AKIBAT kemarau, di Jawa Barat sampai akhir Juli lalu diketahui
sudah ada 6,124 hektar sawah yang kering. Namun, harap maklum,
kemarau bukan satu-satunya kambing hitam. Paling tidak inilah
cerita penduduk Desa Wargasetra di Kecamatan Pangkalan,
Kabupaten Karawang.
Desa ini berjarak 24 km dari ibukota kabupaten. Jalanannya lebih
sering rusak. Sebab tak sedikit kendaraan yang lewat bermuatan
berat. Itulah truk pengangkut batu dalam hubungan mana penduduk
sering mengeluh.
Tahun lalu tak kurang dari Rp 120 juta dana habis dipakai
mendandani jalan ini. Tak sampai setahun, bekasnya nyaris tak
nampak lagi.
Ada batu ada juga kali. Sejak 4 tahun lalu PT Wira Teknik,
sebuah perusahaan swasta, menguras batu dari Kali Cigentis yang
mengalir di desa ini. Rata-rata tak kurang dari 400 m3 tiap hari
diangkutnya dengan truk-truk tadi. Akibatnya permukaan kali dari
waktu ke waktu menurun. Di beberapa tempat yang datar kali itu
melebar. Artinya di beberapa tempat itu pula sawah petani
ambrol.
Disebut-sebut sawah petani yang ambrol kini sudah mencapai 51
hektar. Pejabat tingkat kecamatan membantah penyebabnya karena
kegiatan PT Wira Teknik. Sebab kali itu sendiri katanya sering
banjir. Jadi banjir itulah yang membuat sawah petani tadi
hilang.
Apa pun ceritanya, sampai akhir Juli lalu diketahui ada 993
hektar sawah yang kering di 5 desa di Kecamatan Pangkalan
Wargasetra, Cintalanggeng, Ciptasari, Kertasari dan
Cigunungsari. Di antara semua desa itu, Wargasetra paling parah.
Dari 514 hektar sawah di desa ini, lebih 200 hektar di antaranya
yang kekurangan air. Begitu parahnya sampai-sampai tak sedikit
bagian tanah yang retak. Tak heran banyak pula rumpun padi yang
hampir mati sama sekali.
Berbeda dengan petani di banyak tempat lain, petani di desa ini
menuding ulah PT Wira Teknik sebagai penyebab malapetaka tadi.
Apa boleh buat. Ketika perusahaan tersebut belum menguras batu
di Kali Cigentis, sawah mereka katanya selalu lancar mendapat
air. Sebaliknya, dengan melorotnya permukaan kali akibat
kegiatan perusahaan tadi, saluran air dari kali tersebut ke
sawah petani tak berfungsi lagi. Malapctaka kekeringan pun
datang.
Pihak kabupaten membantah cerita ini. Menurut juru bicaranya,
drs Taswan Suherman, di bulan-bulan ini air memang kurang. Itu
sebabnya katanya kepada petani jauh-jauh hari sudah dianjurkan
agar tidak menanam padi melainkan palawija. "Tapi petani
ternyata lebih suka berspekulasi dengan alam." ucap Taswan.
Kalangan pejabat bidang pengairan membenarkan kalau sekarang
musim kemarau. Tapi seperti pernah dikatakan Kepala Seksi
Pengairan Lemah Abang, Sugio BIE, kepada Suara Karya beberapa
waktu lalu, pihak pengairan pernah meminta Bupati Tata Suwanta
untuk menghentikan kegiatan pengambilan batu di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Cigentis. Permintaan itu tidak ditanggapi.
Alasannya kegiatan tersebut terpaut pada sumbangan perusahaan
yang brsangkutan pada perbaikan 35 km jalan Johar-Loji di
kabupaten tersebut.
Sementara itu kalangan petani bukan tak mempunyai alasan mengapa
lebih suka menanam padi ketimbang palawija. "Kalau kami menanam
palawija, ke mana hasilnya harus dijual?" tanya Ruspendi, salah
seorang di antara petani tersebut.
Maksudnya berhaitan dengan masalah angkutan. Sebab karena
parahnya sarana jalan antara daerah produsen dengan konsumen
ini di desa itu, jarak tempuh kendaraan umum bukan saja lama
tapi juga menuntut ongkos yang tinggi. Bayangkan, untuk jarak 24
km antara Desa Wargasetra dengan Karawang kendaraan umum
rata-rata menempuhnya dalam tempo 3 jam dengan memungut ongkos
Rp 250 per penumpang.
Meskipun demikian, semua itu kini, bisa saja berakhir. Sebab PT
Wira Teknik yang dituding penduduk sebagai penyebab keringnya
sawah dan rusaknya jalan, belakangan ternyata dibeli oleh Pemda
Kabupaten Karawang. Entahlah jika pembelian itu sekedar untuk
lebih meredakan reaksi penduduk seperti digumamkan beberapa
orang di antara warga desa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini