Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Insiden Musala Tumaluntung, Polda Sulut: Izin akan Diurus

Insiden di balai pertemuan Tumaluntung terjadi pada Rabu petang, 29 Januari 2020. dan beredar dalam sebuah video via media sosial.

31 Januari 2020 | 18.03 WIB

Ilustrasi pengeras suara masjid. Dok. TEMPO/ Bernard Chaniago
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ilustrasi pengeras suara masjid. Dok. TEMPO/ Bernard Chaniago

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Humas Polda Sulawesi Utara Komisaris Besar Jules Abraham Abast mengatakan telah digelar pertemuan Forum Komunikasi Pemimpin Daerah (Forkopimda) setelah terjadinya perusakan balai pertemuan di Perumahan Griya Agape, Tumaluntung, Minahasa Sulawesi Utara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Jules, forum itu menghasilkan sejumlah kesepakatan untuk mengurus perizinan balai menjadi musala.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Dihasilkan kesepakatan bahwa akan diurus perizinan, dilengkapi sesuai aturan yang ada," kata Jules kepada Tempo hari ini, Jumat, 31 Januari 2020.

Jules menerangkan bahwa pengurusan izin pendirian musala akan merujuk Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri terkait pendirian rumah ibadah.

Dia menyatakan Bupati Minahasa Utara Vonnie Anneke Panambunan akan menandatangani perizinan jika syarat-syaratnya lengkap. 

Jules tak merinci apakah dalam pertemuan kemarin ada kesepakatan bahwa warga akan memberikan izin pendirian musala.

Dalam SKB 3 Menteri terdapat ketentuan salah satu syarat pendirian rumah ibadah adalah dukungan paling sedikit dari 60 orang dari masyarakat setempat.

"Itu tidak dibahas, yang dibahas hanya bagaimana memenuhi aturan. Jika dipenuhi, perizinan dilengkapi, barangkali Departemen Agama akan mengeluarkan," ucapnya.

Insiden di balai pertemuan Tumaluntung terjadi pada Rabu petang, 29 Januari 2020. dan beredar dalam sebuah video via media sosial. 

Dalam video itu terlihat sebuah spanduk yang bertuliskan penolakan warga terhadap pendirian musala atau masjid dengan tiga alasan.

Alasan pertama, penduduk di sekitar lokasi 95 persen nonmuslim. Kedua, warga terganggu dengan suara pengeras suara (Toa) yang dianggap bising.

Dan ketiga, warga tak mau terancam tindak pidana penistaan agama karena memprotes kebisingan Toa.

Kepolisian sudah menangkap enam orang, satu di antaranya diduga provokator.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus