Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM membeberkan analisisnya mengenai teror kepala babi dan bangkai tikus kepada Tempo. Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Abdul Haris Semendawai menilai pengiriman itu sebagai ancaman untuk mempengaruhi kebebasan Tempo dalam membuat berbagai karya jurnalistik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Temuan kami juga melihat bahwa teror tersebut sengaja dilakukan untuk membuat rasa takut terhadap jurnalis dan untuk bisa jadi secara lebih luas ini akan berpengaruh pada kebebasan pers," kata Haris saat konferensi pers di Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis, 27 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Haris, teror tersebut juga akan membuat jurnalis Tempo ketakutan dan khawatir untuk kembali membuat produk jurnalistik. Sehingga, redaksi Tempo tidak akan berani lagi untuk membicarakan mengenai kebenaran yang terjadi. "Kemudian mereka terhadap hal-hal yang sensitif akan memilih untuk self-censorship. Nah itu juga tentunya kamu sesalkan kalau sampai hal itu terjadi," ucap dia.
Sementara itu, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada Wisnu Prasetya Utomo menilai setidaknya ada dua alasan yang membuat serangan terhadap kebebasan pers terus berulang. Alasan pertama adalah praktik impunitas terhadap kasus-kasus serangan terhadap jurnalis. “Jarang sekali ada tindakan hukum serius terhadap berbagai kekerasan terhadap jurnalis,” kata Wisnu ketika dihubungi oleh Tempo lewat aplikasi perpesanan pada Sabtu, 22 Maret 2025.
Alasan kedua, menurut Wisnu, adalah normalisasi yang dilakukan oleh pejabat publik terhadap ancaman terhadap kebebasan pers. Bahkan, tidak jarang pejabat publik justru meremehkan dan tidak menganggap serius kasus-kasus tersebut. “Karena tidak ada tindakan serius dan proses normalisasi tadi, aktor-aktor pelaku kekerasan menjadi lebih berani,” ujar Wisnu.
Dalam riset yang dilakukan Dewan Pers pada 2024, skor Indeks Kebebasan Pers (IKP) berada di level 69,36 atau turun 2,21 poin dari yang sebelumnya 71,57. IKP Indonesia tercatat mengalami tren penurunan sejak tahun 2022. “Trennya dalam lima tahun terakhir buruk kondisi kemerdekaan pers di Indonesia,” kata Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Erick Tanjung ketika dihubungi Tempo lewat panggilan telepon pada Sabtu.
Pada 2024, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat ada 73 serangan terhadap jurnalis. Sementara itu, dari Januari hingga Maret 2025, AJI telah menerima dan memverifikasi total 20 kasus yang berkaitan dengan serangan ke jurnalis. “(Pelaku serangan) paling tinggi itu kepolisian. Dalam setahun terakhir, sekarang trennya naik, menyusul itu adalah pelakunya tentara,” kata Erick.
Pilihan Editor: Prabowo Serahkan Zakat melalui Baznas di Istana