DI MANA kau ngumpet, "Dana Revolusi"? Sampai pekan ini, keberadaan harta karun peninggalan zaman Orde Lama itu masih belum diketahui persis tersimpan di bank mana. Petugas yang ditugasi melacak simpanan ke Swiss, yang kabarnya berupa mata uang asing dan emas batangan, belum memperoleh hasil. "Sulit. Seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami," ujar Menteri Sekretaris Kabinet Moerdiono kepada TEMPO, akhir pekan lalu. Tampaknya, peranan Dr. Raden Subandrio, 72, dibutuhkan dalam upaya ini. Atas nama dialah "Dana Revolusi" tersimpan di luar negeri. Benar bahwa pada November 1986, bekas Waperdam I, Menteri Luar Negeri, dan Ketua BPI (Badan Pusat Inteligen) itu telah membuat surat kuasa kepada pemerintah RI untuk mengurus dana tersebut. Tetapi surat itu tak berarti banyak, karena Bandrio menyatakan lupa nomor rekeningnya dan di bank-bank mana saja dana tersimpan. Bank Swiss yang telah dicoba dihubungi kabarnya menolak mengungkapkan dana yang mereka simpan, jika tak jelas disebutkan nomor rekeningnya. Soal "Dana Revolusi", seperti diketahui, pertama-tama dilansir oleh Ketua SOKSI Dr. Suhardiman. Menjelang akhir 1986, ia mengemukakan adanya simpanan tersebut, dalam bentuk uang dan emas batangan, yang jumlahnya sangat fantastis: US$ 16 milyar, atau sekitar Rp 26,5 trilyun. Ini berarti lebih besar dibanding RAPBN 1987--1988 yang Rp 22,78 trilyun. Jumlah itu kemudian "dikoreksi" oleh pihak keluarga Bandrio. Suhardiman menyatakan bahwa jumlah dana yang mungkin tersimpan, antara lain di Barclay's Bank di London dan Union Bank of Switzerland (UBS), ditaksir sekitar Rp 950 milyar. Perhitungan ini sudah dengan bunga bank selama lebih dari 20 tahun. Itu yang rekeningnya atas nama Bandrio - yang kini tengah menjalani hukuman seumur hidup. Sementara itu, agaknya, tak tertutup kemungkinan adanya dana lain milik pemerintah RI, yang disimpan atas nama orang lain lagi. Sebuah sumber TEMPO, misalnya, sedikit menaruh curiga terhadap istri seorang bekas pejabat tinggi di zaman Orde Lama, yang belakangan ini sering mondar-mandir ke Eropa Barat, dan singgah di beberapa bank. "Dia sedang kami amati," kata sumber itu. Tapi, benarkah ada dana itu? Tentang simpanan yang dalam bentuk emas batangan, Moerdiono tak begitu yakin. Agak mustahil, katanya, bank kecil - yang disebut-sebut tempat menyimpan logam mulia - sanggup menyimpan emas batangan sebanyak yang diduga. Tapi kemungkinan penyimpanan dana dalam bentuk mata uang asing jelas cukup besar. Hartono, ajudan Subandrio, setidaknya pernah diketahui menarik uang US$ 500.000 dari sebuah bank di Swiss. Uang itu, yang berjumlah US$ 250.000, ditransfer ke G.Z. Bank di Zurich, dan lainnya dipindah ke The Daiwa Securities Co. Ltd., Tokyo. (TEMPO, 31 lanuari 1987). Meski pelacakan menemui hambatan, Moerdiono tak hendak menyerah. "Kami terus mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, dan terus bertanya kepada yang mengetahui masalah perbankan di Swiss," ujarnya kepada Rudy Novrianto dari TEMPO. Sementara itu, sebuah sumber TEMPO lain berharap Subandrio bisa ikut berperan dalam perkara ini. "Kelihatannya, dia masih merahasiakan sesuatu," tutur sumber ini. Kecurigaannya beralasan, karena sebelum memberi kuasa kepada pemerintah RI, ia ternyata pernah memberikan pula surat kuasa kepada seorang warga Malaysia bernama Musa bin Mohamad Kasdi, 40. Usaha Musa yang mencoba mencairkan dana US$ 1 juta rupanya gagal. Usaha Bambang Wahyuadjie, anak tiri Bandrio, juga kandas. Padahal, Musa, seperti dikatakan Tan Teck Hoon - orang Malaysia yang menjadi penyedia dana bagi Musa - kepada TEMPO, sudah mendapat nomor rekening. Nomor tersebut tersimpan dalam arloji wanita berwarna emas yang diserahkan Bandrio di Jakarta, bulan Juni 1981. (TEMPO, 31 Januari 1987). Nyonya Kusdyantinah, istri Subandrio yang dinikahi tahun 1980, membantah pernyataan Tan. "Pak Ban tidak pernah bertemu atau kenal dengan tuan yang namanya Tan Teck Hoon. Cerita dia tentang arloji yang dibelah dan ada kertas bernomor account di dalamnya hanya fantasi," ujar Kus, 54, yang kini tengah menghadapi ujian program pascasarjana bidang ekologi di Universitas Nasional, Jakarta. Di sini, dia juga mengajar. Dikatakannya, yang menyerahkan arloji yang betul-betul dalam keadaan rusak itu bukan Bandrio, melainkan dia sendiri. Ketika itu, katanya, ia meminta tolong Musa mereparasikan arloji tadi di Swiss, karena kebetulan Musa akan pergi ke sana. Rupanya, kata Kusdyantinah, Musa telah salah mengerti. Setelah menerima arloji, dia bersemadi dan kemudian mendapat semacam wangsit bahwa nomor rekening Subandrio di bank Swiss adalah nomor yang tertera di sebalik arloji. Padahal, kata Kus, nomor tadi jelas-jelas nomor seri arloji yang terdapat pada arloji mana pun. "Akhirnya, dia mengakui bahwa penafsirannya keliru. Itu sebabnya usahanya mencairkan dana gagal," kata Kus kepada Indrayati dari TEMPO. Kini, ia merasa tak punya sangkutan lagi dengan masalah "Dana Revolusi", karena suaminya telah menyerahkan masalah itu kepada pemerintah. Yaitu dengan dibuatnya surat kuasa pada bulan November 1986 lalu. Toh ia merasa sedih, karena belakangan ini penjagaan terhadap suaminya terasa diperketat. Kabarnya, memang akan ada petugas yang menemui Subandrio untuk mencoba mengorek sampai ke hal yang sekecil-kecilnya tentang dana tersebut. Sementara itu, upaya Subandrio memperoleh keringanan hukuman menjadi 20 tahun tampaknya masih mengalami ganjalan. Berbagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh keringanan itu - misalnya rekomendasi dari lembaga pemasyarakatan tempatnya dltahan - belum dipenuhi. Padahal, agaknya, jika Subandrio benar-benar bisa mengembalikan "Dana Revolusi" itu kepada pemerintah, hal itu bisa menjadi faktor yang dipertimbangkan untuk meringankan hukumannya. Ini memang belum pasti, karena pemerintah sejak semula sudah menyatakan tidak mau menerima syarat apa pun tatkala menerima surat kuasa Subandrio. Artinya, surat kuasa itu tidak bisa ditukar dengan janji kebebasan Subandrio. Akan halnya ''Dana Revolusi" mungkin memang masih memerlukan waktu lama sebelum persembunyiannya dapat diketahui. Siapa tahu nomor rekening itu bisa terungkap jika membalik-balik tumpukan dokumen lama. Atau siapa tahu, selain Subandrio, ada orang lain yang tahu. Sur, Laporan A. Luqman & Indrayati (Biro Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini