Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Delapan fraksi di DPR setuju merevisi UU tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan.
Hanya PKS yang menolak revisi UU tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan.
Dari sembilan poin putusan MK tentang UU Cipta Kerja, tidak satu pun berisi perintah untuk memperbaiki UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat berencana merevisi Undang-Undang 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan. Undang-undang ini menjadi pijakan Mahkamah Konstitusi saat memutuskan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja cacat formal dan inkonstitusional karena tidak memenuhi asas-asas aturan pembentukan undang-undang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Willy Aditya, mengatakan UU tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan perlu direvisi agar mengatur metode omnibus law dalam pembentukan aturan hukum di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini penting agar ke depan tidak ada polemik lagi mengenai metode ini," katanya, Senin, 7 Februari 2022.
Politikus Partai NasDem ini berdalih, revisi UU Peraturan Pembentukan Perundang-undangan dilakukan karena mempertimbangkan pendapat sejumlah hakim Mahkamah Konstitusi yang berbeda dengan putusan MK. Selain itu, kata dia, revisi ini akan merinci asas keterbukaan pembahasan undang-undang yang didefinisikan sebagai partisipasi masyarakat, dari rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, seminar, lokakarya, diskusi, hingga konsultasi publik lainnya.
Sesuai dengan rencana, revisi UU Peraturan Pembentukan Perundang-undangan ini akan dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan menjadi rancangan undang-undang usul inisiatif Dewan hari ini. "Kalau sudah disetujui, bisa langsung kami bahas bersama wakil pemerintah," ujar Willy.
Agenda merevisi UU tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan ini merupakan dampak dari UU Cipta Kerja yang penuh masalah. UU Cipta Kerja menjadi undang-undang pertama dalam aturan hukum di Indonesia yang dibahas dengan metode omnibus law.
DPR membahas omnibus law itu selama sepuluh bulan, lalu mengesahkannya pada Oktober 2020. Undang-undang itu terdiri atas 15 bab dan 186 pasal, yang isinya membatalkan 78 undang-undang yang sudah ada. Regulasi ini mengatur banyak hal, dari izin usaha, investasi, tenaga kerja, hingga pengadaan lahan. Meski begitu, omnibus law sejatinya sengaja dibuat untuk memudahkan investasi.
Aksi menolak pembahasan omnibus law UU Cipta Kerja di depan Gedung DPR, Jakarta, 7 Februari 2022. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Setelah aturan ini disahkan, banyak pihak mengajukan uji formal atas UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Hasilnya, MK mengabulkan permohonan itu pada November 2021. Undang-undang ini dinyatakan inkonstitusional karena proses pembahasannya tak transparan dan metode omnibus law tak dikenal dalam aturan hukum Indonesia. Pembuat undang-undang juga diberi waktu selama dua tahun untuk memperbaikinya. Jika tidak, aturan lama yang dibatalkan UU Cipta Kerja harus berlaku kembali.
Sejak adanya putusan MK tersebut, DPR sudah menggaungkan rencana merevisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Mereka menggelar beberapa kali diskusi hingga akhirnya Badan Keahlian DPR menyelesaikan naskah akademik revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Perubahan ini nantinya menjadi bekal kami memantapkan langkah dalam membahas revisi UU Cipta Kerja yang sesuai dengan putusan MK," kata Kepala Badan Keahlian DPR, Inosentius Samsul.
Menurut Inosentius, DPR belum akan membahas revisi UU Cipta Kerja hingga UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tuntas direvisi. Ia optimistis pembahasan revisi kedua undang-undang tersebut akan tuntas dalam waktu dua tahun.
Kemarin, Badan Legislasi DPR menggelar rapat pleno pembahasan RUU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Delapan dari sembilan fraksi di DPR setuju draf revisi dibawa ke rapat paripurna untuk disetujui menjadi usul inisiatif Dewan. Hanya Partai Keadilan Sejahtera yang menolaknya dengan alasan perlu waktu untuk mendalaminya. "Agar revisi tidak tergesa-gesa sehingga kami menolak mengambil keputusan pada hari ini," kata Mulyanto, anggota Badan Legislasi dari Fraksi PKS.
Hingga kemarin, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia—yang akan menjadi mitra DPR dalam pembahasan revisi UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan—belum memberikan pernyataan mengenai agenda revisi ini. Pekan lalu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan UU Cipta Kerja menjadi prioritas pemerintah. "Kami konsentrasi penuh di situ dulu," kata Yasonna saat rapat dengar pendapat di DPR, Rabu, 2 Februari 2022.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menyoal rencana revisi ini. Ia menyebutkan, dari sembilan poin putusan MK, tidak satu pun berisi perintah untuk memperbaiki UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Putusan MK justru memerintahkan untuk memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja dengan mematuhi ketentuan dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. "Jika yang diperbaiki UU Nomor 12 Tahun 2011, tentu saja itu menentang putusan MK," ucap Feri.
INDRI MAULIDAR | DEWI NURITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo