CAMAT Sambelia, Lalu Habib, tergopoh-gopoh melapor pada
Bupati Lombok Timur bulan lalu. Tanah negara seluas 10.000 ha di
kawasan Gunung Rinjani telantar, kata sang Camat. Dan sebuah
perusahaan yang tadinya hendak menjadikan areal itu perkebunan
tebu, tak mempedulikannya lagi. Sedangkan puluhan KK transmigran
lokal dari Lombok Timur yang terkenal minus sudah mendesak sang
Camat agar diberi tanah.
Sebuah perusahaan, PT South Sumatra Sugar, telah mendapat
izin dari BKPM (1975) untuk mendirikan pabrik gula. Begitu pula
awal 1976 Gubernur NTB menyetujui areal 10.000 ha diserahkan
kepada perusahaan tadi untuk perkebunan tebu, sekaligus tempat
pabrik, perumahan karyawan dan pelabuhan.
Tak lama setelah itu perusahaan itu segera menanam tebu
seluas 2 hektar. Hasilnya ternyata baik--karena kawasan itu
memang terkenal subur. Tapi sejak itu hampir tak pernah
terdengar lagi kelanjutannya. Kebun percobaan yang tadinya 2 ha,
kini tinggal separuhnya--itupun sekarang tak terurus. Beberapa
orang yang dulu merawatnya, sudah lama mengundurkan diri karena
merasa tak ada jaminan penghasilan yang pasti dari perusahaan
tadi.
Bupati Lombok Timur, Saparwadi, tampaknya setuju jika areal
seluas itu dibagi-bagikan kepada rakyat. "Karena kebutuhan tanah
di daerah ini memang sudah mulai terasa," kata Saparwadi.
Tidak Telantar
Tapi ternyata dari pihak South Sumatra Sugar terdengar suara
lain. "Rencana pabrik gula tidak telantar, tapi macet," tutur
kepala perwakilan perusahaan itu di Mataram, Ambar Sumirat. Ia
mengungkapkan, perusahaannya telah mengadakan kontrak kerjasama
dengan berbagai pihak, antara lain engan satu perusahaan di
Amerika Serikat dan satu lagi dari Prancis. Modal yang akan
ditanam lebih dari US$ 200 juta. "Perusahaan kami tidak mungkin
membatalkannya lagi," tambah Ambar. Kalau sekarang macet,
katanya pula, adalah karena sedang mengurus Hak Guna Usaha (HGU)
tanah yang 10.000 ha itu.
Pabrik gula itu direncanakan akan menghasilkan 600 ton gula
pasir setiap hari. Ini berarti akan mempekerjakan sekitar 5.000
orang buruh. Dengan begitu berarti pula penduduk Sambelia
(13.500 jiwa) yang sebagian besar terdiri dari petani dan
nelayan, akan banyak terlibat. "Jika betul jadi dibangun,
penduduk di sini akan menari-nari kegirangan," kata Camat Lalu
Habib.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini