama dan terakhir yang diperlakukan demikian.
Kini, selain menulis di koran, ia juga telah menyiapkan tiga
buku hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini