Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyandang disabilitas gangguan pendengaran dapat menggunakan sebuah teknologi yang dapat meningkatkan peran rumah siput. Teknologi yang digunakan adalah pemasangan sel rambut buatan di dalam rumah siput. Sel rambut buatan itu berupa elektroda sepanjang 0,4 – 0,6 milimeter yang dimasukkan ke dalam rongga di rumah siput bernama Skala.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Elektroda tersebut dapat menggantikan fungsi sel rambut dalam menghantarkan rangsang suara ke otak," ujar Dokter Spesialis Bedah Telinga Hidung Tenggorokan, Kepala Leher, dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo atau RSCM, Harim Priyono di acara peluncuran komunitas Keluarga Implan Kokhlea Indonesia atau KIKI di Kebun Raya Bogor, Ahad 29 Juli 2018.
Menurut Harim, di sepanjang badan elektroda terdapat 6 sampai 12 penampang logam. Benda tersebut mengantarkan rangsangan listrik ke batang otak, sehingga otak dapat mengubah rangsangan listrik menjadi persepsi suara. "Hasil suaranya cukup baik, ada yang sampai bisa menangkap nada suara dalam lagu, meski tidak dapat menebak siapa penyanyinya," ujar Harim.
Pemasangan implan kokhlea harus melalui operasi pembedahan kepala. Karena itu, proses pemasangan melibatkan dokter spesialis bedah, telingan hidung tenggorokan atau THT, tumbuh kembang anak, jantung, anestesi, bahkan spesialis mata. Pemasangan implan dilakukan lebih dari dua jam. Setelah implan koklea dimasukkan, maka tes suara dapat dilakukan sekitar 6 jam berikutnya.
Implan koklea.
Meski begitu, teknologi ini tidak dapat diterapkan pada gangguan pendengaran yang terjadi di luar rumah siput. Selain itu, teknologi ini hanya bagi mereka yang memiliki ambang dengar di atas 80 desibel atau profound hearing impairment.
Azelia Salsabila, 14 tahun, pemakai implan koklea selama 7 tahun mengatakan, bunyi yang didengarnya jauh lebih jernih dibanding memakai Alat Bantu Dengar atau ABD konvensional. "Saya dapat mendengar suara desir angin, dulu memakai ABD tidak bisa," ujar Azelia di acara tersebut.
Menurut Azelia kekurangan implan koklea adalah terlalu sensitif terhadap suara keras. Misalnya, dia merasa kurang nyaman ketika mendengar suara teriakan atau suara dengan frekuensi tinggi. "Rasanya ribut sekali," ujarnya.
Karena penggunaan implan melibatkan satu unit alat dan salah satu alatnya berada di luar telinga, maka ada beberapa pantangan aktivitas bagi pemakai implan. Menurut Harim, pemakai implan sebaiknya tidak melakukan kegiatan yang melibatkan paparan guncangan atau getaran pada kepala. "Misalnya olahraga beladiri atau outdoor yang terlalu ekstrem seperti terjun dari ketinggian," ujar Harim. Sedangkan renang tetap dapat dilakukan karena ada implan yang terbuat dari bahan kedap air.
Pemakai implan juga tidak perlu khawatir resiko ikutan setelah pemasangan implan. Sebab, menurut Harim, implan tidak akan mengganggu saraf di organ lain, seperti otak, mata, hidung, atau tenggorokkan. Harga Implan Kokhlea cukup mahal. Satu unit berkisar Rp 150 sampai 350 juta. Jika berdasarkan diagnosa medis, kedua telinga harus memakai alat ini, makaa harg yang harus dibayar juga dua kali lipat. "Meski begitu, operasi pemasangannya dapat ditanggung BPJS," ujar Harim.
Dari data Keluarga Implan Koklea Indonesia atau KIKI, ada sekitar 1.500 pengguna implan di seluruh Indonesia. Namun angka ini tergolong sedikit dari jumlah penduduk Indonesia dengan gangguan pendengaran yang mencapai lebih dari 1 juta jiwa.