Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah kalangan mendesak Polda Metro Jaya segera menetapkan tersangka dalam perkara Firli Bahuri.
Polda dan KPK sepakat melanjutkan rapat koordinasi terhadap kasus Firli Bahuri.
Kedua lembaga akan saling tukar informasi dalam penanganan perkara Firli.
JAKARTA – Berbagai kalangan mengkritik rapat koordinasi antara Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penyidikan dugaan korupsi berupa pemerasan Firli Bahuri terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Sebab, rapat koordinasi itu membuka peluang intervensi Firli sebagai Ketua KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpendapat bahwa Polda Metro Jaya semestinya tidak menyetujui rapat koordinasi yang mendahului supervisi itu karena membuka peluang ada pihak yang cawe-cawe dalam penanganan perkara dugaan korupsi tersebut. “Sangat mungkin juga itu bisa mempengaruhi penetapan tersangka,” kata Fickar, Jumat, 17 November 2023.
Menurut Fickar, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya semestinya berkonsentrasi dalam penetapan tersangka kasus tersebut daripada berputar-putar dalam penanganan perkara hingga bersedia mengikuti ajakan rapat koordinasi KPK. Apalagi penyidik Polda sudah memeriksa hingga 91 saksi, baik saksi fakta maupun ahli. Penyidik bahkan sudah dua kali memeriksa Firli dan Syahrul serta menggeledah rumah sewa Firli di Jalan Kertanegara Nomor 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi seharusnya sudah ada penetapan tersangka,” ujar Fickar.
Ketua Indonesia Memanggil 57+ Muhamad Praswad Nugraha sependapat dengan Fickar. Ia mengatakan rapat koordinasi dan supervisi ditempuh ketika tiga hal tidak terpenuhi dalam penanganan perkara. Ketiga hal tersebut adalah penanganan perkara berlarut-larut, diduga ada kasus korupsi lainnya dalam perkara tersebut, dan KPK bermaksud mengambil alih penanganan perkara.
“Namun tiga syarat tersebut tidak terpenuhi dalam penanganan perkara ini,” kata Praswad.
Ia juga menegaskan bahwa penyidik Polda Metro Jaya semestinya berkonsentrasi untuk menetapkan tersangka perkara korupsi tersebut. Praswad menganggap penetapan tersangka menjadi sangat penting karena penyidikan sudah berlangsung dua bulan. Tujuannya agar penyidikan perkara tidak berlarut-larut karena berisiko diintervensi oleh pihak tertentu.
Mobil yang membawa Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri setelah diperiksa ihwal kasus suap Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Mabes Polri, Jakarta, 16 November 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Jumat kemarin, penyidik gabungan Polda Metro Jaya dan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri mendatangi gedung KPK untuk memenuhi undangan rapat koordinasi lembaga tersebut. Mereka bertemu dengan Kedeputian Koordinasi dan Supervisi KPK.
Undangan rapat koordinasi itu merupakan respons atas permintaan supervisi perkara Firli oleh Polda Metro Jaya pada 11 dan 24 Oktober lalu. Awalnya, KPK tak kunjung menjawab permintaan supervisi tersebut sehingga Polda meminta Dewan Pengawas KPK mendesak lembaga pemberantas korupsi itu merespons surat mereka. KPK baru menjawab permintaan supervisi Polda ini pada dua pekan lalu.
Polda meminta supervisi KPK setelah menaikkan perkara korupsi yang diduga melibatkan Firli Bahuri ke tahap penyidikan. Firli diduga telah memeras Syahrul Yasin Limpo hingga miliaran rupiah saat KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian. Keduanya juga sempat berkali-kali bertemu pada 2022, di antaranya di rumah Kertanegara Nomor 46 dan di gedung olahraga bulu tangkis kawasan Mangga Besar, Jakarta Pusat.
Penyidik Polda menduga adanya pelanggaran terhadap Pasal 12 huruf e, Pasal 12 B, dan atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal 12 huruf e mengatur tentang pemerasan, Pasal 12B soal gratifikasi, dan Pasal 11 tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah, janji, ataupun suap.
Setelah menjalani rapat koordinasi tersebut, Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah II KPK Yudhiawan mengatakan lembaganya mengapresiasi langkah Polda Metro Jaya yang menerapkan makna Pasal 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Pasal 6 itu mengatur tugas KPK, di antaranya melakukan koordinasi dan supervisi dengan lembaga yang berwenang melaksanakan pemberantasan korupsi.
Yudhiawan menegaskan, pertemuan kedua lembaga tersebut masih dalam tahap koordinasi dan bukan supervisi. Koordinasi itu, kata dia, dilakukan untuk saling tukar informasi dan mengedepankan sinergi dalam pemberantasan korupsi.
Dia menuturkan KPK dan penyidik kepolisian akan berupaya mengoptimalkan langkah koordinasi dalam penanganan perkara ini. “Kami optimalkan dalam tahap koordinasi. Kalau dalam tahap koordinasi ini selesai, ya, selesai,” kata Yudhiawan.
Ia juga menegaskan bahwa penanganan perkara dugaan korupsi di Polda Metro Jaya tersebut tidak mengalami kendala sama sekali.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak memberikan keterangan setelah memeriksa Ketua KPK Firli Bahuri di Mabes Polri, Jakarta, 16 November 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak mengatakan kedua pihak bersepakat tidak melanjutkan rapat koordinasi ke tahap supervisi karena tak ditemukan kendala dalam penanganan perkara korupsi tersebut.
“Sehingga disepakati akan mengoptimalkan fungsi koordinasi terkait dengan perbantuan tukar-menukar informasi dan perbantuan lainnya untuk mendukung proses penyidikan yang sedang berlangsung,” kata Ade di gedung KPK.
Meski tidak ada kendala, Ade belum dapat memastikan jadwal penyidik Polda untuk melakukan gelar perkara penetapan tersangka. Ia mengatakan penyidik Polda sudah melakukan proses konsolidasi serta analisis dan evaluasi untuk menentukan langkah selanjutnya dalam penanganan perkara tersebut. “Nanti kami pasti update,” kata dia.
Mantan Wakil Ketua KPK, Thony Saut Situmorang, mendorong penyidik Polda Metro Jaya segera menetapkan tersangka jika memang tidak ada kendala dalam penyidikan perkara tersebut. “Selain untuk membuat terang perkara, untuk memberikan kepastian hukum,” kata Saut.
Ia juga berharap rapat koordinasi tersebut tidak menghambat penanganan perkara di Polda Metro Jaya. Sebab, tujuan rapat koordinasi dan supervisi adalah untuk menindaklanjuti suatu perkara serta bukan untuk menghentikan penanganan kasus korupsi.
ANDI ADAM FATURAHMAN | EKA YUDHA SAPUTRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo