Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan masyarakat menolak usul penundaan Pemilu 2024 terus meluas di berbagai elemen masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebanyak 12 LSM dan lembaga penelitian yang tergabung dalam Koalisi Tolak Penundaan Pemilu 2024 menggulirkan petisi menolak wacana tersebut. Hingga hari ini, petisi tersebut sudah diteken lebih dari 32 ribu orang di change.org.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk berpartisipasi meneken petisi ini. Kita harus menjadi mayoritas yang vokal. Kita tidak mau demokrasi semakin mundur," ujar Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia dalam diskusi daring, Rabu, 16 Maret 2022.
Penolakan juga datang dari kalangan akademisi. Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) mengajak akademisi di seluruh kampus Indonesia menyerukan penolakan terhadap wacana
penundaan Pemilu 2024 yang berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden.
"Hingga saat ini sudah ada lebih dari 50 akademisi yang berasal dari 31 kampus menyatakan melawan wacana penundaan Pemilu. Petisi ini masih bergulir dan akan terus bertambah," ujar Ubedilah Badrun, Dosen UNJ yang turut ikut dalam Aliansi Akademisi Tolak Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Rabu, 16 Maret 2022.
Analis Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menyebut, memang diperlukan gerakan bersama masyarakat sipil melawan ide penundaan Pemilu yang bisa merusak demokratisasi di Indonesia ini.
"Perlu digelorakan perlawanan sipil untuk menumbangkan kepentingan para oligarki yang tak ingin pestanya cepat berakhir, tidak mau turun tahta dari jabatannya yang sudah dibatasi/diatur konstitusi, yakni 2 periode selama 10 tahun," ujar Pangi lewat keterangan tertulis, Rabu, 16 Maret 2022.
Tiga ketua umum partai politik pendukung pemerintah sebelumnya secara terbuka mendukung penundaan Pemilu 2024. Pernyataan politik itu disampaikan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan. Dalihnya macam-macam, dari soal perbaikan ekonomi hingga klaim tingginya angka kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi.
Teranyar, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga mengklaim adanya banyak aspirasi mendukung penundaan Pemilu 2024. Sementara Presiden Joko Widodo atau Jokowi sampai hari ini tidak juga menyampaikan pernyataaan tegas menolak wacana penundaan Pemilu 2024 yang digulirkan orang-orang di lingkarannya.
Jika para elite politik pada akhirnya berkomplot, ujar Pangi, maka perlawanan sipil adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan demokrasi dari kelompok oligarki yang ingin melanggengkan kekuasaan. Menurut Pangi, pembatasan jabatan presiden menjadi salah satu ciri khas utama pembeda antara sistem demokrasi dengan otoritarianisme. Jika wacana perpanjangan masa jabatan presiden ini sampai lolos, maka bukan tidak mungkin Indonesia kembali ke masa orde baru dimana Soeharto bisa memimpin selama 32 tahun.
"Ini harus kita lawan bersama. Elite politik tolong sudahi pikiran liar yang anti demokrasi. Ini adalah aktivitas membajak demokrasi dan mengkhianati konstitusi," ujar Pangi.
DEWI NURITA