Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Hotel Blusukan di Kaki Arjuno

Kawasan pertanian berubah menjadi daerah agrowisata. Petani menjadi lebih sejahtera.

20 Januari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rumah pasangan Dwi Iin dan Yuni tak terlalu besar dan bukan yang paling bagus di Dusun Kungkuk, Desa Punten, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Tapi pondok dua lantai seluas 150 meter persegi itu merupakan salah satu tempat favorit wisatawan menginap.

Begitulah. Pasangan petani buah ini, bersama sekitar 50 tetangganya, membuka usaha tempat penginapan bagi pelancong yang gemar blusukan ke desa-desa. Jangan berharap mendapat fasilitas hotel berupa toilet di dalam kamar atau televisi. Umumnya pondok wisata ini hanya dilengkapi satu kamar mandi untuk dipakai bersama-sama.

Namun di sini kita mendapatkan banyak hal baru selain tarif yang miring: pemandangan alam menakjubkan dan udara sejuk di kaki Gunung Arjuno sampai pengalaman bertani dan memanen buah langsung dari kebun.

Sekar, pelancong dari Surabaya yang menginap di rumah Yuni-Dwi pada pertengahan Desember lalu, mengaku kerasan menginap di kampung di ketinggian 800-1.100 meter di atas permukaan laut itu. Apalagi tuan rumah memperlakukan Sekar layaknya kerabat. Sepulang melancong, ia biasa ngobrol dan nonton televisi dengan Yuni dan anaknya sembari menikmati kudapan.

Desa Punten adalah sentra pertanian. Sebanyak 75 persen dari 1.550 keluarga di sana adalah petani apel, jeruk, jambu, sayur-mayur, dan aneka bunga. Beberapa warga juga membudidayakan kelinci, unggas, dan hamster. Dalam setahun terakhir penghasilan penduduk Kungkuk bertambah. Pintu rumah penduduk Kungkuk terbuka bagi pelancong seperti Sekar yang ingin menikmati kawasan pegunungan dan pertanian.

Kampung wisata memang sedang meriap di Jawa Timur. Selain warga Desa Punten di Batu, penduduk Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, sejahtera berkat kegiatannya melayani pelancong.

Dusun Kungkuk mulai diproyeksikan sebagai kampung wisata lima tahun lalu. Wito Pamungkas, 42 tahun, bersama empat pelaku wisata yang juga tetangganya, menggagas desa wisata berbasis pertanian. Ide ini disampaikan petani sayur itu ke Dinas Pariwisata Kota Batu lantaran pemerintah kota punya program pembangunan wisata Taniku Wisataku.

Gagasan Wito itu banyak ditolak penduduk kampung. "Mereka khawatir disewa jam-jaman untuk prostitusi," kata Wito, Senin pekan lalu. Karena penolakan itu, rencana sempat terhenti. Namun, selama empat tahun, Wito dan kawan-kawan berusaha meyakinkan tetangganya bahwa desa wisata bisa menambah penghasilan.

Dinas Pariwisata turun tangan dengan melatih penduduk menjadi pemandu wisata, dan menyiapkan rumah tinggal menjadi penginapan. Konsep ini kembali diperkenalkan pada Maret 2013. Lambat-laun warga tertarik menjajal. Awalnya 10 keluarga menyediakan penginapan. Lalu berkembang menjadi 50-an rumah.

Rumah sederhana pun bisa menjadi penginapan yang nyaman. "Asalkan bersih dan dilengkapi toilet yang memadai," ujar Wito, yang juga Ketua Lembaga Kampung Wisata Kungkuk. Dwi dan Yuni menyewakan dua dari empat kamar di rumahnya.

Petani bunga, apel, jeruk, jambu, dan sayuran serta karang taruna digandeng. Aneka paket wisata edukasi pertanian ditawarkan, seperti belajar menanam sayuran, memetik buah dan bunga, serta memeras susu sapi. Juga tersedia camping ground, rafting, dan outbound. Jika datang dengan rombongan besar, pelancong akan disambut tarian khas Batu. Pemilik "hotel" juga menyediakan paket makan tiga kali sehari berharga Rp 12 ribu. "Makanannya makanan kampung. Nasi jagung dengan lauk urap-urap dan ikan asin," kata Yuni.

Untuk menggaet turis, Lembaga Kampung Wisata menggandeng biro perjalanan. Dinas Pariwisata pun kerap mengikuti pameran wisata dan menyebar info melalui Internet. Selama setahun, sekitar 1.000 turis mampir ke Kungkuk. Lima puluh di antaranya turis asing dari Cina, Taiwan, Malaysia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat.

Menurut Yuni, turis terkadang hanya mampir untuk makan siang. Sebagian besar pelancong yang datang adalah anak sekolah atau pegawai perusahaan. "Belum pernah ada yang kembali menginap di sini. Sebagian besar datang dari jauh," katanya.

Menginap di Kungkuk relatif murah, yakni Rp 65 ribu per orang per malam. "Saya yakin desa wisata akan terus berkembang," kata Purwito, tetangga Yuni. Lembaga juga menyediakan paket agrowisata bertarif Rp 15 ribu per orang. Untuk yang suka tantangan, ada arena outbound, dengan bayaran Rp 60 ribu.

Dinas Pariwisata dan Perum Perhutani membangun panggung terbuka atau amfiteater untuk pentas seni sekaligus ruang pertemuan. Mistin, Kepala Dinas Pariwisata Kota Batu, menjelaskan, seluruh biaya pembangunan amfiteater Rp 800 juta itu didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan diharapkan rampung pada akhir 2014. "Disiapkan lahan dua hektare," kata Kepala Resor Pemangku Hutan Punten Perum Perhutani Bambang Harianto.

Konsep ini dicontoh 12 desa lain di Bumiaji, disesuaikan dengan potensi masing-masing. Petik mawar di Desa Gunungsari, tanaman dan bunga hias di Desa Sidomulyo, serta sayuran di Desa Sumberrejo. Sedangkan Desa Sumbergondo menyajikan wisata pengolahan apel menjadi keripik dansari buah. Karena desa wisata itulah, antara lain, angka kunjungan pelancong di Batu melonjak dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2011, turis yang datang hanya 2,5 juta orang. Angka ini menjadi 4 juta pada 2012 dan 5 juta pada 2013.

Berbeda dengan yang terjadi di Desa Punten, kawasan wisata Desa Sugihwaras, Kediri, dimulai dari pembangunan infrastruktur wisata oleh pemerintah setelah erupsi Gunung Kelud pada akhir 2007. Danau Kelud yang musnah akibat erupsi justru melecut semangat pemerintah dan penduduk untuk membangun kembali obyek wisata itu. "Hilangnya danau bukan akhir dari tempat wisata ini," kata juru bicara Pemerintah Kabupaten Kediri, Edi Purwanto.

Penduduk desa yang sebagian besar pekerja perkebunan cokelat dan petani nanas dilibatkan antara lain sebagai petugas loket dan parkir, penjaga museum dan gedung bioskop Kelud, atau sopir kendaraan wisata ke puncak gunung. Mereka yang tak direkrut ada yang mendirikan warung makanan dan toko kelontong atau menyediakan jasa angkutan dengan pengawasan dan pengelolaan Dinas Pariwisata.

Yasin, penduduk yang ditunjuk sebagai pengawas area wisata itu, mengatakan kerja sampingan pemilik kendaraan cukup menghasilkan. Dengan tarif angkut Rp 17 ribu per orang, mereka bisa mendapatkan uang hingga Rp 340 ribu sekali angkut. Padahal, pada hari libur, kendaraan bisa bolak-balik ke puncak berulang kali.

Menurut catatan Dinas Pariwisata Kediri, kunjungan wisata Kelud selama 2013 mencapai 1 juta lebih, termasuk 900 turis asing. Harga tanah pun membubung empat kali lipat dari semula Rp 400 ribu per meter persegi.

Jumlah penginapan terus bertambah berkat bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat. Awalnya hanya empat penginapan. Pemerintah juga mendorong warga yang memiliki rumah sederhana untuk menyewakan kamar. Rata-rata kamar penginapan yang jaraknya 200 meter dari gerbang wisata Kelud dibanderol Rp 150 ribu per malam. Menurut Wahyudi, pemilik penginapan Kenanga, kamar selalu penuh setiap akhir pekan atau libur sekolah.

Untuk mendongkrak pendapatan, pemilik kamar juga menyediakan makanan ringan. Makanan berat hanya disediakan warung makan demi pembagian rezeki. Petani yang tak punya kamar menjajakan hasil bumi di gerai yang disediakan pemerintah daerah. "Pagi hari bisa membeli susu sapi segar dari penduduk," kata Tri, turis asal Malang yang mengunjungi lokasi itu bersama rombongan gereja.

Adapun pemuka desa diminta menggelar upacara adat larung sesaji untuk keselamatan desa setiap tahun di puncak Kelud. Ritual ini selalu sukses mendatangkan pengunjung hingga membuat Sugihwaras menjadi lautan manusia.

Endri Kurniawati, Eko Widianto, Hari Tri Wasono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus