Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Tempo Laporkan Teror Kepala Babi ke Mabes Polri: Bagaimana Aturan Hukum Penghalangan Kerja Jurnalistik?

Koordinator KKJ sebut teror kepala babi ke Tempo sebagai bentuk penghalangan kerja jurnalistik yang diatur Pasal 18 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

22 Maret 2025 | 14.17 WIB

 Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra didampingi Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) ditemui di lobi gedung Bareskrim Polri usai membuat laporan polisi ihwal teror kepala babi yang ditujukan kepada salah seorang jurnalis Tempo, Jumat, 21 Maret 2025. Tempo/Nandito Putra.
Perbesar
Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra didampingi Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) ditemui di lobi gedung Bareskrim Polri usai membuat laporan polisi ihwal teror kepala babi yang ditujukan kepada salah seorang jurnalis Tempo, Jumat, 21 Maret 2025. Tempo/Nandito Putra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kantor redaksi Tempo mendapat teror kepala babi pada Rabu, 19 Maret 2025. Paket kepala babi tersebut ditujukan kepada Cica, nama panggilan wartawan desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik, Francisca Christy Rosana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun paket tersebut baru diterima baru Cica pada Kamis, 20 Maret 2025 pukul 15.00, ketika baru sampai kantor usai liputan bersama Hussein Abri Yusuf Muda Dongoran, sesama wartawan desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Merespons teror kepala babi tersebut, Wakil Pemipin Redaksi Tempo, Bagja Hidayat, mengungkapkan Redaksi Tempo melaporkannya ke Mabes Polri, Jumat, 21 Maret 2025, dengan didampingi Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ).

"Ini adalah teror terhadap kerja jurnalistik dan kebebasan pers secara keseluruhan," katanya.

Ia juga mengungkapkan kondisi Cica baik-baik saja dan tetap bekerja seperti biasa. "Dia sedang mendapatkan perlindungan untuk menjaga hal-hal tak diinginkan," katanya.

Sementara itu, Koordinator KKJ, Erick Tanjung, menyatakan teror dan intimidasi ini adalah bentuk penghalangan kerja jurnalistik yang diatur dalam Pasal 18 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Upaya menghalangi kerja jurnalistik adalah tindak pidana dengan ancaman dua tahun penjara,” kata Erick kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 21 Maret 2025.

Selain mengancam kebebasan pers, Erick menyebutkan teror ini juga merupakan ancaman terhadap nyawa jurnalis. Untuk itu KKJ juga melaporkan teror ini menggunakan Pasal 336 KUHP tentang ancaman pembunuhan.

Pasal ini mengatur ketentuan pidana paling lama 2 tahun 8 bulan terhadap pelaku pengancam pembunuhan. “Kami melihat pengiriman kepala babi ini adalah simbol dari ancaman pembunuhan,” ujar Erick.

Lebih jelas mengenai konsekuensi terhadap aksi teror dan intimidasi yang merujuk pada upaya penghalangan kerja jurnalistik dijelaskan melalui Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang berbunyi:

“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”

Adapun Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 1999 yang dimaksud adalah:

ayat (2) 

“Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran”

ayat (3) 

“Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”

Indeks Keselamatan Jurnalis

Lebih lanjut, mengenai keselamatan jurnalis, menurut data Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 yang disusun Yayasan Tifa bersama Human Rights Working Group (HRWG) dan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) melalui kerja sama dengan Populix, ancaman dan kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi di masa transisi pemerintahan. Dari survei terhadap 760 jurnalis di Indonesia, 24 persen di antaranya mengalami teror dan intimidasi, 23 persen menghadapi ancaman langsung, 26 persen mendapat pelarangan pemberitaan, dan 44 persen mengalami pelarangan liputan.

Direktur Eksekutif PPMN, Fransisca Ria Susanti, memperingatkan bahwa jika aksi teror ini tidak diusut tuntas, kekerasan terhadap jurnalis dapat meningkat. “Kita tidak ingin jurnalis, juga masyarakat, hidup dalam ketakutan hanya karena bersikap kritis terhadap kekuasaan atau punya pandangan berbeda dari pemerintah,” ujarnya.

Linier dengan hal tersebut, Direktur Eksekutif HRWG, Daniel Awigra, menekankan bahwa intimidasi terhadap jurnalis adalah pelanggaran serius terhadap kebebasan pers, demokrasi, dan hak asasi manusia. "Teror kepala babi adalah serangan yang bersifat kultural di masyarakat Indonesia, dan pelakunya wajib dipidana dengan UU Anti Diskriminasi Ras dan Etnis,” kata Daniel.

Dani Aswara, Nandito Putra, dan M. Rayhan Muzzaki berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Koalisi Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tinjau Ulang Jabatan Hasan Nasbi karena Nirempati Soal Teror Kepala Babi

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus