Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gugatan Dua Saudara

Bersahabat karib, bisnis Toh Keng Siong dan Gunawan Jusuf berakhir antiklimaks. Saling gugat di pengadilan.

26 Maret 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENYESAP latte di Restoran Brasserie Les Saveurs, hotel St Regis, Singapura, Toh Keng Siong mengingat sebuah peristiwa 14 tahun lalu. Ketika itu, pada 1998, Gunawan Jusuf menelepon dari Jakarta. Pemilik Grup Makindo itu berniat mengungsikan keluarganya ke Singapura, menghindari huru-hara menjelang lengsernya Presiden Soeharto.

Gunawan meminta Toh menjadi penjamin keluarganya selama tinggal di Negeri Singa. Mengenal Gunawan setahun sebelumnya, Toh mengiyakan. Dengan jaminan ini, keluarga Gunawan bisa tinggal di negeri itu selama dua tahun dan anak-anaknya diizinkan menempuh studi di sekolah Amerika Serikat di Singapura.

"Sejak itu kami menjadi teman dan keluarga. Saya kenalkan dia dan keluarganya ke ayah dan ibu saya," kata Toh ketika ditemui Tempo di Singapura Kamis dua pekan lalu. Saking dekatnya, keluarga Toh kerap berkunjung ke kediaman keluarga Gunawan sekadar makan siang bersama atau menghabiskan akhir pekan. Tak dinyana, hubungan dekat itu berakhir di meja sengketa.

Pada 1999, Gunawan meminta Toh menempatkan uangnya dalam bentuk deposito berjangka di PT Makindo Sekuritas. Toh tergiur dengan iming-iming bunga hampir lima persen. Untuk ukuran bunga bank di Singapura saat itu, rate ini cukup tinggi. Bahkan, untuk rupiah yang ditanam Toh, Gunawan menjanjikan bunga 14,3 persen.

Gunawan tak menjelaskan bagaimana ia bisa memberikan bunga yang lebih tinggi dibanding bunga rata-rata bank saat itu. "He said this is a secret trade," ujarnya. Toh tak curiga. Hubungan baik keluarga telah melenakannya. Apalagi jangka waktu deposito yang dipilih hanya satu bulan—investasi yang berisiko kecil.

Melalui perusahaannya yang berbasis di Hong Kong, Aperchance Company Limited, sepanjang 1999-2002 Toh mentransfer US$ 126 juta (Rp 1,13 triliun) ke rekening Makindo. Transfer itu dilakukan melalui Merryl Lynch International Singapura, HSBC Singapura, dan BNP Paribas Hong Kong ke rekening Makindo di Bank Credit Suisse Singapura, United Overseas Bank AG Singapura, dan HSBC Singapura.

Dana itu ditransfer dalam berbagai bentuk mata uang: rupiah, dolar Amerika, dolar Australia, dolar Selandia Baru, dolar Singapura, dolar Hong Kong, dan euro.

Setiap uang kiriman Toh diterima, Makindo mengirim surat konfirmasi yang diteken Claudine Jusuf, Direktur Makindo yang juga istri Gunawan. Pada 9 Mei 2001, Claudine juga meneken surat untuk Aperchance, yang menyatakan Makindo akan memenuhi kewajibannya membayar kembali uang itu setelah jatuh tempo kapan pun diminta. Toh ditengarai sudah menerima bunga atas investasinya itu, meski ia menyangkal. "Not even one cent," katanya.

Toh mulai curiga saat Makindo, melalui PT Garuda Pancaarta, membeli Sugar Group Companies pada 2001. Apalagi nilai penjualan Sugar Group mirip-mirip jumlah uang yang ia titipkan ke Makindo. "Dari mana ia mendapat uang sebesar itu untuk membeli Sugar? Padahal dia tidak meminjam dari bank," kata Toh. Pada November 2002, Toh menelepon Gunawan dan mengatakan ingin menarik semua uangnya.

Gunawan terkejut. Ia lalu terbang ke Singapura membawa istri, anak, beserta ibunya menghadap Toh. Gunawan mengaku tak bisa membayar uang itu dan meminta tidak ditagih dulu. Setelah dua kali pertemuan di Singapura dan Jakarta, keduanya sepakat utang itu akan dicicil US$ 5 juta setiap bulan.

"Tapi dia tidak pernah membayar," ujar Toh. Merasa ditipu, Toh memutuskan menempuh jalur hukum. Ia memperkarakan Gunawan di pengadilan Singapura. Kembali Gunawan datang bersama keluarganya, meminta Toh menghentikan gugatannya.

Telanjur kesal, Toh tak mempedulikan permohonan itu. Pengadilan di Singapura mengeluarkan putusan Mareva injunction. Maksudnya, pengadilan membekukan aset-aset tergugat dan melarang tergugat memindahkan asetnya ke luar wilayah yurisdiksi putusan ini dibuat sampai sengketa diselesaikan.

Tapi Toh kalah di tingkat banding. Hakim memutuskan kasus ini tidak bisa disidangkan di Singapura karena Makindo berbasis di Indonesia. Hubungan kedua taipan pun memanas. Toh, melalui pengacaranya, mengumumkan putusan Mareva injunction di media. Pengumuman itu dibalas Gunawan dengan melayangkan gugatan penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court) kepada Aperchance.

Pada April 2004, Toh melaporkan kasusnya ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Tak pernah meminta keterangan Toh, polisi mengeluarkan surat perintah penghentian penyelidikan tiga bulan kemudian. Setelah itu, giliran Gunawan melancarkan balasan. Ia menggugat kuasa hukum Toh dengan tudingan membuat surat kuasa palsu.

Aperchance juga sempat melaporkan kasus utangnya plus putusan pengadilan Singapura ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Direktorat Jenderal Pajak. Tapi lagi-lagi tak membawa hasil.

Gunawan Jusuf tidak membalas surat permintaan konfirmasi yang dikirim oleh Tempo ke kantornya—Gedung GKBI, Lantai Mezzanine B, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Pengacaranya, Hotman Paris Hutapea, juga menolak diwawancarai. "Saya enggak ikut-ikut," katanya ketika ditemui Tempo Rabu pekan lalu.

Kartika Candra (Singapura)


Taipan Nyentrik di St Regis

DIA datang satu jam lebih awal dari janji bertemu dengan Tempo di hotel St Regis, Singapura, Kamis dua pekan lalu. Lelaki 58 tahun itu, Toh Keng Siong, mengenakan kemeja putih dan celana khaki. Rambutnya dipangkas semi-cepak dengan kuncir kecil menjuntai di tengkuk. Pada pergelangan tangannya melingkar gelang dari pilinan charnmantel tipis berwarna selang-seling: merah, kuning, biru.

Cucu Toh Kian Cui, salah satu orang terkaya di Singapura pada 1930-an, ini selalu merendah. "Saya sudah bangkrut," katanya. Ia memilih terbang dengan maskapai penerbangan murah jika bepergian ke luar negeri. Tercatat ia beberapa kali menumpang Tiger Airways.

Kerajaan bisnis Toh berkibar sejak dua generasi sebelum ia lahir. Sekitar dua dekade lalu, keluarga Toh berkibar di bisnis konstruksi. Proyek-proyeknya tersebar di Brunei, Malaysia, dan Indonesia.

Dari bisnis inilah kekayaan keluarganya dikumpulkan. Ayah dan paman Toh membesarkan bisnis itu. Entah apa sebabnya, bisnis konstruksi belakangan ditinggalkan. Menurut Toh, sebagian besar perusahaan itu sudah tutup sejak 1990. Tinggal satu perusahaan konstruksi yang kini dikelola Toh dan bergerak di bidang pembangunan jalan di Singapura.

Pada 1987, keluarga taipan itu masih sempat membuat perusahaan baru: Aperchance Company Ltd, yang berbasis di Hong Kong. Perusahaan ini juga yang belakangan digunakan Toh untuk menyalurkan uangnya kepada Makindo senilai US$ 126 juta (Rp 1,13 triliun). "Itu uang keluarga, yang dihasilkan dari darah dan keringat kami," katanya, geram.

Toh juga pernah menanamkan uangnya di banyak perusahaan lain di Indonesia. Salah satunya di PT Dharmala Intiland Tbk pada 2004. Tapi tetap saja Toh merendah. "Kata pengacara Gunawan Jusuf, uang saya hanya cukup untuk beli bakso," ujarnya tersenyum simpul.

Kartika Candra (Singapura)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus