Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Belanda dan iggi

Sejarah iggi & bantuan belanda utk indonesia. utk kedua kali belanda mengancam menghentikan bantuan ke indonesia, krn peristiwa dili.belanda mulai menekankan keterkaitan bantuan & hak asasi manusia.

7 Desember 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANCAMAN Belanda untuk menghentikan bantuan ekonomi bukan pertama kali ini diterima Indonesia. Kucuran bantuan itu bahkan pernah dibekukan gara-gara Pemerintah Belanda tak setuju dengan eksekusi sejumlah tokoh PKI. "Bedanya, waktu itu jumlah bantuan sudah ditentukan, hanya pencairannya ditangguhkan. Sekarang bantuan belum sempat dibicarakan dan ditentukan jumlahnya," kata Dr. Nico G. Schulte Nordholt, ahli antropologi yang banyak menulis tentang Indonesia. Bahwa ancaman dari Negara Kincir Angin ini mempunyai bobot tertentu, memang ada sebabnya. Belanda termasuk negara kunci yang berperan dalan mengucurkan bantuan ekonomi negara maju ke Indonesia sejak lahirnya pemerintah Orde Baru. Waktu itu, setelah menyadari keadaan ekonominya yang moratmarit, pemerintah Orde Baru mengawali langkah pembangunannya dengan Ketetapan MPRS tanggal 5 Juli 1966. Program yang dipatok ketika itu: mengendalikan inflasi, memenuhi kebutuhan pangan, merehabilitasi prasarana ekonomi, meningkatkan ekspor, dan mencukupi kebutuhan sandang. Untuk menggapai tujuan tersebut, diambil kebijaksanaan untuk mengusahakan sumber-sumber bantuan luar negeri sebagai penunjang neraca pembayaran, selain untuk menarik modal asing guna mengolah potensi alam yang belum dapat diolah sendiri. Selain itu, juga dirasa perlu melakukan pendekatan untuk mengupayakan penjadwalan kembali utang luar negeri peninggalan penguasa sebelumnya. Kebijaksanaan yang dikenal sebagai Paket 3 Oktober 1966 ini dianggap perlu karena sejumlah utang lama yang sudah jatuh tempo sangat memberatkan neraca pembayaran negara, sedangkan, upaya mengerahkan dana dari dalam negeri belum dimungkinkan karena parahnya keadaan ekonomi warisan Orde Lama. Walhasil, hubungan internasional yang sempat terputus dengan keluarnya Indonesia dari PBB, 1 Januari 1965, pun dibuka kembali. Yang segera menyambut prakarsa Indonesia adalah Jepang. Pada September 1966 diselenggarakan pertemuan negara-negara kreditor di Tokyo untuk membicarakan nasib negara berkembang yang mengalami kesulitan ekonomi. Pemerintah Indonesia hadir. Dalam pertemuan itu, tercapai kesepakatan untuk melanjutkan pem- bicaraan dalam forum yang disebut Paris Club. Dalam pertemuan di Paris yang berlangsung Desember 1966 itu dibahas penjadwalan kembali utang pokok Pemerintah RI US$ 1,7 milyar ditambah bunga US$ 400 juta. Sebagian besar utang tersebut -untuk keperluan militer -- dari negara Eropa Timur, terutama Uni Soviet. Dalam pertemuan itu dibahas perlunya koordinasi internasional dalam memberikan bantuan luar negeri bagi negara berkembang. Mungkin karena keadaan ekonomi Indonesia yang masih moratmarit, Bank Dunia enggan memikul tugas mengoordinasi bantuan internasional itu. Padahal, biasanya organisasi ini yang melakukan tugas seperti ini. Tugas itu tak pula bisa diharapkan dari Asian Development Bank (ADB) karena bank itu baru didirikan tahun 1966 dan masih terlalu sibuk berbenah diri. Saat inilah tampil Belanda -mungkin karena faktor historis -mengajukan diri, dan anggota lain tak keberatan. Maklum, Belanda dianggap yang paling tahu situasi ekonomi Indonesia. Maka, pada akhir pertemuan Paris itu, Belanda mengundang semua peserta untuk menghadiri pertemuan berikut di Amsterdam. Konsorsium bernama InterCovernment Group on Indonesia (IGGI) pun lahir. Pertemuan Amsterdam yang bersejarah itu berlangsung Februari 1967, dipimpin oleh Menteri Pembangunan Internasional Belanda Udink. Kelompok negara kreditor yang datang adalah Australia, Belgia, Prancis, Jerman Barat, Italia, Jepang, Belanda, Inggris, dan AS. Yang datang sebagai peninjau adalah Austria, Kanada, Selandia Baru, Norwegia, dan Swedia. Adapun lembagalembaga internasional diwakili, antara lain, oleh IMF dan ADB. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono IX (almarhum), yang kala itu masih menjabat Asisten Menko Ekuin. Pemaparan Sultan Hamengku Buwono tentang strategi ekonomi Indonesia ternyata cukup meyakinkan para kreditor. Terbukti dicapai kesepakatan mengadakan pertemuan IGGI kedua pada pertengahan 1967. Dalam pertemuan IGGI tersebut, yang berlangsung di Scheveningen, delegasi Indonesia sangat dibantu IMF hingga berhasil meyakinkan peserta sidang lainnya bahwa strategi ekonomi yang diajukan Indonesia cukup mantap. Maka, pinjaman US$ 200 juta, yang dijanjikan dalam pertemuan sebelumnya, langsung bisa dicairkan untuk keperluan tahun 1967. Konperensi IGGI ketiga di Amsterdam, November 1967, digunakan Indonesia menjelaskan mengapa RI membutuhkan bantuan proyek US$ 75 juta dan bantuan program US$ 250 juta. Sejarah kemudian mencatat pertemuan IGGI yang mula-mula sempat berlangsung tiga kali setahun, sejak 1968 ditetapkan sekali setahun saja. Pinjaman yang disepakati terus membesar. Untuk tahun anggaran 1991/92 ini, bantuan IGGI berjumlah US$ 4,75 milyar (sekitar Rp 9 trilyun). Dari jumlah ini, US$ 1 milyar berupa bantuan yang segera dapat dicairkan (fast disbursement assistance), semacam kemasan baru dari "bantuan khusus" yang ada pada tahun sebelumnya. Kini, Belanda mulai menekankan keterkaitan bantuan ekonomi dan masalah hak asasi manusia. Apakah ini dianggap sebagai turut campur urusan dalam negeri ataukah nasihat seorang sahabat, tampaknya terpulang kepada Pemerintah Indonesia. BHM dan AMK (Belanda)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus