Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jejak Samar Penjaja Informasi

Facebook menghapus puluhan akun yang diduga menyebarkan informasi secara lancung tentang Papua. Pengelolanya berupaya menghilangkan jejak digital.

12 Oktober 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Rumah di Jalan Bangka XI Nomor 21 A, Jakarta Selatan yang diubah menjadi 21 B. TEMPO/Fikri Arigi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA yang janggal dari rumah dua lantai bernomor 21-B di Jalan Bangka XI, Jakarta Selatan, itu. Peta digital menunjukkan rumah itu seharusnya bernomor 21-A. Namun huruf A di dinding rumah ditutup dengan karton yang dibuat senada dengan warna tembok. Huruf B yang terpasang pun tampak baru, berbeda dengan angka 21 yang sudah berkarat dimakan cuaca. Tak ada penghuni yang membuka pintu pagar sekalipun bel rumah ditekan berulang-ulang.

Seorang pegawai warung makan di samping rumah itu menjelaskan, bangunan tersebut bukan rumah hunian. Seorang pengurus rukun tetangga setempat yang tak mau ditulis namanya tak mengetahui siapa penyewa rumah tersebut. “Karena selalu tertutup,” katanya pada Rabu, 9 Oktober lalu.

Rumah itu seharusnya alamat kantor InsightID, perusahaan konsultan komunikasi yang salah satu proyeknya mengelola isu Papua di media sosial. Pada 3 Oktober lalu, Facebook menutup 69 akun dan 42 laman serta 34 akun Instagram yang menyebarkan informasi mengenai Papua yang dikelola perusahaan ini. Facebook menyatakan orang-orang yang mengelola akun ini menyebarkan aneka konten yang mengarahkan penggunanya menuju situs-situs tertentu.

Akun-akun yang ditutup memproduksi konten menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Facebook menemukan pengelola akun membuat konten yang mendukung kemerdekaan Papua dan mengkritik gerakan itu secara bersama-sama. Meskipun pengelola akun berusaha bersembunyi, menurut Facebook, “Kami menemukan mereka terafiliasi dengan perusahaan bernama InsightID.”

Pera Malinda Sihite. Istimewa

Sebelum Facebook mengumumkan temuannya, dugaan bagaimana mesin ikut bekerja dalam mengendalikan isu Papua diungkap jurnalis BBC Africa Eye, Benjamin Strick, pada awal September lalu. Dalam investigasinya, Benjamin menemukan sejumlah akun Twitter yang menjalankan kampanye untuk menyudutkan dukungan terhadap kemerdekaan Papua. Sebagian akun ini menggunakan foto-foto pesohor yang diambil secara acak. Misalnya, ada akun yang menggunakan foto Jennie Kim, rapper dari Korea Selatan. “Mereka mendistribusikan kicauan dengan menyertakan video, yang sebagian di antaranya merupakan materi promosi dari pemerintah dan militer Indonesia,” tulis Benjamin.

Penelusuran terhadap akun-akun ini membawa Benjamin pada sebuah akun bernama West Papua Indonesia di Facebook. Akun dengan nama serupa ditemukan di Twitter dan platform media sosial lain. Dia menemukan ada keterkaitan antara laman dengan 152 ribu pengikut ini dan akun Instagram bernama serupa dengan 10.300 pengikut dan situs westpapuaindonesia.com.

Di luar situs ini, pendaftar domain juga membuat belasan situs lain, seperti papuawest.com, inipapua.com, westpapuaindonesia.com, infowestpapua.com, dan freewestpapuacampaign.com. Menurut Facebook, akun-akun yang diblokirnya melanggar ketentuan internal mengenai perilaku yang tidak autentik. “Yang meregistrasi situs-situs ini adalah Abdul Aziz, co-founder InsightID,” kata Direkrut Eksekutif Southeast Asian Freedom of Expression Network Damar Juniarto.

Setelah Facebook mengumumkan temuannya, InsightID dan pendirinya menutup diri. Mereka mematikan situs insightid.org dan akun media sosialnya. Tapi jejak digitalnya masih tertinggal. InsightID berdiri sejak Februari 2018. InsightID dipelopori tiga orang, yakni Pera Malinda Sihite, Abdul Aziz, dan Fitri Handayani. Ketiganya mahasiswa jurusan ilmu komunikasi di Universitas Bakrie pada 2011.

Dalam situsnya yang sudah dihapus, InsightID menyebutkan salah satu proyeknya adalah “Papua Program Development Initiative” yang berfokus pada pengembangan sosial-ekonomi Papua. Siapa yang mengorder program ini? InsightID tak menjelaskan secara rinci.

Selain menghilangkan jejak organisasi, pengelola InsightID menghapus jejak digital para penggawanya. Pera Malinda Sihite menghapus akun Instagram dan Twitter-nya serta mengubah profil di Linkedln dan blog di Medium. Ia menghapus aplikasi pesan WhatsApp pada nomor yang biasa digunakan. Ia juga mengubah keterangan di akun Linkedln-nya. Di platform ini, Pera menyatakan diri sebagai founder Ladang.id, perusahaan rintisan teknologi yang bergerak dalam proyek-proyek pertanian.

Benjamin menemukan, InsightID merekrut penulis konten jangka pendek dalam jumlah besar untuk mengisi situs-situs yang mereka kelola. Lebih spesifik, pengelola InsightID mencari penulis yang memiliki minat mengenai topik hubungan internasional dengan kemampuan bahasa Inggris dasar. Menurut Benjamin, para pengampu akun ini bekerja dengan mengunggah konten berupa artikel, infografis, dan video di situs-situs yang mereka kelola. Konten tersebut kemudian diamplifikasi lewat Twitter serta iklan di halaman Facebook dengan target pengguna di Inggris, Amerika, dan Eropa daratan. Facebook menyatakan besaran iklan yang dibelanjakan senilai US$ 300 ribu atau sekitar Rp 4,3 miliar.

Temuan Benjamin sejalan dengan informasi yang diperoleh Tempo dari beberapa sahabat Pera. Pada awal September lalu, ketika investigasi Benjamin sedang berjalan, Pera masih menghubungi sejumlah temannya untuk mencari penulis konten. Kepada kawannya, Pera mengatakan sedang mengerjakan proyek yang terkait dengan Papua. Kliennya, kata Pera, adalah sebuah organisasi non-pemerintah yang berfokus pada isu-isu kebinekaan. Hanya, Pera meminta pesannya cuma diteruskan kepada orang-orang terdekat dengan alasan, “Banyak yang pro-Papua merdeka,” katanya.

Pera belum bisa dimintai konfirmasi. Pada Jumat pagi, 11 Oktober lalu, nomor teleponnya masih bisa menerima panggilan telepon dan pesan—tapi ia tidak merespons pesan pendek yang dikirimkan Tempo. Belakangan, nomor tersebut sudah tak dapat dihubungi lagi.

Melalui surat elektronik yang dikirimkan kepada Tempo, InsightID membantah sejumlah tudingan Facebook. Mereka mengklaim, konten yang mereka bikin bertujuan melawan narasi pendukung kemerdekaan Papua dalam menggalang dukungan internasional. Menurut InsightID, fokus mereka adalah menyebarkan optimisme untuk menyelesaikan masalah Papua. “Kami fokus ke Bhinneka Tunggal Ika dan persatuan Indonesia,” tulis mereka.

InsightID juga merasa Facebook tidak berlaku adil karena hanya menghapus akun yang mendukung Indonesia. Namun, tulis mereka, Facebook tidak membuka dengan terang akun-akun yang mendukung kemerdekaan Papua. InsightID berdalih penutupan akun-akun yang mereka kelola bukan karena menyebarkan hoaks, melainkan lantaran, “Alasan teknis di platform tersebut.”

Di luar urusan konten, InsightID membantah soal angka nominal belanja iklan. Mereka mengklaim tak pernah mengeluarkan uang sebesar US$ 300 ribu untuk beriklan. Karena itu, mereka meyakini uang itu merupakan gabungan iklan yang mengangkat isu-isu Papua, termasuk dari kelompok pendukung kemerdekaan. “Kami merasa ada disinformasi yang menyudutkan kami,” begitu InsightID menulis.

WAYAN AGUS PURNOMO, FIKRI ARIGI, FRISKI RIANA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Wayan Agus Purnomo

Wayan Agus Purnomo

Meliput isu politik sejak 2011 dan sebelumnya bertugas sebagai koresponden Tempo di Bali. Menerima beasiswa Chevening 2018 untuk menyelesaikan program magister di University of Glasgow jurusan komunikasi politik. Peraih penghargaan Adinegoro 2015 untuk artikel "Politik Itu Asyik".

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus