Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jalan bukan segalanya

Jalan raya sumatera bagian selatan yang meliputi lampung, sum-sel, jambi & bengkulu sepanjang 1200 km seharga rp 280 milyar merangsang perdagangan antardaerah. kehidupan sosial daerah itu berubah.

1 Agustus 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA pengaruh jalan raya di Sumatera Bagian Selatan bagi daerah sekitarnya? Setelah hampir tiga tahun dibangun, pihak pemberi dana, Overseas Economic Cooperation Fund (OECF), mengkaji lagi dampak jalan yang dibiayainya itu. Hasil studi enam bulan yang dimotori Iwan Jaya Azis dari LPEM (Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat) FE UI kemudian dikemukakan dalam sebuah seminar, pekan lalu, di Jakarta. Daerah pengamatan Iwan meliputi Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu, daerah yang telah menikmati jalan sepanjang 1.200 km seharga Rp 280 milyar itu. Keempat provinsi itu, kecuali Sum-Sel, adalah daerah yang menonjol dalam sektor pertanian. Semula diduga, kelebihan produksi di Sumatera Bagian Selatan minus Lampung itu diserap oleh masyarakat setempat. "Tapi daya beli masyarakat di situ masih rendah dan sifat hasil perkebunan itu bukan bahan makanan pokok," kata Iwan Azis. Ditambah dengan data Lampung yang ekspornya lebih besar daripada produksi perkebunannya, Iwan yakin bahwa ada arus hasil perkebunan dari tiga provinsi tersebut ke pelabuhan Bakauhuni di Lampung. Di pelabuhan Bakauhuni, hasil perkebunan dari luar Lampung itu ternyata didaftar sebagai hasil Lampung. Di sinilah peran jalan utama Sumatera Bagian Selatan tampil. Arus orang dan barang yang bergerak dalam dan antarprovinsi semakin intensif, meningkat dibandingkan penggunaan jalan lama. Pada 1985, setiap hari rata-rata 4.543 kendaraan menggunakan jalan sepanjang 85,7 km di daerah Lampung. Arus barang dahulu condong dari Jawa ke Sumatera, kini makin terbuka ke arah berlawanan. "Pertama kali dalam sejarah, pada tahun 1985 terjadi arus barang dari Sumatera lebih banyak mengalir ke Jawa." Sedangkan arus penumpang yang dulu mengalir deras dari Sumatera ke Jawa kini makin menampakkan kecenderungan berimbang. Lalu lintas penumpang dari Merak ke Bakauhuni yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera, per hari mencapai 10.410 orang dan membawa 4.110 ton barang, atau meningkat 13% dan 24% per tahun. "Yang terpenting, dampak positif dari jalan raya Sumbagsel ini adalah sebagai saluran bagi surplus hasil perkebunan di empat provinsi tersebut," kata Iwan pada TEMPO. Artinya, perdagangan antardaerah meningkat, dan merangsang pertumbuhan produksi untuk melayani kebutuhan ekspor. Tetapi Emil Salim, Menteri Negara KLH, yang ikut urun pendapat dalam seminar itu, menyayangkan, nilai lebih dari keberadaan jalan itu dinikmati oleh Jawa, karena pengolahan bahan mentah tersebut masih dilakukan di pulau Jawa, bukan di daerah penghasilnya. Menurut Iwan, ini membuktikan bahwa sarana pembangunan untuk memajukan sosok daerah bukan semata terletak pada jalan raya. "Jalan raya bukan berarti segalanya. Jalan hanya meningkatkan aksesibilitas," katanya. Ia menemukan angka 60% ekspor hasil perkebunan Indonesia dilakukan lewat Jakarta. Padahal, aktivitas ekonomi akan semakin meningkat andaikan industri pengolahan juga dilakukan di daerah penghasil itu sendin. Sektor industri daerah tersebut akan berkembang, di samping perluasan kesempatan kerja. Dan terpenting, pengurangan arus ke Jawa ini akan mengurangi biaya perawatan jalan. Di samping dampak positif, ada dampak negatif yang cenderung terasa dalam beberapa kehidupan sosiaL Misalnya dengan kemudahan mobilitas itu, penduduk Jawa datang mencari kerja di Sumbagsel. Dengan keterampilan yang lebih, tenaga dari Jawa Barat "menyerobot" pekerjaan mencari rotan bagi penduduk setempat. Contoh yang lain adalah perubahan gaya hidup yang melunturkan nilai tradisi. Di Lampung, dulu dikenal tradisi duduk-duduk di pinggir jalan bertukar informasi. Tapi setelah dibangun jalan raya dengan lalu lintas berkecepatan penuh, kebiasaan tersebut menghilang. Bunga Surawijaya, Laporan Biro Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus