Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jika PBB datang ke Dili

Sekjen pbb bermaksud mengirim utusan untuk penyelidikan kasus peristiwa dili. namun pihak indonesia tak setuju. as mengharapkan hasil kpn serta tindakan disipliner terhadap pihak yang salah.

7 Desember 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekjen PBB dikabarkan akan mengirim utusan untuk merundingkan kemungkinan mengirim tim penyidik ke Indonesia. Mungkinkah diterima? SEBUAH berita yang disiarkan kantor berita Reuters dari New York, pekan lalu, membuat banyak pejabat Indonesia terkejut. Soalnya, berita yang disiarkan itu mengenai pernyataan Sekjen PBB Javier Perez de Cuellar, yang bermaksud mengirim utusan ke Jakarta untuk merundingkan kemungkinan badan dunia itu mengirimkan tim guna menyelidiki kasus penembakan di Dili, 12 November lalu. Namun, de Cuellar tampaknya belum menghubungi Indonesia mengenai rencana tersebut. "Kami sudah mengecek ke kantor perwakilan tetap di PBB, dan para stafnya mengatakan tak tahumenahu soal rencana itu," kata Menteri Luar Negeri Ali Alatas kepada Jakarta Post di Caracas, Venezuela. Padahal, kontak PBB dengan Indonesia mengenai Timor Timur selama ini selalu dilakukan melalui kantor perwakilan tetap RI di New York. "Mungkin karena pekan ini kami sedang libur panjang," kata seorang pejabat perwakilan tetap di New York kepada TEMPO. Liburan panjang yang dimulai Kamis lalu itu berlangsung dalam rangka merayakan thanksgiving day, sebuah acara syukuran masyarakat Amerika. Kantor perwakilan PBB di Jakarta pun belum mengetahui rencana de Cuellar itu. "Sampai sekarang kami belum menerima kabar tentang hal ini," kata seorang pejabat di kantor perwakilan itu. Tapi, diakuinya, untuk hal sensitif, seperti kedatangan tim hak asasi manusia, kadang kala kantor perwakilan di Jakarta tak mendapat pemberitahuan sebelumnya. Bukan berarti utusan itu akan muncul tiba-tiba di Jakarta dengan visa turis. "Kedaulatan negara yang dikunjungi selalu kami junjung tinggi," kata pejabat PBB yang tak mau disebut namanya itu. "Jadi, kalau tak diberi visa, ya kami tidak bisa masuk." Lantas ia menunjuk beberapa contoh, yakni kehadiran tim PBB di Haiti untuk menyaksikan pemilihan umum, yang berdasarkan undangan resmi. Sementara itu, beberapa negara di Afrika menolak kedatangan tim hak asasi manusia PBB, dan tim itu pun tak jadi masuk. "Tapi kami selalu dapat mengumpulkan informasi dengan berbagai cara," kata pejabat tersebut. Berbagai pihak di Indonesia telah menyatakan ketidaksetujuannya terhadap campur tangan PBB itu. "Tanggapan saya negatif, karena kalau mereka datang ke Tim-Tim, akhirnya hanya akan menimbulkan kekacauan, jadi untuk apa?" kata Gubernur Timor Timur, Mario Viegas Carrascalao. Namun, jika itu keputusan Jakarta, Carrascalao mengatakan akan patuh. Jakarta tampaknya juga akan menolak. Dalam wawancara dengan televisi Inggris, Kamis pekan lalu, Menteri Luar Negeri Alatas menyatakan akan menolak tim penyidik internasional untuk kasus Dili. "Kami beranggapan Komisi Penyelidik Nasional harus diberi kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan mengumumkan hasilnya," kata Alatas. Pernyataan senada pun telah disuarakan oleh Panglima ABRI Jenderal Try Sutrisno dan Menteri Sekretaris Negara Moerdiono. Selain itu, de Cuellar akan habis masa jabatannya 31 Desember ini. Lagi pula, negara donor Indonesia pun tak ada yang menekan Jakarta supaya membentuk tim penyelidik internasional. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Margaret Tutweiler, misalnya, telah menyatakan menyambut baik pembentukan KPN, dan pemerintah AS akan menunggu hasil kerja komisi ini. Pemerintah Australia pun tak mensyaratkan kehadiran tim penyelidik asing selama komisi Palang Merah Internasional diperbolehkan bekerja di Timor Timur. Dan Palang Merah Internasional, yang dikenal selalu memegang posisi netral dalam melakukan pekerjaannya, sama sekali tidak dihalang-halangi pemerintah Indonesia untuk mengunjungi para korban di Dili. Walhasil, titik pusat tekanan sebenarnya berada di pundak Komisi Penyelidik Nasional. Australia, misalnya, menyatakan akan meninjau kembali hubungan dengan Indonesia jika hasil KPN diragukan obyektivitasnya. Amerika Serikat, selain mengharapkan hasil penyelidikan yang bisa dipercaya, juga minta agar pemerintah Indonesia mengambil tindakan disiplin yang selayaknya terhadap pihak-pihak yang dianggap menggunakan tindakan kekerasan yang berlebihan. Ketua KPN, M. Djaelani, tampak menyadari betul keadaan ini. "Kami bermaksud untuk bekerja sebaik mungkin, secara obyektif, tidak berpihak," katanya kepada para wartawan yang mengikuti kunjungan kerjanya di Dili. "Ini tugas yang mahaberat bagi saya, bagi kami semua. Saya berharap kami dapat menjalankannya sebaik mungkin," tambah hakim agung yang juga mayor jenderal purnawirawan itu. Yang menjadi persoalan sekarang, apakah hasil KPN nanti akan dianggap cukup baik oleh dunia internasional. Ini bukan perkara enteng. Soalnya, citra bangsa yang menjadi taruhannya. BHM (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus