Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Sejumlah nama biota laut menjadi kode suap untuk Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun. Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah, mengatakan para pelaku diduga menggunakan nama biota laut untuk menutupi penyerahan uang dalam kasus suap perizinan reklamasi ini. "Tim mendengar penggunaan kata ikan sebelum rencana penyerahan uang," kata Febri di Jakarta, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Febri, penggunaan kode-kode untuk mengkamuflase transaksi suap itu sudah terungkap selama proses penyelidikan. Febri menyebut salah satu nama ikan yang digunakan adalah jenis ikan tohok. Dalam rekaman komunikasi yang didapat KPK, penyidik menemukan adanya percakapan soal penukaran ikan atau pengantaran ikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyidik menduga ikan yang dimaksud berarti uang. "Saat KPK melakukan OTT awal di pelabuhan, pihak yang diamankan saat itu sempat berdalih tidak ada uang yang diterima, tetapi kepiting," ujar Febri. Ia menambahkan, beberapa kali pelaku juga menggunakan kode "daun".
Praktik lancung yang diduga dilakukan Gubernur Kepulauan Riau terungkap kala KPK melakukan operasi senyap dua hari lalu. Dalam operasi itu, Nurdin tertangkap bersama lima anak buahnya dan seorang pengusaha. Empat orang ditetapkan jadi tersangka, yakni Nurdin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Budi Hartono, serta seorang pengusaha bernama Abu Bakar.
Nurdin diduga menerima suap dari Abu Bakar untuk memuluskan pengurusan izin reklamasi di Kepulauan Riau. Antara lain Nurdin menerima uang dari Abu sebesar Sin$ 5.000 dan Rp 45 juta pada 30 Mei lalu. Setelah menerima duit itu, Nurdin menerbitkan izin prinsip reklamasi seluas 10,2 hektare kepada Abu, keesokan harinya. Lewat Hartono, Nurdin kembali menerima uang sebesar Sin$ 6.000 dari Abu pada 10 Juni lalu.
Saat tertangkap, KPK menemukan duit sebesar Sin$ 43.946, US$ 5.303, 5 euro, RM 407, 500 rial, dan Rp 132,6 juta dari tangan Nurdin. Selain diduga menerima suap untuk memberikan izin prinsip reklamasi, Nurdin diduga menerima gratifikasi dari sejumlah pihak.
Kemarin, penyidik kembali menemukan duit miliaran rupiah dari berbagai mata uang di kamar rumah dinas Nurdin. Uang tersebut tersimpan dalam 13 ransel, kardus, plastik, dan tas berbahan kertas. Penyidik menemukan fulus itu ketika menggeledah rumah dinas Nurdin kemarin. "Uang ini diduga gratifikasi yang diterima Nurdin terkait dengan jabatannya," kata Febri.
Selain menggeledah rumah dinas Nurdin, penyidik menggeledah kantor Gubernur Kepulauan Riau, kantor Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, serta kantor Kepala Bidang Perikanan Tangkap. Di empat lokasi itu, KPK menyita dokumen-dokumen perizinan.
KPK resmi menahan Nurdin dan tiga tersangka lainnya sejak kemarin. Untuk mengisi kekosongan pemerintahan, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dijadwalkan menyerahkan Surat Keputusan (SK) Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Kepulauan Riau kepada Wakil Gubernur Isdianto hari ini. "Besok (hari ini) Pak Menteri akan menyerahkan SK Plt Gubernur Kepri. Mendagri besok juga akan memberikan pengarahan khusus kepada Plt Gubernur Kepri," kata Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar, kemarin.
Bahtiar menegaskan bahwa Nurdin masih berstatus gubernur hingga terbukti bersalah dan ada keputusan hukum yang tetap. Jika hakim sudah menjatuhkan vonis pidana kepada Nurdin, Isdianto akan dilantik sebagai Gubernur Kepulauan Riau. Sebaliknya, jika Nurdin dinyatakan tidak bersalah, dia akan kembali menjabat sebagai gubernur. ARKHELAUS WISNU | MAYA AYU PUSPITASARI
Para Gubernur yang Terseret Korupsi
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo