Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

DPR: Banyak Kepala Daerah Tak Gunakan Anggaran Pendidikan untuk Fungsi Pendidikan di Masa Pemilu

Anggota Komisi X DPR RI, Dewi Coryati, menyoroti penggunaan anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk transfer ke daerah (TKD).

20 Juni 2024 | 13.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 21 Mei 2024. Rapat tersebut membahas kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan bagi PTN (Badan Hukum, BLU, dan Satker), dan pembahasan implementasi KIP Kuliah dan Uang Kuliah Tunggal (UKT). TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI, Dewi Coryati, menyoroti penggunaan anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk transfer ke daerah (TKD). Menurut Dewi, ada masalah otonomi dalam mengelola anggaran TKD. Kepala daerah kerap tidak menggunakan anggaranotnom itu untuk fungsi pendidikan dalam suasana pemilihan umum atau Pemilu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ada masalah dengan otonomi daerah. Kalau musim pemilu, fungsi pendidikan kacau balau," kata Dewi dalam rapat dengar pendapat antara Komisi X DPR RI dengan pakar pendidikan di Gedung DPR, Kamis 20 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun Alokasi anggaran pendidikan untuk 2024 adalah sebesar Rp 665 triliun. Sebanyak 52 persen dari total anggaran digunakan untuk TKD.

Dewi mengatakan, penggunaan TKD untuk fungsi pendidikan sulit dikontrol. Ia menduga hal ini berhubungan dengan pemilihan orang yang mendapatkan jabatan kepala dinas pendidikan. Kepala dinas dipilih berdasarkan kepentingan politik.

"Kepala dinas dipilih sesuai selera. Karena dinas pendidikan dianggap memiliki banyak uang. Jadi kepala dinas dipilih yang dianggap mampu mengikuti kepentingan pemilih," kata Dewi. 

Konstitusi memandatkan negara untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD.

Rektor Universitas Yarsi, Fasli Jalal, mengatakan, sekitar 115 atau 22 persen dari 508 kabupaten/kota di 2022 tidak bisa menggunakan 20 persen anggaran pendidikan. Dua belas dari 34 provinsi juga belum bisa memenuhi mandat konstitusi untuk anggaran pendidikan. Data ini diambil dari riset Bank Dunia. 

"Pemerintah daerah juga hanya menggunakan 70 persen untuk fungsi pendidikan. Sisanya disimpan," kata Fasli saat membacakan paparan di Gedung DPR.

Alokasi anggaran pendidikan 2024 tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2023 tentang Rincian APBN 2024. Kemendikbudristek mengelola Rp 98,9 triliun atau sekitar 14,9 persen. Anggaran terbesar dialokasikan untuk Transfer ke Daerah yakni Rp 346,56 triliun atau 52,1 persen. 

Sisanya dibagi ke Kementerian Agama Rp 62,305 triliun (9 persen), kementerian/lembaga (K/L) lain Rp 32,859 triliun (5 persen), pengeluaran pembiayaan (termasuk dana abadi) Rp 77 triliun (12 persen), dan anggaran pendidikan pada belanja non-K/L Rp 47,313 triliun (7 persen).

Hendrik Yaputra

Hendrik Yaputra

Bergabung dengan Tempo pada 2023. Lulusan Universitas Negeri Jakarta ini banyak meliput isu pendidikan dan konflik agraria.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus