"SYAHDAN berkatalah Sri Kreshna kepada Arjuna: Laksanakan
tugasmu tanpa menghitung-hitung akibat bagi dirimu". Petikan
kalimat dari dunia pewayangan ini diucapkan Jusuf Muda Dalam
bekas Menteri Urusan Bank Sentrai RI 10 tahun silam di sidang
pengadilan subversi di Jakarta. Maka dalam duplikatnya waktu itu
JMD, demikian biasa namanya disingkat, berkata: "Saya merasa
telah berbuat demikian, dengan segala kekurangan yang ada pada
saya". Diadili 30 Agustus 1966, dia dijatuhi hukuman mati oleh
pengadilan subversi. Hukuman itu memang belum dijalankan karena
JMD minta naik banding. Tapi Kamis 26 Agustus lalu, setelah
ditahan selama 10 tahun, JMD meninggal dunia di rumah sakit
militer Cimahi. Menurut dokter, dia diserang tetanus pada ibu
jarinya sejak 23 Agustus lalu. Dan almarhum yang meninggalkan
seorang putera dan tiga puteri dari isteri pertamanya nyonya
Sutiasmi, dikebumikan di pekuburan Tanah Kusir Kebayoran Lama.
Menlu Adam Malik dan Gubernur Bank Sentral Rahmat Saleh tampak
turut melepas jenazah.
Lahir di Sigli Aceh 62 tahun lalu, almarhum pernah belajar
ekonomi di Roterdam sampai tingkat sarjana muda, dan kemudian
bekerja pada Kementerian Pertahanan di Yogyakarta. Tahun 1950
sampai 1952 duduk sebagai anggota parlemen tergabung dalam
fraksi PKI. Di tahun 1948, setahun setelah kembali dad
Rotterdam, dia masuk tahanan karena disangka terlibat peristiwa
Madiun. Kemudian JMD masuk PNI.
Proses pengadilan JMD yang hanya 10 hari itu -- selain mendapat
perhatian besar -- cukup semarak. Tak kurang dari 175 saksi
diajukan: antara lain Menteri Perdagangan (sekarang) Radius
Prawiro sebagai saksi ahli. Juga penyanyi Titiek Puspa, bekas
foto model Jufdah Muchsin yang waktu itu jadi isteri kelimanya
dan bintang film Said Narulita yang pernah jadi isteri keenam
JMD. Adapun keputusan hukuman mati bagi JMD -- selain dituduh
terlibat dalam peristiwa G-30-S/PKI -- adalah berdasarkan
pertimbangan: menyalahgunakan jabatan sebagai Menteri Bank
Sentral dengan memberikan izin impor khusus liwat kredit khusus
(deferred payments) kepada sejumlah pejabat dan wanita.
Jumlah deferred payments yang ditaksir melipuh $ AS 270 juta
waktu itu antara lain telah diberikan kepada bekas bintang film
Nurbani Yusuf ($ AS 2 juta), bekas Kapolda Sutjipto Danukusumo
dan Yayasan Pulo Mas. Juga dianggap bersalah telah menyetujui
pembelian senjata dad Cekoslowakia, dengan alasan memperkuat
pasukan keamanan Bank Sentral. Tapi JMD menyangkal bahwa senjata
yang jumlahnya ribuan itu pernah dipakai di Lubang Buaya.
Tuduhan utama JMD adalah menggelapkan uang negara Rp 97 milyar
lebih (uang lama), atas nama Dana Revolusi, sebagaimana
disebutkan dalam buku "Proses Peradilan JMD".
Presiden Soeharto dalam sambutan tertulis buku itu antara lain
mengingatkan: "Janganlah kita Orde Baru berbuat dosa kepada
rakyat, bangsa dan negara dengan -- baik secara sadar maupun
secara tak sadar -- melakukan perbuatan yang dilakukan di masa
Orde Lama itu". Peringatan Presiden itu kembali mendapat
perhatian banyak orang sepekan sebelum meninggalnya JMD. Yakni
ketika Presiden dalam pidato kenegaraan di depan DPR 16 Agustus
lalu mengingatkan agar para pejabat dan pegawai negeri
"janganlah meng-komersiil-kan jabatan dan tugasnya".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini