Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Iqbaluzzaman: "Saya Dizalimi Orang Malaysia"

2 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JARINGAN teroris itu berhulu di Malaysia. Simpul-simpulnya mulai mencuat di balik rentetan bom yang terus mengguncang Tanah Air dua tahun belakangan ini. Taufik Abdul Halim alias Dani, tersangka pelaku peledakan Mal Atrium Senen, Jakarta, dipastikan merupakan anggota kelompok Islam militan bernama Kumpulan Mujahidin Malaysia. Dan diduga sejumlah teror bom di Bandung pada malam Natal tahun lalu didalangi kelompok yang sama. Tanda ke arah itu datang dari pengakuan seorang terpidana kasus itu, yang kini meringkuk di penjara Kebonwaru, Bandung. Dialah Iqbaluzzaman alias Iqbal, yang baru saja menerima vonis 15 tahun penjara. Oleh hakim, ayah 12 anak dari dua istri ini dinyatakan terbukti telah mengotaki komplotan yang berencana meledakkan sejumlah gereja di Bumi Parahyangan. Kepada wartawan TEMPO Rinny Srihartini, yang menemuinya pekan lalu, Iqbal mengaku pernah dipertemukan dengan seseorang bernama Hambali. Tak lain, Hambali adalah warga asal Cianjur, Jawa Barat, yang menetap di Selangor, Malaysia, dan hingga kini menjadi buron interpol. Berikut ini petikan wawancaranya.
Anda selalu menyatakan tidak bersalah. Saya memang tidak me-rasa bersalah. Saya masuk bui karena dizalimi oleh orang Malaysia. Oleh siapa? Saya kira oleh Enjang, Akim, serta Hambali, orang Malaysia itu. Mereka telah memanfaatkan pengajian saya untuk melaksanakan niat mereka. Akibatnya, orang yang tak bersalah seperti saya jadi terseret ke penjara. Siapa Hambali ini? Saya dikenalkan dengan Hambali oleh Enjang dan Akim. Kami pernah bertemu dua kali sebelum peledakan di malam Natal itu. Yang pertama di depan rumah mertua saya di Jalan Jembar, Cicadas, Bandung. Waktu itu, sekitar awal Desember 2000, mereka datang berempat—Enjang, Akim, Hambali, dan Umar. Katanya minta tolong supaya dicarikan calon istri. Pertemuan kedua tanggal 18 Desember 2000 di Hotel Rinjani, Bandung. Saat itu yang dibicarakan soal hukum Islam. Hambali terkait dengan Kumpulan Mujahidin Malaysia? Enjang dan Akim tak pernah bercerita banyak. Mereka cuma pernah bilang bahwa Hambali sebenarnya orang Indonesia asal Cianjur dan sudah 10 tahun lebih bermukim di Malaysia setelah menikahi perempuan warga Malaysia. Tapi saya memang pernah ditanyai mereka soal kelompok Mujahidin. Saya ditanyai apakah saya mengikuti kongres Mujahidin, yang waktu itu berlangsung di Yogyakarta. Saya jawab tidak karena saya memang tidak mengerti apa itu kelompok Mujahidin. Konflik Maluku dan rencana peledakan gereja juga dibicarakan? Tidak. Yang dibicarakan cuma tentang hukum Islam. Tapi saya tidak terlalu tertarik. Anda pernah mengaku kepada polisi bahwa Hambali pernah memberi uang 25 ribu ringgit? Iya, saya dengar kalau Hambali waktu itu mengatakan akan memberi uang, kalau tidak salah 25 atau 50 ribu ringgit. Untuk apa, katanya? Saya tidak tahu. Cuma itu yang saya dengar. Katanya sumbangan dari seorang wanita di Malaysia yang peduli terhadap penderitaan muslim di Indonesia. Siapa nama wanita itu? Uangnya diserahkan ke-pada siapa? Hambali tidak menyebutkan namanya. Uangnya di-terima siapa, saya juga tidak tahu. Mungkin diterima dan disimpan mereka sendiri. Anda kenal dengan Dedi Mulyadi, pelaku peledakan Ciamis? Tidak. Menurut pengakuan De- di kepada polisi, Enjang dan Akim pernah menjadi relawan perang Afghanistan bersama kelompok Taliban. Saya tidak tahu apa-apa mengenai kelompok Taliban. Benarkah Anda pernah masuk kelompok Negara Islam Indonesia (NII) pimpinan Abdul Fatah Wiranagapati? Ya, saya memang masuk kelompok ini pada 1986. Tapi pada 1989 saya keluar karena berbeda prinsip soal baiat. Saya tidak sependapat dengan prinsip kelompok itu bahwa orang yang tidak mau dibaiat kemudian dikafirkan. Baiat itu kan janji, hukumnya juga sunah. Ini kan enggak benar. Karena itu, saya keluar. Tapi saya setuju pendirian negara Islam. Karena itu, saya senang membaca dan mengoleksi buku soal negara Islam. Kalau Anda tidak terlibat, kenapa Anda melarikan diri? Itulah kesalahan terbesar saya. Tapi waktu itu saya memang benar-benar panik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus