ISWONO Judo Husodo tampak gembira. Sambil menuding kertas-kertas V yang digenggamnya, direktur utama PT Bangun Cipta Sarana dan sekaligus ketua persatuan perusahaan Real Estate Indonesia (REI) itu berkata, Senin lalu, "Ini merupakan langkah maju dalam dunia usaha perumahan." Yang dimaksudnya adalah dua peraturan baru mengenal pertanahan yang diumumkan pekan lalu: Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1984 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 1983. SK pertama menyangkut penyediaan dan pemberian hak tanah untuk keperluan perusahaan pembangunan perumahan sederhana/murah dengan fasilitas kredit Bank Tabungan Negara. "Turunnya keputusan itu dilatarbelakangi keinginan pemerintah menunjang pembangunan perumahan yang bisa dijangkau golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk itu, dalam pelaksanaannya, kesempatan diberikan pada pihak swasta - khususnya koperasi untuk menanganinya," kata Feisal Tamh1, kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Dalam Negeri yang mengumumkan kedua peraturan itu. Keputusan ini merupakan penyempurnaan Peraturan Mendagri Nomor 5 Tahun 1974. "Perumahan murah yang dimaksud SK ini bukan yang dibangun Perumnas," kata Feisal Tamin. Ada beberapa hal yang memang baru dalam peraturan ini. Misalnya: disebutnya koperasi sebagai perusahaan pembangunan perumahan murah. SK ini juga lebih jelas mengatur prosedur yang harus ditempuh perusahaan atau koperasi untuk memperoleh dan membebaskan tanah, serta mendapat hak guna bangunannya. "Misalnya permohonan sertifikat hak guna bangunan yang selama ini memakan waktu lama, kini dipercepat. Malahan batas waktu maksimum ditentukan enam bulan," kata Siswono. Hal lain yang menurut Siswono baru adalah ketentuan pemberian hak guna bangunan di atas tanah yang, melebihi 5 hektar dilakukan Mendagri. Sebelumnya, batas itu cuma 2 haktar. Soeratman, direktur PT Urip Utama di Surabaya, yang juga ketua REI Jawa Timur, membenarkan. "Dulu kami sering mengalami kesulitan dalam perijinan, dan terbentur soal lokasi. Misalnya kami ingin membangun 300 rumah, sedang lokasinya cuma duahektar. Mana bisa terlaksana," katanya. SK Mendagri yang baru ini, menurut dia, akan membuat perusahaan real estate lebih leluasa. Peraturan kedua: Peraturan Mendagri Nomor 10 Tahun 1983, yang mengatur tata cara permohonan dan penerbitan sertifikat hak atas tanah kepunyaan bersama yang disertai pemilikan secara terpisah bagian pada bangunan bertingkat. "Banyak flat bertingkat, yang dimiliki beberapa orang. Selama ini sertifikatnya tidak bisa diurus sendiri, karena memang belum diatur. Karena itu, keluar peraturan ini," Feisal Tamin menjelaskan. Keluarnya peraturan ini juga disambut gembira Dicky Talane. "Saya mau segera mengurus sertifikat saya," kata direktur CV Malwa Murni yang memiliki satu ruangan berukuran 8 x 5 m2 di lantai 3 pada bangunan di Jalan Kebon Sirih 40, Jakarta Pusat. Ruangan itu dibeli Dicky pada 1981 seharga Rp 5 juta. Gedung 80 kamar, dengan ukuran sama, bertingkat empat itu dimiliki Yayasan Kebon Sirih 40. Semua pemilik ruangan wajib menjadi anggota yayasan. Sekarang h1i mereka bebas menjual kamarnya, asal melapor ke Yayasan. "Selama gedung tidak roboh, tidak ada masalah dalam hal pemilikan dan penjualan kamar," kata Dicky yang menjabat wakit ketua pengurus Yayasan. Tapi jual beli itu dilakukan tanpa sertifikat. Padahal, sertifikat bagi pemiliknya bisa dipakai sebagai surat berharga untuk jaminan kredit bank misalnya. Walaupun demikian, tidak semua yakin bahwa sertifikat pemilikan hak pada sebagian gcdung bertingkat akan bisa dijadiklln jaminan kredit bank. Misalnya Juzarni Idroes dircktur PT Kal1tor Administrasi Swand jaja yang juga memiliki satu ruangan di Kebon Sirih 40. "Kan belum ada petunjuk pelaksanaannya," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini