Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pelaksana Tugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah DIY Biwara Yuswantana mengakui saat ini memang masih ada warga yang menghuni kawasan rawan bencana (KRB) menyusul aktivitas Gunung Merapi yang kembali menggeliat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pasca erupsi Merapi 2010, memang masih ada warga yang menghuni KRB III sampai sekarang,” ujar Biwara di Kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Kamis 24 Mei 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wilayah KRB III merupakan wilayah yang paling dekat dengan zona merah atau berbahaya yang hanya berjarak sekitar tiga kilometer dari puncak Merapi.
Di wilayah ini terdapat sejumlah dusun seperti Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, dan Srunen yang didiami warga.
Biwara menjelaskan, pasca erupsi 2010, dari sekitar 4.000 kepala keluarga (KK) yang sempat tinggal di wilayah KRB III itu, sebanyak sekitar 2.000 lebih KK sudah mau dibujuk pemerintah untuk menghuni hunian tetap yang lebih aman.
“Sekarang warga yang tinggal di KRB III masih sekitar 587 KK, tahun ini akan turun lagi jumlahnya seiring selesainya bangunan hunian tetap untuk 30 KK,” ujarnya.
Biwara menuturkan, meskipun warga kadang masih naik ke wilayah KRB III itu untuk beraktifitas di ladangnya, namun pemerintah melarang untuk tinggal di wilayah itu.
Biwara menambahkan, terkait dengan para warga yang memilih mengungsi atau tetap tinggal di wilayah lereng Gunung Merapi saat aktivitasnya meningkat, hal itu merupakan inisiatif mereka. Namun yang jelas, saat ini kondisi Merapi belum naik levelnya menjadi siaga atau pun awas.
“Merapi kan masih status waspada, kalau warga yang merasa takut lalu mengungsi ya kami fasilitasi, kalau yang memilih tetap tinggal ya tak masalah,” ujarnya.