INILAH pidato kenegaraan 17 Agustus yang jatuh di hari pertama
Puasa Pidato yang dibawakan Presiden Soeharto pada 16 Agustus
malam itu banyak mengulangi kisah sukses ekonomi. Kali ini
bidang pertanian tak banyak disinggung, sekalipun hingga
sekarang tetap menelan porsi terbesar dari anggaran belanja.
Juga tentang peranan ekspor minyak tak banyak disebut-sebut.
Tapi yang banyak mendapat perhatian adalah bidang industri,
terutama yang dijangka panjang diperkirakan akan memasukkan
devisa yang besar, seperti proyek LNG di Bontang.
Presiden juga memberi komentar tentang beban hutang luar negeri,
tentang 'garis kemiskinan' yang di luar dugaan, kini menurun
sekali Presiden juga memberi semacam hadiah Lebaran dengan
memberi amnesti kepada sisa-sisa Fretilin. Di antara pokok-pokok
yang menarik dari Didato itu:
Hutang Pertamina: "Sebagian dari pinjaman yang dilakukan
Pertamina memang ada yang digunakan untuk proyek yang produktif,
seperti LNG, kilang minyak, eksplorasi dan eksploitasi minyak,
sarana distribusi dan lain-lain. Tapi sebagian lagi tak sesuai
dengan kebijaksanaan yang digariskan Pemerintah, bahkan ada yang
tak diketahui Pemerintah, sedangkan persyaratan atas pinjaman
atau perjanjian yang menimbulkan beban pinjaman itu kebanyakan
sangat tidak menguntungkan Pertamina.... Jumlah beban pinjaman
yang demikian ini meliputi bermilyar-milyar dolar. " . . .
penertiban atas tubuh Pertamina akan terus dilaksanakan,
termasuk tindakanhukum terhadap yang bersalah dalam peristiwa
krisis Pertamina ini."
Minyak: "Di bidang minyak bumi kemajuan tercatat dalam berbagai
hal. Sumur-sumur baru ditemukan, beberapa di antaranya telah
mulai berproduksi. Kilang minyak baru yang cukup besar telah
selesai dibangun di Cilacap. Ini berarti bertambah besarnya
kemampuan pengadaan minyak dan minyak pelumas untuk kebutuhan
dalam negeri yang terus meningkat dari tahun ke tahun."
Penerimaan devisa: ".... penerimaan devisa kita dari ekspor
terus meningkat, hingga keadaan cadangan devisa kita menjadi
jauh lebih kuat dibandingkan keadaan satu-dua tahun lalu. Bahkan
penerimaan devisa dalam tahun keempat Repelita II (tahun depan -
Red.) akan naik hampir 10 kali lipat dibandingkan dengan
penerimaan devisa dalam tahun pertama Repelita I."
Di bidang keamanan meskipun tetap menyatakan PKI dan unsur-unsur
ekstrim lainnya sebagai bahaya laten, ada kabar baik bagi
mereka yang masih ditahan: Mempercepat penyelesaian kaum
tahanan secara bertahap. Penyelesaian bergelombang itu bermaksud
agar "kita akan dapat membebaskan diri dari salah satu beban
nasional yang selama ini kita pikul dengan sebaik-baiknya."
Beberapa pokok penting di antaranya:
Tahanan G-30-S/PKI "Tahanan gol. 'A' akan kita selesaikan
paling lambat dalam tahun 1978. Sedangkan bagi gol. 'B' pada
1977 ini akan kita kembalikan ke dalam masyarakat sebanyak 10
ribu orang. Sisanya akan dikembalikan sebanyak 10 ribu orang
dalam 1978. dan sisanya lagi dalam tahun 1979.
Timor Timur: "Bertepatan dengan suasana peringatan hari
ulangtahun Kemerdekaan kita yang bersejarah ini, saya ingin
mengumumkan pemberian amnesti umum kepada sisa-sisa gerombolan
bersenjata Fretilin di Timor-Timur yang menyerahkan diri secara
sadar kepada ABRI selambat-lambatnya pada 31 Desember 1977."
Gangguan Keamanan: Presiden tak menunjuk hidung ketika
menyebutkan peristiwa penggranatan di beberapa tempat serta
konflik bersenjata yang belum lama berselang terjadi di Irian
Jaya. Kata Presiden: "Timbulnya gangguan keamanan yang dilakukan
oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab di Sumatera Utara.
Sumatera Selatan, Irian Jaya segera dapat diatasi oleh alat-alat
negara, hingga tak sampai menggoyahkan stabilitas keamanan."
Pada awal pidato. Presiden bicara tentang penyempurnaan lembaga
demokrasi, tentang pentingnya beda pendapat dan peranan pers,
sebagai berikut:
Sidang MPR: "MPR hasil Pemilu 1977 itulah yang bersidang dan
menilai pertanggunganjawah Presiden, bukan MPR hasil Pemilu I
1971, karena MPR hasil Pemilu 1977 itulah yang akan menentukan
GBHN, mengangkat Presiden Mandataris dan mengangkat Wakil
Presiden untuk waktu selanjutnya tahun 1978-1983."
Perbedaan pendapat: "Dalam demokrasi Pancasila samasekali tak
berarti bahwa perbedaan pendapat harus dilenyapkan. Selain
melawan kodrat, maka matinya perbedaan pendapat berarti
macetnya pikiran-pikiran segar untuk perbailkan. Persoalannya
adalah bahwa perbedaan pendapat itu tidak harus
diruncing-runcingkan, lebih-lebih untuk menekan atau mengancam
pihak lain.
Pers Indonesia: Walaupun kita menempatkan menempatkan
lembaga-lembaga perwakilan rakyat sehagai sarana demokrasi yang
penting, namun kita juga harus mengembangkan jalur-jalur
demokrasi yang lain. Dalam hal ini sangat penting tumbuhnya pers
yang bebas dan bertanggungjawab.
"Maka pers Indonesia menikmati kebebasan yang cukup longgar.
Setidak-tidaknya bukan tergolong buruk di kawasan Asia, dan
dalam deretan negara negara yang sedang membangun lainnya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini