Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Orang vietnam di natuna

Pengungsi vietnam yang terdampar di sumur terapung agip lepas pantai pulau natuna diberi makanan dan obat-obatan oleh bupati riau. pihak kedubes as belum menyanggupi menampung mereka di as.

4 September 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENIN malam 23 Agustus lalu sebuah kapal kayu "Cho Long" memuat sejumlah pelarian dari Vietnam merapat pada sebuah sumur terapung di Laut Natuna, masih di wilayah perairan Indonesia. Sumur lepas pantai yang ternyata punya maskapai minyak Agip (Itali) itu terletak pada kordinat 6ø 50' Lintang Utara dan 180ø 25' Bujur Timur, 176 mil laut sebelah utara pulau Natuna. Kepada fihak Agip para pelarian itu memohon-agar segera menghubungi Kedubes AS di Jakarta. Maksudnya tentu untuk minta penampungan. Dan Agip, seperti kata Atase Pers USIS Jerry Kyle pada TEMPO memang mengkontak Kedubes AS Uwat telex memberitahukan tentang 24 pelarian yang minta pertolongan. Menurut sebuah sumber TEMPO, 24 pelarian itu jumlah terbesar yang pernah diberitakan masuk ke perairan Indonesia semenjak usainya perang Vietnam -- terdiri dari 7 laki-laki dan 6 wanita dewasa, 9 anak dan 2 bayi. Dengan kata lain, kapal kayu yang panjangnya hanya 10 meter itu padat muatannya. Karuan saja para pejabat di Tanjung Pinang, ibukota kabupaten Riau Kepulauan, jadi sibuk. Bupati dan seorang stafnya disertai dua pejabat imigrasi cepat mendatangi kapal itu. Pertolongan pertama cepat diberikan, berupa makan minum dan obat-obatan secukupnya. Tapi sang bupati yang tentu merasa rikuh minta agar mereka segera meninggalkan perairan Indonesia, paling lambat Kamis pagi 26 Agustus lalu. Kepada mereka bupati kabarnya juga mengingatkan agar jangan memasuki salah satu tempat di perairan Singapura. Apa sebabnya bupati hanya menyebutkan Singapura, entahlah. Tapi malah diduga negara di kawasan ASEAN lainnya juga akan menolak untuk menampung para pelarian Vietnam dari pemerintahan komunis sekarang. Alasannya tentu politis: mau berbaik-baik dengan tetangga di daratan Asia itu. Tidak Relevan Sementara itu Kedubes AS di Jakarta segera menghubungi Komisaris Tinggi PBB untuk urusan pengungsi di Kuala Lumpur. Kedubes AS sendiri tak buru-buru menyanggupi untuk menampung mereka di wilayah AS. "Ini memang soal yang sulit bagi kami", kata Kyle. "Tapi akan lebih mudah kalau mereka punya hubungan keluarga di AS". Menurut peraturan yang berlaku di AS begitu pula di Perancis yang banyak keturunan Vietnam -- siapapun diizinkan untuk tinggal di AS kalau terbukti punya hubungan keluarga dengan seorang warga negara AS atau seseorang yang sudah menetap di sana. Menurut Kyle, dalam telex itu memang disebutkan salah seorang pelarian mengaku punya hubungan famili di AS dan beberapa lainnya di Perancis. Tapi urusan mengecek keluarga yang terpisah ribuan kilometer itu bukan soal yang bisa selesai sehari dua. Dan jika mereka ternyata tak kedapatan punya hubungan famili di AS? Menarik nafas sebentar, Kyle lalu berkata: "Yah, pada instansi terakhir biasanya kami terpaksa harus menampung mereka". Bahwa AS akhirnya akan turun tangan, itu memang menjadi konsekwensi dari negeri bekas pendukung rezim Thieu. Tapi apakah memang ada perjanjian antara ASEAN dengan Republik Sosialis Vietnam untuk tak menampung pelarian dari sana'? "Tidak ada". kata Cao Xuan Ha, Atase RSU di Jakarta pada TEMPO. Tapi dia merasa agak heran dengan makin santernya berita tentang pelarian dari Vietnam selama bulan-bulan terakhir ini. "Dulu menjelang pembebasan Saigon banyak orang Vietnam yang lari karena ditakut-takuti oleh Amerika", kata Cao. Seakan sangsi akan kebenaran berita itu, dia menunjuk pada kedatangan Wakil Perdana Menteri Vietnam Pham Hien beberapa waktu lalu di Jakarta. "Masalah pelarian itu dianggap tak relevan lagi untuk dibicarakan dengan Menlu Adam Malik", katanya. Relevan atau tidak, berita telex yang sampai di Kedubes AS -- dan uluran tangan bupati Riau Kepulauan kepada para pelarian itu tentunya bukan isapan jempol. Beberpa kalangan diplomat Barat di Jakarta bahkan beranggapan pemerintah Vietnam yang sekarang tak begitu menghalangi penduduk yang merasa tak betah dan ingin pergi dari sana. Terutama kalangan cendekiawan yang dianggap tak bisa mengikuti suasana baru di Vietnam. Tapi benar tidaknya keterangan itu tentunya perlu diselidiki dari kalangan mana saja para pelarian itu berasal. Sementara itu ada masalah lain yang dikemukakan delegasi Hanoi ketika berkunjung ke Jakarta, sehubungan dengan batas perairan. Yakni bahwa batas landas kontinen kedua negara -- yang letaknya di utara Natuna -- perlu dirundingkan kembali. Sebab menurut batas landas kontinen yang disusun oleh pemerintah Saigon dulu, wilayah tempat beroperasi maskapai minyak Agip itu masih termasuk dasar laut Vietnam. Sedang menurut pemerintah Indonesia, daerah itu jelas masuk wilayah perairan RI. Kalau bukan, mana mungkin Indonesia memberikan izin operasi pada Agip di situ. Masalahnya memang rumit. Sebab baik Vietnam maupun Indonesia dan Malaysia terletak pada landas kontinen yang sama. Artinya kedalaman laut yang membatasinya kurang dari 200 meter. Nah, dalam keadaan begitu, menurut konvensi Jenewa 1958 tentang landas kontinen, batas antara dua negara ditarik dengan membagi dua wilayah laut yang terletak antara pulau-pulau atau jazirah terjauh dari kedua negara. Tapi repotnya, Vietnam yang dulu mau pun yang sekarang tidak ikut menandatangani konvensi Jenewa itu. Namun Cao Xuan Ha optimis, bahwa "dengan semangat persahabatan antara rakyat kedua negara, batas landas kontinen itu dapat dirundingkan oleh Vietnam dan Indonesia". Apakah itu berarti Hanoi mau menarik mundur klaim Thieu dulu (lihat peta), atau malah maju? "Saya belum bisa mengatakannya", kata Cao Xuan Ha dengan senyum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus