Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Gempa Beruntun, BMKG Pastikan Muka Air Laut Selat Sunda Normal

BMKG masih terus memantau perkembangan kegempaan serta muka air laut Selat Sunda.

12 Januari 2019 | 17.45 WIB

Personel TNI kru KRI Torani 860 memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau di perairan Selat Sunda, Banten. 28 Desember 2018. Kapal perang jajaran Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) yang merupakan jenis kapal patroli cepat, KRI Torani 860 akan mengemban misi memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Perbesar
Personel TNI kru KRI Torani 860 memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau di perairan Selat Sunda, Banten. 28 Desember 2018. Kapal perang jajaran Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) yang merupakan jenis kapal patroli cepat, KRI Torani 860 akan mengemban misi memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan tidak ada kenaikan muka air laut di wilayah sekitar Selat Sunda, Jawa Barat. Sebelumnya, BMKG mencatat adanya gempa dalam dua hari lalu di kawasan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Gempa beruntun yang terekam di Selat Sunda pada tanggal 10 dan 11 Januari lalu tidak mengakibatkan kenaikan permukaan air laut yang signifikan sebagai indikasi tsunami di kawasan tersebut," ujar Deputi Bidang Geofisika BMKG Muhamad Sadly dalam keterangan tertulis, Sabtu, 12 Januari 2019.

Sadly mengatakan lembaganya masih terus memantau perkembangan kegempaan serta muka air laut Selat Sunda. Sebab, kata dia, masih ada potensi terjadinya tsunami di kawasan itu seperti yang terjadi pada akhir Desember lalu. "Sedikitnya terdapat tiga sumber tsunami di Selat Sunda," katanya.

Menurut Sadly, tiga sumber yang dapat memicu tsunami di Selat Sunda yakni Kompleks Gunung Anak Krakatau (GAK), Zona Graben, dan Zona Megathrust. Ketiga hal ini, kata dia, masih bisa memicu tsunami ketika mengalami reruntuhan serta patahan.

Sadly menjelaskan, untuk Kompleks GAK, yang terdiri dari Gunung Anak Krakatau, Pulau Sertung, Pulau Rakata, dan Pulau Panjang, masih rawan mengalami pergerakan. Hal itu, disebabkan ketiga pulau itu tersusun dari batuan yang retak secara sistemik akibat aktivitas vulkano-tektonik. "Kompleks tersebut rentan mengalami runtuhan lereng batuan ke dalam laut yang memicu tsunami," ucapnya.

Sumber tsunami lain, yakni Zona Graben, juga merupakan kawasan batuan yang rentan longsor. Selain itu, kata Sadly, Zona Megathrust merupakan wilayah yang berpotensi membangkitkan patahan naik yang jadi pemicu tsunami.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat untuk menjauhi pinggiran pantai selama potensi tsunami masih ada. Masyarakat diminta untuk tak berada dalam zona dengan radius 500 meter dari bibir pantai yang elevasi ketinggiannya kurang dari 5 meter.

Dwikorita juga meminta masyarakat untuk selalu mengecek informasi resmi terkait kegempaan dan tsunami di kanal-kanal resmi BMKG. Hal ini, kata dia, untuk mengantisipasi beredarnya informasi sesat mengenai kondisi Selat Sunda. "Jangan terpancing isu hoax, pantau terus Info BMKG untuk update informasi kegempaan dan tsunami," tuturnya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus