Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKKP) menjadi lembaga pertama yang dievaluasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat setelah penambahan kewenangan anggota Dewan lewat revisi Peraturan DPR tentang Tata Tertib. Komisi Bidang Pemerintahan DPR yang mengevaluasi DKPP, hari ini. Komisi II sudah menyampaikan hasil evaluasi tersebut ke pimpinan DPR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengatakan hasil evaluasi terhadap DKKP langsung diserahkan ke pimpinan DPR, hari ini. "Hasilnya kami serahkan ke pimpinan DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Cukup sampai di situ," kata Rifqi yang ditemui seusai rapat evaluasi bersama DKPP di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 11 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rifqi tak bersedia membeberkan hasil evaluasi Komisi Bidang Pemerintahan terhadap DKPP. Ia pun tak bersedia berkomentar ketika dikonfirmasi soal peluang rekomendasi pencopotan Ketua DKPP Heddy Lugito setelah evaluasi tersebut. Politikus Partai NasDem ini berdalih bahwa komisinya menjalankan fungsi pengawasan sesuai dengan amanat konstitusi.
"Saya berupaya menjalankan dengan kritis, konstruktif, solutif, dan santun dengan tetap menjaga harga martabat mitra kerja yang sedang kami evaluasi," kata Rifqi.
Komisi II DPR mengevaluasi DKPP dalam rapat tertutup, hari ini. Evaluasi tersebut merujuk pada ketentuan Pasal 288 A Peraturan DPR tentang Tata Tertib. Pasal 288 A ini merupakan ketentuan baru hasil revisi tata tertib DPR yang disahkan, pekan lalu.
Ketentuan Pasal 288 A tersebut mengatur kewenangan DPR untuk mengevaluasi pimpinan lembaga negara yang ditetapkan di DPR secara berkala. Evaluasi itu akan berujung pada pemberian rekomendasi dari komisi ke pimpinan DPR. Pimpinan DPR lantas meneruskan rekomendasi itu ke pihak berwenang untuk mengeksekusinya, di antaranya presiden untuk sejumlah pimpinan lembaga negara.
Saat rapat evaluasi secara tertutup tersebut, Rifqi mengaku memberi catatan kepada DKPP. Catatan itu berkaitan dengan langkah DKPP yang mendahulukan perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dibandingkan dengan kasus sengketa pemilihan kepala daerah di daerah tempat penyelenggara bersangkutan bertugas ke Mahkamah Konstitusi.
Rifqi berpendapat, DKPP sebagai peradilan kode etik penyelenggara pemilu seharusnya tidak memberikan keputusan terlebih dahulu pada persoalan yang berhubungan dengan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi. "Peradilan etik dengan Mahkamah Konstitusi itu (adalah) dua hal yang berbeda," kata Rifqi.
Menurut Rifqi, jika DKPP menerbitkan keputusan terlebih dahulu terhadap penyelenggara pemilu, berpotensi menimbulkan fitnah.
Di samping urusan tersebut, kata Ridqi, Komisi Bidang Pemerintahan juga mengevaluasi sejumlah persoalan penting lain di DKPP. Misalnya, belum adanya sistem yang transparan dalam persidangan etik di DKPP, serta masalah manajemen, pengaduan, pemeriksaan, dan persidangan di DKPP.
Ia mencontohkan, ada perkara yang sudah sangat lama dilaporkan, tapi DKPP tidak segera menggelar persidangannya. Ada juga pengaduan yang baru masuk, tapi DKPP bergegas menggelar persidangan hingga pembacaan putusan.
Saat dikonfirmasi, Ketua DKPP Heddy Lugito membantah tudingan tersebut. Heddy mengatakan DKPP menangani semua kasus penyelenggara pemilu sesuai dengan urutan perkara yang masuk. “Saya enggak paham keputusan yang mana, ya. Ini kan semuanya kami jalani sesuai dengan urutan perkara (yang) masuk. Itu saja,” kata Heddy yang ditemui seusai rapat tertutup dengan Komisi II DPR di Kompleks DPR, Selasa,11 Februari 2025.
Menurut dia, DKPP sebagai lembaga yang dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara berhak untuk mendapatkan evaluasi, termasuk dari DPR. Heddy juga tidak ingin mengaitkan evaluasi ini dengan potensi pemberhentian pimpinan lembaga negara. “Saya enggak tahu. Saya enggak mendengar itu,” kata dia.