PENJUALAN harta karun yang dikabarkan diambil dari kapal VOC yang karam di perairan Riau masih berbuntut. Setelah berakhir penjualan di Harrods, London, pekan ini direncanakan akan dilanjutkan di New York, Amerika Serikat. Di Jakarta sendiri, setelah tim Baharuddin Lopa dari Depkeh berhasil menyelesaikan tugasnya untuk memastikan lokasi tenggelamnya kapal Belanda itu -- dan mengambil korban seorang peneliti hilang -- belum tampak akan ada langkah-langkah selanjutnya. Lewat Menlu Mochtar Kusumaatmadja, Jumat pekan lalu, dinyatakan, Indonesia belum tentu akan mengklaim harta karun itu. Posisi kapal hanyalah merupakan salah satu unsur untuk melakukan klaim Indonesia, kata Mochtar lagi, harus bisa memastikan dulu apakah barang-barang yang dilelang itu benar-benar dari kapal VOC De Geldermalsen yang tenggelam di perairan Riau 3 Januari 1752. "Sebelum mengajukan klaim, semua unsur itu harus dipastikan. Kita tak dapat sembarangan melakukan klaim, karena kalau ternyata izinnya ada, 'kan repot," ucap Mochtar Kusumaatmadja. Klaim pemerintah tampaknya memang belum pasti. Dan Santoso Pribadi, 33, penyelam harta karun yang hilang sejak 25 Agustus lalu, juga belum ditemukan. Pencarian yang dilakukan oleh Tim SAR, hingga 6 September lalu pun, tampaknya tidak membuat persoalan semakin jelas. Sebab, ternyata, seperti diakui oleh Ketua Umum Asosiasi Jasa Teknik Maritim Indonesia (Astrindo), Eddyono Salatun, timnya yang ditugasi Ditjen Perla tidak berhasil menemukan korban. Hanya saja, dari penyidikannya terbukti, Santoso Pribadi melakukan penyelaman tanpa prosedur yang benar. Hampir semua tata cara penyelaman, kata Eddyono, dilakukan tidak sesuai dengan prosedur yang benar. Mulai dari prosedur di atas air, di bawah air, hingga saat naik ke permukaan seusai penyelaman. Tidak jelas, memang, sampai sejauh mana Santoso melakukan penyimpangan tata cara penyelaman. Tapi yang jelas, keterangan Saman Abdullah, Kasubdit Salvage dan Pekerjaan Bawah Air, Ditjen Perla, terbantah. Ketika itu, Saman membantah adanya kemungkinan Santoso tewas karena kehabisan oksigen. Sebab, waktu Santoso menyelam, di punggungnya memanggul tabung yang berisi sedikitnya 8 liter oksigen. "Paling tidak, cukup bagi penyelambertahan selama 80 menit di bawah air," ujar Saman ketika itu. Tapi seorang penyelam tingkat lanjut membantah lagi alibi Saman. Menurut sumber ini, jangankan hanya 8 liter, tabung oksigen yang berisi 14 liter pun, kalau digunakan untuk penyelaman di kedalaman 35 meter, hanya bisa digunakan dalam waktu 28 menit. Sumber lain, yang turut dalam ekspedisi pencarian harta karun, juga mengherankan tata cara penyelaman yang dilakukan Santoso. Konon, ketika menyelam, tali pengaman yang seharusnya diikatkan pada tangan Santoso hanya dipegang saja. Padahal, tali itu penting untuk memberikan kode lamanya penyelaman. Memang, di atas kapal KM Bima Sakti, ada seorang lain yang bertugas memegang ujung tali yang bertugas memberikan kode itu pada Santoso. Tapi, tampaknya, pemberi kode ini pun tak menyadari bahwa Santoso sudah melepaskan talinya. Kelalaian lain yang sudah jelas fatal adalah dibiarkannya Santoso menyelam seorang diri. Padahal, selain tidak diasuransikan semua anggota tim ekspedisi sudah mengetahui bahwa Santoso bukan penyelam profesional dan hanya sebagai cadangan. Banyak keanehan yang pada dasarnya melanggar prosedur penyelaman, memang. Begitu juga acara mengangkat meriam, dan jangkar dari bangkai kapal harta karun itu. Yang, ternyata, tidak termasuk di dalam jadwal ekspedisi yang hanya berniat meneliti posisi tenggelamnya De Geldermalsen. Sehingga wajar, kalau sumber yang turut dalamperjalarlan ekspedisi itu bercuriga, "Bukan hal yang tidak mungkin di dalam tim itu ada oknum-oknum yang menghendaki isi harta karun," ujarnya. Dan kini, kecurigaan itu dibuktikan, dengan diperiksanya penyelam-penyelam yang menjadi tim ekspedisi. Laporan ketika kejadian diperoleh pula dari buku harian Santoso berukuran 15x18 cm. Namun, intinya cuma kegiatan yang dilakukan tim selama dua hari, dari 23-24 Austus. Atau dua hari sebelum Santoso hilang di perairan Riau. Ada coretan-coretan yang tak jelas dalam buku harian itu, yang mungkin menunjukkan letak kapal atau posisi harta karun. Tapi secara tcgas, buku itu tidak menyebutkan Santoso sebagai penemu pertama. Di sana hanya dituturkan, penyelaman yang dilakukan pada 23 Agustus, yang dilakukan Djoko Susanto, tidak menghasilkan temuan apa pun. Penyelaman selama 20 menit itu terjadi pada posisi 1/2 mil dari Pulau Kayu Ara. Karena itu, akhirnya perjalanan kapal dilanjutkan menuju daerah Karang Heloputan. Baru pada pagi harinya, di daerah Karang Heloputan, penyelaman kembali dilakukan oleh Kiman Sehun, dan Djoko Susanto lagi. Sementara itu, Santoso stand by sebagai cadangan. Dalam penyelaman selama 15 menit itulah, menurut catatan, ditemukan sebuah mangkuk porselen biru putih, dan satu tas plastik. Kemudian, kegiatan yang sama dilakukan pada 10.30. Kali ini Santoso turun bersama Kiman Sehun, dengan pembagian tugas: Santoso melakukan pemotretan, dan Kiman mengambil sampel. Dari aksi kedua ini, dapat diangkat seperempat keranjang besi, yang diangkut oleh keranjang besi juga, yang diduga milik penjarah Michael Hatcher. Hanya saja, ketika temuan ini sedang ditarik ke atas kapal, tali pengikat putus. Sehingga keranjang itu pun kembali ke dasar laut. Tapi berdasarkan hasil pengamatan Santoso, selain keranjang besi tadi, di sekitar daerah penyelaman tampak ada pecahan-pecahan keramik, meriam kapal, ban mobil, juga piring berhias bunga warna mas. Tapi kali ini yang turun hanya Kiman Sehun. Dan kali ini, anehnya, baru Kiman menemukan 9 mangkuk utuh warna biru putih, dengan motif bunga warna kuning emas. Ditambah sebuah mangkuk setengah utuh, juga warna biru putih. Catatan terakhir hanya menyebutkan: "Pukul 15.40 ditemukan keranjang besi pada saat pengangkatan jangkar, keranjang menyangkut." Entah apa maksudnya. Tapi, mungkin, ketika itulah penyelaman terakhir yang dilakukan pada 24 Agustus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini