Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Golkar Erwin Aksa mengatakan berbeda pendapat adalah hal biasa dalam keluarga besarnya. Perbedaan pilihan politik tidak hanya terjadi pada saat pemilihan presiden 2019 saja, tetapi dalam banyak momen. Saat ini, ia memilih mendukung Prabowo - Sandiaga, sedangkan keluarga ayahnya, pengusaha Aksa Mahmud dan pamannya, Jusuf Kalla mendukung Jokowi - Ma’ruf.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sewaktu Syahrul Yasin Limpo (eks Gubernur Sulawesi Selatan) maju melawan inkumben yang juga Ketua Golkar Sulsel, ia juga berbeda pilihan dengan ayahnya dan JK. “Saya dukung Pak Syahrul, sahabat saya," kata ujar pengusaha itu saat dihubungi Tempo pada Senin malam, 18 Maret 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Begitu pula ketika Aburizal Bakrie dan Surya Paloh berebut kursi ketua umum Golkar di Munas 2009. Erwin Aksa berada di kubu Aburizal sementara ayahnya dan Jusuf Kalla mendukung Surya Paloh. "Jadi perbedaan politik dan demokrasi di keluarga kami merupakan hal yang biasa. Kadang kami bersama dan bersatu, contohnya di Pilkada DKI lalu," ujar Erwin Aksa.
Dalam pilpres ini pun, ujar sahabat Sandiaga Uno itu, lagi-lagi berbeda pilihan. Namun, Erwin mengatakan tetap akan menjaga soliditas Golkar sebagai partai besar. Dalam konteks ini, Erwin tidak pernah mengatasnamakan Golkar dan berbicara karena ia bukan jubir Prabowo - Sandiaga atau anggota timses. “Saya memberi dukungan kepada Sandiaga sebagai sahabat," ujar dia.
Partai Golkar menetapkan sanksi bagi para kadernya yang dinilai keluar dari garis dan kebijakan partai. Sesuai aturan organisasi, setiap kader yang melanggar bisa mendapat konsekuensi berupa teguran lisan, tertulis, sampai yang paling berat sanksi diberhentikan.
"Kami masih menunggu klarifikasi ataupun penjelasan dari Mas Erwin Aksa terkait dukungan kepada 02. Jadi masih berproses," ujar Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Bidang Media dan Penggalangan Opini Partai Golkar, Meutya Hafid saat dihubungi terpisah.