KALAU Anda ingin Indonesia merebut kembali gelar juara umum SEA Games belilah stiker di jalan tol. Ini bukan iklan, apalagi paksaan. Sebab, banyak yang kesal dan menggerutu. "Lho, masa, saya dikutip terus-terusan," ujar Naryo. Sopir bis Indah Murni rute Jakarta-Bogor ini jengkel. Tiap kali melintas gardu tol, ia disodori stiker SEA Games XIV. Pertama kali, 20 Juli lalu, ia tak keberatan membeli stiker berharga Rp 500 itu. "Kalau terus-terusan, ya, sorry saja," katanya, lalu tancap gas ke arah Jakarta. Stiker yang diedarkan Panitia Pelaksana (Panpel) SEA Games XIV di berbagai jalan tol itu memang sering membuat jengkel. "Umumnya, memang begitu," tutur Fera, 20 tahun, cewek manis yang ditugasi Panpel di pintu tol. Dari pengalamannya, hanya 20-30% pengendara yang mau membeli. Selain stiker di berbagai jalan tol senilai Rp 200 sampai Rp 500 itu, Panpel masih akan menarik dana dari pengunjung steambath, pemakai jasa telepon, dan jasa kir kendaraan bermotor. Panpel SEA Games yang diketuai Gubernur DKI Jakarta tampaknya sedang mencari tambahan dana untuk Pesta Olah Raga Asia Tenggara, 9-21 September nanti. Tapi bukankah dana Rp 6,3 milyar sudah tersedia? "Siapa, sih, yang sanggup menyelenggarakan SEA Games dengan dana segitu? Dana dari pemerintah itu tidak cukup. Maka, kami mencari, tambahan untuk menutup kekurangan dana yang tidak kecil. Yang kami mintai bantuan adalah kalangan menengah ke atas. Mereka yang bermobil, yang punya telepon, dan keluar masuk steambath. Itu pun jumlahnya kecil saja dan sudah disetujui menteri yang bersangkutan," tutur Kusnan Ismukanto, Wakil Sekjen Panpel SEA Games, pada TEMPO. Dana Rp 6,3 milyar yang tak mencukupi -- itu berasal dari Banpres Rp 2 milyar, dari APBD DKI Rp 3,3 milyar, dan dari Departemen Sosial Rp 1 milyar, yang sumbernya Porkas. Kusnan lalu memaparkan kebutuhan dana untuk SEA Games nanti. Perbaikan venues (gelanggang) milik Pemda DKI saja menghabiskan Rp 3 milyar. Ditambah Rp 1,3 milyar untuk gelanggang milik Gelora Senayan. Biaya itu masih ditambah dengan pembelian alat, jasa penunjang pertandingan, keamanan, transportasi, dan lain-lainnya. Berapa jumlahnya? "Nanti masyarakat terkejut kalau tahu jumlahnya. Lebih baik nanti kalau selesai. Jangan khawatir, kami akan diperiksa BPK, Irjen dan banyak instansi. Semua akan kami pertanggungjawabkan", tutur Kusnan. Dirjen Binbansos -- yang mengelola Porkas -- Yusuf Talib mengatakan pada TEMPO, "untuk SEA Games, biaya yang diperlukan Rp. 11 milyar". Menggelembungnya dana itu, antara lain, disebabkan bertambahnya cabang olah raga yang dipertandingkan. Pada SEA Games XIII 1985 di Bangkok, bertanding 2.500 atlet di 19 cabang olah raga. "Sejak awal, memang disepakati, jumlah atlet 2.500 orang saja. Tapi, belakangan jumlah atlet itu menjadi 3.560 orang. Bayangkan, ada penambahan 1.060 atlet," ujar Kusnan. Jumlah cabang yang dipertandingkan bertambah menjadi 27. Termasuk cabang baru seperti pencak silat dan taekwondo, yang diharapkan menjadi tambang emas bagi tuan rumah. Masuknya cabang dan beberapa nomor baru di cabang yang sudah ada agaknya merupakan upaya tuan rumah menjuarai SEA Games XIV di kandang sendiri. Sekaligus merebut kembali supremasi olah raga Asia Tenggara yang lepas ke tangan Muangthai di SEA Games Bangkok yang lalu. Tampaknya, itu merupakan langkah mahal. Biaya tiap atlet per hari ditetapkan US$ 27. Atlet yang bertanding akan berada di Jakarta selama 22 hari -- seminggu sebelum dan dua hari setelah pertandingan. Dari negara peserta, Panpel akan mendapat US$ 20 per atlet. Artinya, pihak panpel akan menyubsidi tiap atlet US$ 7 sehari. Panpel memang cukup repot menambal dana. Sebab, ternyata dana Porkas yang tadinya diharapkan cuma Rp 1 milyar yang masuk. Sekitar Rp 4,5 milyar sisanya masuk ke Menpora dan disalurkan ke persiapan kontingen Indonesia. Toh, Panpel cukup gesit. Hak iklan SEA Games segera dijual ke PT Humpuss seharga Rp 1,2 milyar. PT Humpuss tentu saja sudah siap. "Kami ingin belajar dari pengelolaan Olimpiade Los Angeles yang untung," tutur Gatot Teguh Arifianto dari PT Humpuss. T.H.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini