BAIT terakhir lagu Keroncong Kemayoran yang sudah lama beken itu kini bisa saja menyiratkan suatu harapan bahwa Kemayoran akan benar-benar "berhenti". Yang pertama, Kemayoran akan "berhenti" dari wajahnya yang lama. Bandara Kemayoran, yang dulu menjadi andalan pintu utama Jakarta, akan berubah menjadi pusat bisnis dan pemukiman. Demikian kampung kumuh padat yang berbau apak di sekitarnya mungkin tak lama lagi akan lenyap dilindas gedung-gedung jangkung. Landasan yang membujur dan pesawat menggelegar tiggal landas memang sudah tak ada lagi. Yang akan tergelar nantinya rumah susun yang asri, gedung jangkung mencuat ke langit, hutan dan taman yang hijau, dan kicauan burung. Kemayoran lama akan berhenti dan berganti wajah sebagai Kota Baru Kemayoran alias New Town in Town. Luas seluruhnya sekitar 450 hektare. Yang kedua, kemayoran mungkin akan "berhenti" dari kemelutnya sehubungan dengan pembangunan Jakarta International Tradefair Corporation (JITC) -- pengganti Jakarta Fair. Proyek seharga US$ 220 juta (Rp 440 milyar) itu sempat mengguncang parlemen Jepang. Pihak oposisi mempersoalkan dan menuduh Menteri Luar Negeri dan Wakil Perdana Menteri Michio Watanabe terlibat skandal suap dalam kasus pembangunan JITC itu. Memang sidang majelis rendah dan majelis tinggi pekan lalu belum berhasil membongkar liku-liku keterlibatan Watanabe. Namun, langkah yang sudah kepalang basah itu tampaknya akan diteruskan oposisi untuk menjatuhkan "putra mahkota" Perdana Menteri Jepang itu. Asap kecurigaan itu sudah lama mengepul. Ada beberapa hal yang pantas ditelusuri seperti proyek JITC yang sempat terhenti 1985 kemudian bisa cair dan berjalan mulus 1988 berkat upaya Gubernur Wiyogo Atmodarminto, yang sebelumnya menjadi duta besar di Tokyo. Juga pertanyaan mengapa Jepang yang memenangkan proyek itu walau ada sejumlah konsorsium dari Amerika, Prancis, dan Australia yang mencoba menawarnya. Yang juga mengundang tanda tanya adalah penunjukan Mitsuo Marume sebagai liaison officer, yang seolah menjadi perwakilan DKI Jakarta di Tokyo. Tugasnya saat ini tak lain mengurus pembangunan JITC. Dia pula yang dicurigai sebagai sekretaris pribadi Watanabe dalam hal pengumpulan dana politik. Bahkan kaum oposisi di Jepang mencurigai perusahaan Konan Tsusho pimpinan Marume itu sebagai "saluran" dana politik Watanabe. Di Indonesia, bukannya tak ada soal. Setelah Badan Pengelola Kompleks Kemayoran (BPKK) yang dipimpin Menteri Moerdiono itu mengalokasikan tanah 44 hektare untuk pembangunan JITC, Gubernur Wiyogo dan wakilnya Herbowo dipersoalkan DPRD karena duduk masing-masing sebagai komisaris utama dan salah satu komisaris JITC. Keduanya memang sudah ditarik Menteri Rudini untuk tak menduduki jabatan di situ. Namun, kursinya belum diisi sampai sekarang. Masih ada beberapa hal yang perlu dilacak. Watanabe, orang terkuat kedua Jepang itu, juga dicurigai berperan memperlancar penggabungan 55 perusahaan menjadi suatu konsorsium (Jakarta Development Corporation-JDC). Juga penunjukan mitranya, anggota konsorsium di Jakarta PT Jaya Nusa Pradana yang dipokoki Summa Group yang tergolong "dekat" Wiyogo. Pertanyaan semacam ini memang sudah beredar lama, baik di Jakarta maupun Tokyo. Letupan pertama adalah persidangan di parlemen Jepang, pekan lalu, yang menuduh Watanabe terlibat skandal penyuapan pembangunan JITC Kemayoran itu. Dengan alasan ini pula kami mengangkatnya menjadi Laporan Utama berikut ini. Di samping mencoba menjawab pertanyaan ada atau tidaknya skandal penyuapan dan "permainan" di dalam proses pembangunan proyek itu, juga ditampilkan "orangorang penting" yang disebut-sebut punya andil dalam "geger Kemayoran" itu. Dari Jepang, kecuali disajikan siapa sebenarnya politisi ulet Watanabe itu, juga bisa dibaca berbagai tangkisan Marume, yang dituduh menjadi sekretaris pribadi Watanabe. Peran Marume dalam kerja sama Indonesia-Jepang untuk pembangunan JITC Kemayoran memang kunci. Yang lebih penting lagi, hubungannya yang akrab dengan Gubernur Wiyogo dan sejumlah pejabat DKI Jakarta. Sementara itu, Wiyogo yang berada di Tokyo pekan lalu juga memberikan bantahan atas tuduhan skandal suap itu. Kalau kata Wiyogo itu benar, tentunya asap tak kan membubung lagi, sebab apinya sudah dipadamkan. Tapi bila ternyata di kemudian hari ada buktibukti yang lebih jelas, tentunya akan mengguncang politik dalam negeri Jepang. Apalagi bila kemelut itu sampai menghadang Watanabe naik ke kursi Perdana Menteri. A. Margana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini